Beranda > Aqidah > Nabi Muhammad Dalam Bible

Nabi Muhammad Dalam Bible


                            


Daftar Isi

Daftar Isi 1

Pendahuluan. 2

Mencari Bisyarah Kenabian. 5

Tangan Perubahan. 8

Saudara Bani Israil 9

Pembukaan Kota Makkah. 13

Kepribadian (Syamail) Nabi 18

Aku Tidak Bisa Membaca. 27

Bangsa Ummiyun. 28

Kekuasaan Umat Islam.. 30

Penyempurna Batu Bangunan. 32

Hijrah ke Madinah dan Perang Badar. 34

Kisah Isra’ dan Mi’raj 38

Kitab Baru dan Syariat Baru. 42

Dari Kegelapan Menuju Cahaya. 45

Perpindahan Kiblat. 48

Ibadah Haji ke Makkah. 50

Sang Nabi Pilihan. 52

Keutamaan Negeri Yaman. 55

Pembela Kaum Lemah. 56

Menerima Hadiah dan Upeti 59

Berjihad dan Mendapatkan Rampasan. 63

Raja Hijaz dan Permaisurinya. 65

Raja Yang Berkuda. 70

Penebus Dosa Bani Israil 77

Pengajar Yang Jujur. 79

Menghapus Kekafiran. 81

Kabar Gembira dari Nabi Isa alaihissalam.. 83

Memuliakan Nabi Isa alaihissalam.. 84

Kebohongan Ajaran Paulus. 86

Penutup. 99

Pendahuluan

الحمد لله الذي أَرْسَل رسوله بالهدى ودين الحقِّ ليظهره على الدين كلِّه وكَفَى بالله شهيدًا، وأشهد أنْ لا إله إلا الله وحْدَه لا شريك له إقرارًا به وتوحيدًا، وأشهد أنَّ محمدًا عبده ورسوله صلَّى الله عليه وسلَّم تسليمًا مزيدًا.

أمَّا بعدُ:

Agama Islam adalah agama penyempurna bagi agama-agama sebelumnya. Dan kedatangannya pun sudah diberitakan dalam kitab-kitab terdahulu seperti Taurat, Zabur dan Injil.

Allah ta’ala berfirman:

وَإِنَّهُ ‌لَفِي ‌زُبُرِ ‌الْأَوَّلِينَ

“Dan sesungguhnya Al-Quran itu benar-benar (tersebut) dalam Kitab-kitab orang yang dahulu.” (QS. Asy-Syuara: 196).

Al-Imam Abu Ishaq Ibrahim az-Zajjaj (wafat tahun 311 H) rahimahullah berkata:

تأويله واللَّه أعلم أن ذِكرَ مُحمدٍ عليه السلام وذكر القرآن في زبُر الأولين، والزُّبُر الكُتب، زَبور وَزبُر مثل قولك رَسول وَرُسل

“Tafsirnya -wallahu a’lam- adalah bahwa berita tentang Muhammad shallallahu alaihi wasallam dan al-Quran sudah disebutkan dalam kitab-kitab orang terdahulu. Makna ‘zubur’ adalah ‘kutub’ (kitab-kitab, pen). Kata ‘zabur dan zubur’ itu seperti kata ‘rasul dan rusul’ (rasul-rasul, pen).” (Ma’ani al-Quran wa I’rabuh: 4/100).

Adanya ayat di atas dan ayat-ayat lain yang semisal, memberikan konsekuensi bahwa seorang Ahlul Kitab, baik itu seorang Yahudi ataukah seorang Nasrani atau Kristen, ketika mendengar berita diutusnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, maka wajib dan harus baginya untuk beriman kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan agama beliau, yaitu al-Islam.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لَا يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ ‌يَهُودِيٌّ، وَلَا ‌نَصْرَانِيٌّ، ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ، إِلَّا كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ

“Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, tidaklah seseorang dari umat ini baik Yahudi dan Nashrani mendengar tentangku, kemudian dia meninggal dan tidak beriman dengan agama yang aku diutus dengannya, kecuali dia pasti termasuk penghuni neraka.” (HR. Muslim: 153 dan an-Nasai dalam al-Kubra: 11177 (10/126) dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu).

Al-Imam al-Wazir Abul Muzhaffar Ibnu Hubairah al-Hanbali (wafat tahun 560 H) rahimahullah berkata:

في هذا الحديث من الفقه وجوب اتباعه – صلى الله عليه وسلم -، ونسخ جميع الشرائع بشرعه، فمن كفر به؛ لم ينفعه إيمانه بغيره من الأنبياء صلوات الله عليهم أجميعن

“Di dalam hadits ini terdapat pelajaran fikih, yaitu tentang wajibnya mengikuti Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan dihapusnya syariat-syariat terdahulu dengan syariat beliau. Barangsiapa yang kufur (yakni: mengingkari, pen) kerasulan beliau, maka tidak bermanfaat baginya keimanannya kepada para nabi selain beliau alaihimussalam.” (Al-Ifshah fi Ma’ani ash-Shahhah: 8/192).

Maka di dalam risalah dan tulisan ini akan dipaparkan tentang sisa-sisa berita dalam Taurat, Zabur, Injil dan kitab para nabi -yang masih belum mengalami perubahan oleh tangan yang usil- tentang diutusnya Rasulullah Muhammad shallallahu alaihi wasallam. Yang demikian karena Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً، ‌وَحَدِّثُوا ‌عَنْ ‌بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلَا حَرَجَ، وَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا، فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ

“Sampaikan dariku sekalipun satu ayat dan ceritakanlah (apa yang kalian dengar) dari Bani Isra’il dan itu tidak apa-apa (dosa). Dan barang siapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja maka bersiap-siaplah menempati tempat duduknya di neraka.” (HR. Al-Bukhari: 3461 dan at-Tirmidzi: 2669 dari Abdullah bin Amr radhiyallahu anhuma).

Al-Allamah al-Qadhi Nashiruddin al-Baidhawi asy-Syafi’i (wafat tahun 685 H) rahimahullah berkata:

وقوله ” حدثوا عن بني إسرائيل ” تجويز وإباحة للتحدث عنهم ، ولا حرج بفرقة بين الأمرين ،فإن قول القائل: “افعل هذا ولا حرج”  يفيد الإباحة عرفا ورفع الحرج المفهوم من قوله: (‌أمتهوكون أنتم؟) ونحوه. وإنما يجوز التحدث عنهم إذا لم ير كذب ما قاله علما أو ظنا ، لقوله عليه السلام:” من حدث بحديث يرى أنه كذب فهو أحد الكاذبين

“Sabda beliau “ceritakanlah (apa yang kalian dengar) dari Bani Isra’il dan itu tidak apa-apa (dosa),” merupakan bentuk pembolehan atau perkara mubah untuk menukil berita dari Ahlul Kitab. Kata ‘Tiada dosa’ itu berada di antara dua (2) perkara (yakni: larangan dan perintah, pen). Ini karena ucapan seseorang: “Lakukanlah dan tiada dosa,” memberikan faedah pembolehan atau perkara mubah secara kebiasaan dan juga menunjukkan dihapusnya larangan yang dipahami dari hadits Nabi shallallahu alaihi wasallam yang melarang Umar membaca Taurat dan bersabda: “Apakah engkau termasuk orang yang bingung, wahai Ibnul Khattab?” dan hadits lainnya. Pembolehan menukilkan berita dari mereka hanyalah jika tidak diketahui kedustaan ucapan mereka secara ilmiah dan persangkaan, karena ada sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam: “Barangsiapa yang memberitakan suatu hadits atau berita yang diketahui bahwa itu adalah kedustaan, maka ia termasuk salah satu dari kedua pendusta.” (Tuhfah al-Abrar Syarh Mashabih as-Sunnah: 1/146).

Kemudian al-Hafizh Abul Fida’ Imaduddin Ibnu Katsir (wafat tahun 774 H) rahimahullah mengingatkan:

إِذَا تَقَرَّرَ جَوَازُ الرِّوَايَةِ عَنْهُمْ فَهُوَ مَحْمُولٌ عَلَى مَا يُمْكِنُ أَنْ يَكُونَ صَحِيحًا فَأَمَّا مَا يُعْلَمُ أَوْ يُظَنُّ بُطْلَانُهُ، لِمُخَالَفَتِهِ الْحَقَّ الَّذِي بِأَيْدِينَا عَنِ الْمَعْصُومِ فَذَاكَ مَتْرُوكٌ مَرْدُودٌ لَا يُعَرَّجُ عَلَيْهِ، ثُمَّ مَعَ هَذَا كُلِّهِ، لَا يَلْزَمُ مِنْ جَوَازِ رِوَايَتِهِ أَنْ تَعْتَقِدَ صِحَّتَهُ

“Jika telah jelas bolehnya meriwayatkan dari Bani Israil, maka itu dipahami atas riwayat yang mempunyai kemungkinan shahih. Adapun riwayat yang diketahui atau diduga kuat kebatilannya karena menyelisihi kebenaran yang ada di sisi kita (kaum Muslimin, pen) dari Sang Maksum (yakni Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, pen) maka riwayat tersebut harus ditolak, ditinggalkan dan tidak boleh ditoleh. Kemudian dengan keadaan ini semua, bolehnya meriwayatkan dari mereka tidaklah mengharuskan untuk meyakini kesahihannya.” (Al-Bidayah wa an-Nihayah: 3/34).

Dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu anhuma:

أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ، أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكِتَابٍ أَصَابَهُ مِنْ بَعْضِ أَهْلِ الْكُتُبِ  ، فَقَرَأَهُ عَلَى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَغَضِبَ وَقَالَ: ” ‌أَمُتَهَوِّكُونَ ‌فِيهَا ‌يَا ‌ابْنَ ‌الْخَطَّابِ، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَقَدْ جِئْتُكُمْ بِهَا بَيْضَاءَ نَقِيَّةً، لَا تَسْأَلُوهُمْ عَنْ شَيْءٍ فَيُخْبِرُوكُمْ بِحَقٍّ فَتُكَذِّبُوا بِهِ، أَوْ بِبَاطِلٍ فَتُصَدِّقُوا بِهِ، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ مُوسَى كَانَ حَيًّا، مَا وَسِعَهُ إِلَّا أَنْ يَتَّبِعَنِي

“Bahwa Umar bin Khattab datang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dengan membawa tulisan yang ia dapat dari Ahli Kitab. Kemudian Umar membacanya di depan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka beliau marah seraya bersabda: “Apakah engkau termasuk orang yang bingung, wahai Ibnul Khattab? Demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, aku datang kepada kalian dengan membawa cahaya yang terang. Janganlah kalian bertanya kepada mereka tentang sesuatu. Bagaimana jika mereka mengabari kalian kebenaran lalu kalian mendustakannya atau (mengabari) kebatilan lalu kalian membenarkannya? Demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya Musa alaihis salam hidup maka tak ada jalan lain selain ia mengikutiku.” (HR. Ahmad: 15156. Ibnu Katsir berkata bahwa Ahmad bersendirian dengan hadits ini dan sanadnya shahih sesuai kriteria Muslim. Lihat al-Bidayah wa an-Nihayah: 3/35).

Dalam tulisan ini akan dijelaskan keterangan dari kitab-kitab umat terdahulu seperti Taurat, Injil, Zabur serta kitab-kitab para nabi alaihimussalam -yang masih ada sampai sekarang, meskipun sudah mengalami perubahan- tentang adanya ‘Bisyarah’ (kabar gembira) diutusnya Rasulullah Muhammad shallallahu alaihi wasallam. Dan setiap berita Israiliyat tersebut, akan disertai konfirmasi atau pembenar dari al-Quran dan as-Sunnah. Insyaa Allah.

Akhirnya semoga tulisan ini bermanfaat bagi kaum muslimin dan orang-orang yang membacanya dan Allah ta’ala berkenan menjadikannya sebagai timbangan amal shalih dan sebab mendapat syafaat dari Baginda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Aamiin.

Modo Lamongan, 8 Rajab 1444 atau 30 Januari 2023

Dr. M. Faiq Sulaifi

Mencari Bisyarah Kenabian

Keberadaan berita tentang kenabian Muhammad shallallahu alaihi wasallam dalam kitab-kitab terdahulu dapat dicari dengan beberapa cara. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (wafat tahun 728 H) rahimahullah menyatakan:

ثُمَّ الْعِلْمُ بِأَنَّ الْأَنْبِيَاءَ قَبْلَهُ بَشَّرُوا بِهِ يُعْلَمُ مِنْ وُجُوهٍ:

 أَحَدُهَا: مَا فِي الْكُتُبِ الْمَوْجُودَةِ الْيَوْمَ بِأَيْدِي أَهْلِ الْكِتَابِ مِنْ ذِكْرِهِ.

الثَّانِي: إِخْبَارُ مَنْ وَقَفَ عَلَى تِلْكَ الْكُتُبِ وَغَيْرِهَا مِنْ كُتُبِ أَهْلِ الْكِتَابِ – مِمَّنْ أَسْلَمَ وَمَنْ لَمْ يُسْلِمْ – بِمَا وَجَدُوهُ مِنْ ذِكْرِهِ فِيهَا. وَهَذَا مِثْلُ مَا تَوَاتَرَ عَنِ الْأَنْصَارِ أَنَّ جِيرَانَهُمْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ كَانُوا يُخْبِرُونَ بِمَبْعَثِهِ، وَأَنَّهُ رَسُولُ اللَّهِ، وَأَنَّهُ مَوْجُودٌ عِنْدَهُمْ، وَكَانَ هَذَا مِنْ أَعْظَمِ مَا دَعَا الْأَنْصَارَ إِلَى الْإِيمَانِ بِهِ لَمَّا دَعَاهُمْ إِلَى الْإِسْلَامِ، حَتَّى آمَنَ الْأَنْصَارُ بِهِ وَبَايَعُوهُ مِنْ غَيْرِ رَهْبَةٍ وَلَا رَغْبَةٍ. وَلِهَذَا قِيلَ: إِنَّ الْمَدِينَةَ فُتِحَتْ بِالْقُرْآنِ، لَمْ تَفْتَحْ بِالسَّيْفِ كَمَا فُتِحَ غَيْرُهَا..الخ

وَالْوَجْهُ الثَّالِثُ: نَفْسُ إِخْبَارِهِ بِذَلِكَ فِي الْقُرْآنِ مَرَّةً بَعْدَ مَرَّةٍ، وَاسْتِشْهَادُهُ بِأَهْلِ الْكِتَابِ وَإِخْبَارُهُ بِأَنَّهُ مَذْكُورٌ فِي كُتُبِهِمْ، مِمَّا يَدُلُّ الْعَاقِلَ عَلَى أَنَّهُ كَانَ مَوْجُودًا فِي كُتُبِهِمْ..الخ

“Kemudian cara mengetahui bahwa para nabi sebelum Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memberikan kabar gembira dengan diutusnya beliau dapat diketahui dengan beberapa cara:

Pertama: keterangan tentang beliau dalam kitab-kitab yang sekarang berada di tangan Ahlul Kitab.

Kedua: berita dari orang-orang yang melihat isi kitab-kitab tersebut dan lainnya dari kitab yang dimiliki oleh Ahlul Kitab -baik si pembawa berita tersebut muslim atau bukan- dengan keterangan yang mereka dapatkan tentang beliau. Seperti berita yang telah mutawatir dari Kaum Anshar bahwa tetangga-tetangga mereka dari kalangan Ahlul Kitab memberitakan tentang diutusnya beliau dan itu didapatkan dalam kitab-kitab mereka. Ini menjadi motivasi terbesar dari Kaum Anshar untuk beriman kepada beliau ketika beliau mengajak mereka menuju al-Islam. Sehingga mereka pun beriman dan berbai’at kepada beliau tanpa ancaman dan tanpa iming-iming. Oleh karena itu dikatakan bahwa kota Madinah itu ditaklukkan dengan al-Quran, tidak dengan pedang sebagaimana kota-kota yang lainnya…dst.”

Cara ketiga: al-Quran sendiri yang memberitahukan beberapa kali dan al-Quran juga menjadikan Ahlul Kitab sebagai saksi bahwa diutusnya beliau sudah tertulis dalam kitab-kitab mereka…dst.” (Al-Jawab ash-Shahih li Man Baddala Dien al-Masih: 5/160-185).

Apabila ada yang bertanya: “Mengapa kita bersusah-susah menggunakan rujukan Buku Bible milik agama lain, padahal al-Quran dan al-Hadits sudah cukup sebagai rujukan untuk membuktikan kenabian Muhammad shallallahu alaihi wasallam?” Maka kami (Penulis) menjawab sebagaimana jawaban al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani (wafat tahun 852 H) rahimahullah. Beliau menyatakan:

فَإِنْ قِيلَ كَيْفَ سَاغَ لِلْبُخَارِيِّ إِيرَادُ هَذَا الْخَبَرَ الْمُشْعِرَ بِتَقْوِيَةِ أَمْرِ الْمُنَجِّمِينَ وَالِاعْتِمَادِ عَلَى مَا تَدُلُّ عَلَيْهِ أَحْكَامُهُمْ فَالْجَوَابُ أَنَّهُ لَمْ يَقْصِدْ ذَلِكَ بَلْ قَصَدَ أَنْ يُبَيِّنَ أَنَّ ‌الْإِشَارَاتِ ‌بِالنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَاءَتْ مِنْ كُلِّ طَرِيقٍ وَعَلَى لِسَانِ كُلِّ فَرِيقٍ مِنْ كَاهِنٍ أَوْ مُنَجِّمٍ مُحِقٍّ أَوْ مُبْطِلٍ إِنْسِيٍّ أَوْ جِنِّيٍّ وَهَذَا مِنْ أَبْدَعِ مَا يُشِيرُ إِلَيْهِ عَالِمٌ أَوْ يَجْنَحُ إِلَيْهِ مُحْتَجٌّ

“Jika ada yang bertanya: “Kok bisa-bisanya Imam al-Bukhari membawakan berita yang memperkuat perdukunan dan bersandar pada ramalan perdukunan (padahal perkara tersebut terlarang, pen)?” Maka jawabannya adalah bahwa beliau hanyalah bertujuan untuk menjelaskan bahwa berbagai isyarat tentang kemunculan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam telah datang dari berbagai jalan (seperti kitab-kitab nabi terdahulu, pen), melalui lesan berbagai golongan, baik dari kalangan dukun, ahli nujum, dari rujukan yang benar atau rujukan yang batil (seperti kitab agama Hindu dan Budha, pen), dari lesan manusia ataupun jin. Ini termasuk cara berisyarat yang paling indah dari seorang alim atau cara berargumentasi yang paling baik dari seorang yang berhujjah.” (Fathul Bari Syarh Shahih al-Bukhari: 1/41).

Dan setelah sampainya tulisan ini kepada yang bersangkutan (yakni: kaum Kristen dan Yahudi pemilik Bible) kemudian mereka menolaknya, maka yang benar tetaplah benar dan penolakan mereka tidak diterima. Ini banyak terjadi di berbagai situs-situs Kristen, dimana mereka menolak berita Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam dalam Bible mereka dengan menyatakan bahwa yang dimaksud dengan ayat-ayat Bible kami bukanlah Muhammad. (Lihat: https://www.sarapanpagi.org/re-muhammadim-dalam-kidung-agung-vt3728.html).

Penolakan tersebut merupakan bentuk kesombongan dan pembangkangan terhadap kebenaran. Allah ta’ala berfirman:

الَّذِينَ آتَيْناهُمُ الْكِتابَ ‌يَعْرِفُونَهُ كَما يَعْرِفُونَ ‌أَبْناءَهُمْ وَإِنَّ فَرِيقاً مِنْهُمْ لَيَكْتُمُونَ الْحَقَّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ () الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَلا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ

“Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebagian diantara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui. Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu.” (QS. Al-Baqarah: 146-147).

Al-Hafizh Abul Fida’ Ibnu Katsir (wafat tahun 774 H) rahimahullah berkata:

ثُمَّ مَعَ هَذَا الْعِلْمِ ‌يَعْرِفُونَهُ مِنْ كُتُبِهِمْ كَمَا يَعْرِفُونَ ‌أَبْنَاءَهُمْ، يَلْبَسُونَ ذَلِكَ وَيُحَرِّفُونَهُ وَيُبَدِّلُونَهُ، وَلَا يُؤَمِّنُونَ بِهِ مَعَ قِيَامِ الْحُجَّةِ عَلَيْهِمْ

“Kemudian dengan ilmu tentang ini (yakni: berita kenabian Muhammad shallallahu alaihi wasallam) sebagaimana pengetahuan tentang anak-anak mereka, mereka (Nasrani dan Yahudi) melakukan upaya talbis (pengkaburan), tahrif (memutarbalikkan penafsiran) dan mengubah-ubah isi kita dan tidak mau beriman, padahal hujjah (argumentasi) sudah tegak atas mereka.” (Tafsir al-Quran al-Azhim: 4/296).

Tangan Perubahan

Keaslian kitab Taurat, Zabur, Injil dan kitab-kitab para nabi terdahulu dinodai oleh tangan pendeta-pendeta Yahudi dan Nasrani (Kristen). Mereka mengubah isi kitab-kitab tersebut sesuai dengan hawa nafsu mereka.

Allah ta’ala berfirman:

‌فَوَيْلٌ ‌لِلَّذِينَ ‌يَكْتُبُونَ الْكِتابَ بِأَيْدِيهِمْ ثُمَّ يَقُولُونَ هَذَا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ لِيَشْتَرُوا بِهِ ثَمَناً قَلِيلاً فَوَيْلٌ لَهُمْ مِمَّا كَتَبَتْ أَيْدِيهِمْ وَوَيْلٌ لَهُمْ مِمَّا يَكْسِبُونَ

“Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya; “Ini dari Allah”, (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al-Baqarah: 79).

Abdullah bin Abbas radhiyallahu anhuma berkata:

كَيْفَ تَسْأَلُونَ أَهْلَ الكِتَابِ عَنْ شَيْءٍ وَكِتَابُكُمُ الَّذِي أُنْزِلَ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحْدَثُ، تَقْرَءُونَهُ مَحْضًا لَمْ يُشَبْ، وَقَدْ حَدَّثَكُمْ أَنَّ أَهْلَ الكِتَابِ ‌بَدَّلُوا ‌كِتَابَ ‌اللَّهِ ‌وَغَيَّرُوهُ، وَكَتَبُوا بِأَيْدِيهِمُ الكِتَابَ، وَقَالُوا: هُوَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ لِيَشْتَرُوا بِهِ ثَمَنًا قَلِيلًا؟ أَلَا يَنْهَاكُمْ مَا جَاءَكُمْ مِنَ العِلْمِ عَنْ مَسْأَلَتِهِمْ؟ لَا وَاللَّهِ مَا رَأَيْنَا مِنْهُمْ رَجُلًا يَسْأَلُكُمْ عَنِ الَّذِي أُنْزِلَ عَلَيْكُمْ

“Bagaimana kalian bertanya kepada ahli kitab padahal kitab kalian yang diturunkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lebih baru kemurniannya dan belum terkotori? Sedangkan ahlul kitab menceritakan kepada kalian dengan mengubah-ubah kitabullah dan menggantinya, dan mereka tulis alkitab dengan tangannya dan mereka katakan, ‘Ini dari sisi Allah’ untuk mereka tukar dengan harga yang sedikit, tidak sebaiknyakah ilmu yang yang kalian miliki mencegah kalian dari bertanya kepada mereka? Tidak, demi Allah, takkan kulihat lagi seseorang diantara mereka bertanya kalian tentang yang diturunkan kepada kalian.” (HR. Al-Bukhari: 7363).

Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma juga menjelaskan:

الذين يَكْتُبُونَ الْكِتَابَ بِأَيْدِيهِمْ ثُمَّ يَقُولُونَ هَذَا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ لِيَشْتَرُوا بِهِ ثَمَنًا قَلِيلا أَحْبَارُ يَهُودَ وَجَدُوا صِفَةَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُحَمَّدٍ مَكْتُوبًا فِي التَّوْرَاةِ أَكْحَلُ، أَعْيَنُ رَبْعَةٌ جَعْدُ الشَّعْرَةِ حَسَنُ الْوَجْهِ، فَلَمَّا وَجَدُوهُ فِي التَّوْرَاةِ مَحَوْهُ حَسَدًا وَبَغْيًا، فَأَتَاهُمْ نَفَرٌ مِنْ قُرَيْشٍ مِنْ أَهْلِ مَكَّةَ فَقَالُوا: أَتَجِدُونَ فِي التَّوْرَاةِ نَبِيًّا أُمِّيًّا؟ فَقَالُوا: نَعَمْ، نَجِدُهُ طَوِيلا أَزْرَقَ سَبْطَ الشَّعْرِ. فَأَنْكَرَتْ قُرَيْشٌ وَقَالُوا: لَيْسَ هَذَا مِنَّا

Orang-orang yang menulis Al-Kitab dengan tangan mereka kemudian menyatakan ini dari Allah dalam rangka menjualnya dengan harga yang murah” adalah para pendeta Yahudi. Mereka mendapatkan sifat Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam dalam Taurat sebagai lelaki yang matanya bercelak, rambutnya tidak keriting dan tidak lurus dan berwajah tampan. Ketika mereka mendapatkan sifat dan ciri itu dalam Taurat, maka mereka menghapusnya karena hasud (dengki) dan melampaui batas. Kemudian mereka (para pendeta tersebut) didatangi oleh orang kafir Quraisy dari penduduk Makkah dan ditanya: “Apakah kalian mendapatkan seorang Nabi yang Ummi dalam Taurat?” Maka para pendeta tersebut menjawab: “Benar, kami mendapatkannya sebagai orang yang sangat tinggi, berkulit biru, berambut lurus terurai.” Maka orang Quraisy mengingkarinya dan berkata: “Orang itu tidak termasuk golongan kami.” (HR. Ibnu Abi Hatim dalam Tafsirnya: 805 (1/154). Isnad-nya di-hasan-kan dalam ash-Shahih al-Masbur: 1/182).

Dan perlu diketahui bahwa para pendeta Yahudi dan Kristen pun dilarang oleh bible mereka untuk berbuat demikian. Dalam Perjanjian Baru, Kitab Wahyu 22: 18-19 disebutkan:

“Aku bersaksi kepada setiap orang yang mendengar perkataan-perkataan nubuat dari kitab ini: “Jika seorang menambahkan sesuatu kepada perkataan-perkataan ini, maka Allah akan menambahkan kepadanya malapetaka-malapetaka yang tertulis di dalam kitab ini. Dan jikalau seorang mengurangkan sesuatu dari perkataan-perkataan dari kitab nubuat ini, maka Allah akan mengambil bagiannya dari pohon kehidupan dan dari kota kudus, seperti yang tertulis di dalam kitab ini.”

Saudara Bani Israil

Kerasulan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam sudah tertulis dalam Taurat dan Injil. Allah ta’ala berfirman:

الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الْأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ ‌مَكْتُوبًا ‌عِنْدَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَالْأَغْلَالَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ

“(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka.” (QS. Al-A’raf: 157).

Di dalam Kitab Ulangan 18:15 disebutkan bahwa Nabi Musa alaihissalam bersabda: “Seorang nabi dari tengah-tengahmu, dari antara saudara-saudaramu, sama seperti aku akan dibangkitkan bagimu oleh TUHAN, Allahmu; dialah yang harus kamu dengarkan.”

Juga dalam Ulangan 18:18-19 disebutkan: “Seorang nabi akan Ku-bangkitkan bagi mereka dari antara saudara mereka, seperti engkau ini (yakni: Musa, pen); Aku akan menaruh firman-Ku dalam mulutnya, dan ia akan mengatakan kepada mereka segala yang Ku-perintahkan kepadanya. Orang yang tidak mendengarkan segala firman-Ku yang akan diucapkan nabi itu demi nama-Ku, dari padanya akan Kutuntut pertanggungjawaban.”

Penjelasan:

Pertama: dalam berita Israiliyat di atas, ucapan “dari antara saudara-saudaramu” menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam merupakan saudara Bani Israil. Yang demikian karena Bani Israil merupakan keturunan Nabi Ishaq alaihissalam sedangkan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam merupakan keturunan Nabi Ismail alaihissalam.

Ini sesuai dengan keterangan Tawarikh 1: 28 yang berbunyi: “Anak-anak Abraham ialah Ishak dan Ismael.”

Kutipan dari Taurat di atas dibenarkan oleh Allah ta’ala dalam firman-Nya:

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي وَهَبَ لِي عَلَى الْكِبَرِ ‌إِسْماعِيلَ ‌وَإِسْحاقَ إِنَّ رَبِّي لَسَمِيعُ الدُّعاءِ

“(Ibrahim berkata): “Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepadaku di hari tua (ku) Ismail dan Ishaq. Sesungguhnya Tuhanku, benar-benar Maha Mendengar (memperkenankan) doa.” (QS. Ibrahim: 39).

Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma berkata:

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعَوِّذُ الحَسَنَ وَالحُسَيْنَ، وَيَقُولُ: ” إِنَّ أَبَاكُمَا كَانَ يُعَوِّذُ بِهَا ‌إِسْمَاعِيلَ ‌وَإِسْحَاقَ: أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ، مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ، وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لَامَّةٍ

“Nabi shallallahu alaihi wasallam biasa memohonkan perlindungan untuk al-Hasan dan al-Husein (dua cucu beliau) dan berkata: “Sesungguhnya bapak kalian (Ibrahim alaihissalam) memohonkan perlindungan untuk Ismail dan Ishaq, aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari setiap setan dan segala hewan berbisa, serta dari setiap ‘Ain yang dapat mencelakai.” (HR. Al-Bukhari: 3371, Abu Dawud: 4737 dan Ibnu Majah: 3525).

Kedua: ucapan “dari antara saudara-saudaramu” juga dibenarkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ketika bertemu dengan Nabi Musa alaihissalam ketika peristiwa Mi’raj ke langit.

ثُمَّ مَرَرْتُ بِمُوسَى فَقَالَ: ‌مَرْحَبًا بِالنَّبِيِّ الصَّالِحِ وَالأَخِ الصَّالِحِ، قُلْتُ: مَنْ هَذَا؟ قَالَ: ‌هَذَا ‌مُوسَى

“Lalu aku berjalan melewati Musa, ia pun berkata, “Selamat datang Nabi yang shalih dan saudara yang shalih.” Aku bertanya kepada Jibril, “Siapakah dia?” Jibril menjawab, “Dialah Musa.” (HR. Al-Bukhari: 349 dan Muslim: 163 dari Abu Dzar radhillahu anhu).

Ketiga: ucapan dalam Ulangan 18: 19 “Aku akan menaruh firman-Ku dalam mulutnya, dan ia akan mengatakan kepada mereka segala yang Ku-perintahkan kepadanya” menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak berkata dari hawa nafsu beliau. Semua kata-kata beliau adalah wahyu dari Allah ta’ala. Allah ta’ala berfirman:

‌وَما ‌يَنْطِقُ عَنِ الْهَوى () إِنْ هُوَ إِلَاّ وَحْيٌ يُوحى

“Dan ia (Muhammad) tidak berkata menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (QS. An-Najm: 3-4).

Orang-orang Quraisy bertanya kepada Abdullah bin Amr radhiyallahu anhuma:

أَتَكْتُبُ كُلَّ شَيْءٍ تَسْمَعُهُ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَشَرٌ يَتَكَلَّمُ فِي الْغَضَبِ، وَالرِّضَا، فَأَمْسَكْتُ عَنِ الْكِتَابِ، فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَوْمَأَ بِأُصْبُعِهِ إِلَى فِيهِ، فَقَالَ: «‌اكْتُبْ فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا يَخْرُجُ مِنْهُ ‌إِلَّا ‌حَقٌّ

“Apakah engkau akan menulis segala sesuatu yang engkau dengar, sementara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah seorang manusia yang berbicara dalam keadaan marah dan senang?” Maka aku pun tidak menulis lagi, kemudian hal itu aku ceritakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau lalu berisyarat dengan meletakkan jarinya pada mulut beliau, lalu bersabda: “Tulislah, demi jiwaku yang ada di tangan-Nya, tidaklah keluar darinya (yakni: mulutku, pen) kecuali kebenaran.” (HR. Ahmad: 6802 dan Abu Dawud: 3646. Di-shahih-kan oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak: 357 (1/186) dan disepakati oleh adz-Dzahabi. Hadits ini juga dinilai shahih oleh al-Albani dalam Shahih al-Jami’ ash-Shaghir, hadits: 1196).

Keempat: sedangkan firman Allah ta’ala “(nabi tersebut) seperti engkau ini (yakni: Musa, pen);” dan juga ucapan Nabi Musa alaihissalam “(nabi tersebut) sama seperti aku akan dibangkitkan bagimu oleh TUHAN, Allahmu,” menunjukkan bahwa yang datang kepada Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam adalah Namus (Jibril) alaihissalam yang pernah mendatangi Nabi Musa alaihissalam.

Oleh karena itu Waraqah bin Naufal (paman Khadijah radhiyallahu anha) bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:

ابْنَ أَخِي مَاذَا تَرَى؟ فَأَخْبَرَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا رَأَى، فَقَالَ وَرَقَةُ: هَذَا ‌النَّامُوسُ الَّذِي أُنْزِلَ عَلَى مُوسَى

“Wahai anak pamanku apa yang telah kamu lihat?” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun mengabarkan padanya tentang kejadian yang telah beliau alami. Kemudian Waraqah pun berkata, “Ini adalah Namus yang pernah diturunkan kepada Musa.” (HR. Al-Bukhari: 6982 dan Muslim: 160 dari Aisyah radhiyallahu anha).

Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani (wafat tahun 852 H) rahimahullah berkata:

قَوْله ‌الناموس المُرَاد بِهِ جِبْرِيل وَهُوَ فِي الأَصْل صَاحب سر الْملك

“Ucapan Waraqah “Namus”, yang dimaksud adalah Jibril. Secara asal, Namus berarti pemilik rahasia raja.” (Fathul Bari Syarh Shahih al-Bikhari: 1/199).

Kelima: ucapan “(nabi tersebut) seperti engkau ini (yakni: Musa, pen);” juga mempunyai maksud bahwa keduanya (Muhammad dan Musa shallallahu alaihima wasallam) merupakan nabi dengan kedahsyatan dan bukti mukjizat yang besar.

Disebutkan dalam Ulangan 34: 10-12:

“Seperti Musa yang dikenal TUHAN dengan berhadapan muka, tidak ada lagi nabi yang bangkit di antara orang Israel, dalam hal segala tanda dan mujizat, yang dilakukannya atas perintah TUHAN di tanah Mesir terhadap Firaun dan terhadap semua pegawainya dan seluruh negerinya, dan dalam hal segala perbuatan kekuasaan dan segala kedahsyatan yang besar yang dilakukan Musa di depan seluruh orang Israel.”

Ulangan 34 ayat 10-11 di atas dibenarkan oleh al-Quran. Allah ta’ala berfirman:

‌إِنَّا ‌أَرْسَلْنا إِلَيْكُمْ ‌رَسُولاً ‌شاهِداً عَلَيْكُمْ كَما أَرْسَلْنا إِلى فِرْعَوْنَ رَسُولاً () فَعَصى فِرْعَوْنُ الرَّسُولَ فَأَخَذْناهُ أَخْذاً وَبِيلاً

“Sesungguhnya Kami telah mengutus kepada kamu (hai orang kafir Mekah) seorang Rasul, yang menjadi saksi terhadapmu, sebagaimana Kami telah mengutus (dahulu) seorang Rasul kepada Fir’aun. Maka Fir’aun mendurhakai Rasul itu (yaitu: Musa), lalu Kami siksa dia dengan siksaan yang berat.” (QS. Al-Muzzammil: 15-16).

Keenam: sedangkan ungkapan “dan dalam hal segala perbuatan kekuasaan dan segala kedahsyatan yang besar yang dilakukan Musa di depan seluruh orang Israel,” itu juga ada pada diri Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Allah ta’ala berfirman:

‌يَسْأَلُكَ ‌أَهْلُ ‌الْكِتَابِ أَنْ تُنزلَ عَلَيْهِمْ كِتَابًا مِنَ السَّمَاءِ فَقَدْ سَأَلُوا مُوسَى أَكْبَرَ مِنْ ذَلِكَ فَقَالُوا أَرِنَا اللَّهَ جَهْرَةً فَأَخَذَتْهُمُ الصَّاعِقَةُ بِظُلْمِهِمْ ثُمَّ اتَّخَذُوا الْعِجْلَ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُمُ الْبَيِّنَاتُ فَعَفَوْنَا عَنْ ذَلِكَ وَآتَيْنَا مُوسَى سُلْطَانًا مُبِينًا

“Ahli Kitab meminta kepadamu (Muhammad) agar kamu menurunkan kepada mereka sebuah Kitab dari langit. Maka sesungguhnya mereka telah meminta kepada Musa yang lebih besar dari itu. Mereka berkata: “Perlihatkanlah Allah kepada kami dengan nyata”. Maka mereka disambar petir karena kezalimannya, dan mereka menyembah anak sapi, sesudah datang kepada mereka bukti-bukti yang nyata, lalu Kami ma’afkan (mereka) dari yang demikian. Dan telah Kami berikan kepada Musa keterangan yang nyata.” (QS. An-Nisa’: 153).

Allah ta’ala juga berfirman:

‌فَلَمَّا ‌جاءَهُمُ ‌الْحَقُّ مِنْ عِنْدِنا قالُوا لَوْلا أُوتِيَ مِثْلَ مَا أُوتِيَ ‌مُوسى أَوَلَمْ يَكْفُرُوا بِما أُوتِيَ ‌مُوسى مِنْ قَبْلُ قالُوا سِحْرانِ تَظاهَرا وَقالُوا إِنَّا بِكُلٍّ كافِرُونَ () قُلْ فَأْتُوا بِكِتابٍ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ هُوَ أَهْدى مِنْهُما أَتَّبِعْهُ إِنْ كُنْتُمْ صادِقِينَ

“Maka tatkala datang kepada mereka kebenaran dari sisi Kami, mereka berkata: “Mengapakah tidak diberikan kepadanya (Muhammad) seperti yang telah diberikan kepada Musa dahulu?”. Dan bukankah mereka itu telah ingkar (juga) kepada apa yang telah diberikan kepada Musa dahulu?; mereka dahulu telah berkata: “Musa dan Harun adalah dua ahli sihir yang bantu membantu”. Dan mereka (juga) berkata: “Sesungguhnya kami tidak mempercayai masing-masing mereka itu.” Katakanlah: “Datangkanlah olehmu sebuah kitab dari sisi Allah yang kitab itu lebih (dapat) memberi petunjuk daripada keduanya (Taurat dan Al Quran) niscaya aku mengikutinya, jika kamu sungguh orang-orang yang benar.” (QS. Al-Qashash: 48-49).

Pembukaan Kota Makkah

Datangnya agama Islam ini juga sudah diberitakan dalam kitab terdahulu seperti dalam Ulangan: 33:2, yaitu:

“Berkatalah ia: “TUHAN datang dari Sinai dan terbit kepada mereka dari Seir; Ia tampak  bersinar dari pegunungan Paran dan datang dari tengah-tengah puluhan ribu orang yang kudus; di sebelah kanannya tampak kepada mereka api yang menyala.”

Juga dalam Perjanjian Baru, Judas 1: 14-15 (versi King James) disebutkan:

“And Enoch also, the seventh from Adam, prophesied of these, saying, Behold, the Lord cometh with ten thousands of his saints, To execute judgment upon all, and to convince all that are ungodly among them of all their ungodly deeds which they have ungodly committed, and of all their hard [speeches] which ungodly sinners have spoken against him.”

Artinya:

“Juga tentang mereka Henokh (Nabi Idris alaihissalam, pen), keturunan ketujuh dari Adam, telah bernubuat, katanya: “Sesungguhnya sang Tuan (yakni: Sayyidul Basyar, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, pen) datang dengan sepuluh (10) ribu orang kudusnya, hendak menghakimi semua orang dan menjatuhkan hukuman atas orang-orang fasik karena semua perbuatan fasik, yang mereka lakukan dan karena semua kata-kata nista, yang diucapkan orang-orang berdosa yang fasik itu terhadap Tuhan.”

Penjelasan:

Pertama: penyebutan tiga (tempat) dalam nukilan Taurat di atas menunjukkan isyarat atas diutusnya ketiga rasul. Sinai mengisyaratkan risalah Nabi Musa alaihissalam. Seir mengisyaratkan risalah Nabi Isa alaihissalam sedangkan pegunungan Paran mengisyaratkan risalah Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam.

Risalah ketiga nabi di atas dijadikan sumpah oleh Allah ta’ala dalam firman-Nya:

‌وَالتِّينِ ‌وَالزَّيْتُونِ () وَطُورِ سِينِينَ () وَهذَا الْبَلَدِ الْأَمِينِ

“Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun, dan demi bukit Sinai, dan demi kota (Mekah) ini yang aman.” (QS. At-Tiin: 1-3).

Al-Hafizh Abul Fida’ Ibnu Katsir (wafat tahun 774 H) rahimahullah menjelaskan tafsir ayat di atas:

وَقَالَ بَعْضُ الْأَئِمَّةِ: هَذِهِ مَحَالٌّ ثَلَاثَةٌ، بَعَثَ اللَّهُ فِي كُلِّ وَاحِدٍ مِنْهَا نَبِيًّا مُرْسَلًا مِنْ أُولِي الْعَزْمِ أَصْحَابِ الشَّرَائِعِ الْكِبَارِ، فَالْأَوَّلُ: مَحَلَّةُ التِّينِ وَالزَّيْتُونِ، وَهِيَ بَيْتُ الْمَقْدِسِ الَّتِي بَعَثَ اللَّهُ فِيهَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ. وَالثَّانِي: طُورُ سِينِينَ، وَهُوَ طُورُ سَيْنَاءَ الَّذِي كَلَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ ‌مُوسَى بْنَ عِمْرَانَ. وَالثَّالِثُ: مَكَّةُ، وَهُوَ الْبَلَدُ الْأَمِينُ الَّذِي مَنْ دَخَلَهُ كَانَ آمِنًا، وَهُوَ الَّذِي أَرْسَلَ فِيهِ مُحَمَّدًا صلى الله عليه وسلم

“Sebagian imam menyatakan: “Ini adalah tiga (3) tempat yang mana Allah ta’ala mengutus dari masing-masing tempat tersebut seorang nabi yang diutus dari kalangan Ulul Azmi yang memiliki syariat-syariat besar. Pertama: tempat tumbuhnya buah tin dan buah zaitun, yaitu Baitul Maqdis yang mana Allah mengutus Isa bin Maryam alaihissalam di tempat itu. Kedua: bukit Thursina’, yaitu tempat Allah mengajak bicara kepada Musa bin Imran alaihissalam. Ketiga: Negeri yang aman yang mana jika seseorang memasukinya maka ia akan mendapatkan keamanan, yaitu Makkah tempat diutusnya Muhammad shallallahu alaihi wasallam.” (Tafsir al-Quran al-Azhim: 8/434).

Kedua: wilayah Paran adalah wilayah Makkah yang mana di situ terdapat Baitullah yang disucikan dan terdapat sumur zam-zam.

Disebutkan dalam Kejadian 21:18-21 bahwa Allah ta’ala berfirman kepada Nabi Ibrahim alaihissalam:

“Bangunlah, angkatlah anak itu (yakni: Ismail alaihissalam, pen), dan bimbinglah dia, sebab Aku akan membuat dia menjadi bangsa yang besar. Lalu Allah membuka mata Hagar, sehingga ia melihat sebuah sumur; ia pergi mengisi kirbatnya dengan air, kemudian diberinya anak itu minum. Allah menyertai anak itu, sehingga ia bertambah besar; ia menetap di padang gurun dan menjadi seorang pemanah. Maka tinggallah ia di padang gurun Paran, dan ibunya mengambil seorang isteri baginya dari tanah Mesir.

Nukilan dalam Taurat di atas dibenarkan oleh al-Quran. Allah ta’ala berfirman:

رَبَّنا إِنِّي ‌أَسْكَنْتُ ‌مِنْ ‌ذُرِّيَّتِي بِوادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنا لِيُقِيمُوا الصَّلاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَراتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ

“(Ibrahim berdoa): “Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS. Ibrahim: 37).

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

‌يَرْحَمُ ‌اللَّهُ ‌أُمَّ ‌إِسْمَاعِيلَ، لَوْ تَرَكَتْ زَمْزَمَ – أَوْ قَالَ: لَوْ لَمْ تَغْرِفْ مِنَ المَاءِ -، لَكَانَتْ زَمْزَمُ عَيْنًا مَعِينًا

“Semoga Allah merahmati Ummu Isma’il (Siti Hajar) karena seandainya dia membiarkan air zamzam” atau Beliau bersabda: “kalau dia tidak menciduk air zamzam”, tentulah air itu akan menjadi air yang mengalir.” (HR. Al-Bukhari: 2368 dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma).

Al-Allamah Syamsuddin al-Birmawi asy-Syafi’i (wafat tahun 831 H) rahimahullah berkata:

(لو تركت زمزم) بأن لا تَغرِف منها في القِرْبة شُحًّا بها

“Sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam “seandainya Ibu Ismail membiarkan air zamzam,” maksudnya adalah bahwa ibu Ismail tidak menciduk air zamzam kemudian memasukkannya ke dalam kirbahnya dengan banyak..dst.” (Al-Lami’ ash-Shabih bi Syarh al-Jami’ ash-Shahih: 7/351).

Ketiga: kejadian yang diisyaratkan dalam ucapan “Ia tampak  bersinar dari pegunungan Paran dan datang dari tengah-tengah puluhan ribu orang yang kudus; di sebelah kanannya tampak kepada mereka api yang menyala,” dan juga dalam ucapan Sesungguhnya sang Tuan (yakni: Sayyidul Basyar, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, pen) datang dengan sepuluh (10) ribu orang kudusnya,” adalah Fathu Makkah (pembukaan kota Makkah). Ketika itu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berangkat bersama 10 ribu kaum muslimin mengepung kota Makkah.

Al-Imam Ibnu Syihab az-Zuhri (seorang ulama tabi’in, wafat tahun 123 H) rahimahullah berkata:

غَزَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى الله عليه وسلم غزوة الْفَتْحِ: فَتْحِ مَكَّةَ، فَخَرَجَ مِنَ الْمَدِينَةِ فِي رَمَضَانَ، وَمَعَهُ مِنَ الْمُسْلِمِينَ عَشَرَةُ آلَافٍ وَذَلِكَ عَلَى رَأْسِ ثَمَانِ سِنِينَ وَنِصْفِ سَنَةٍ مِنْ مَقْدَمِهِ الْمَدِينَةَ

“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melakukan perang penaklukan kota Makkah pada bulan Ramadhan. Beliau berangkat dari kota Madinah dengan disertai 10 ribu kaum muslimin. Itu terjadi pada sekitar awal tahun 8 Hijriyah lebih 6 bulan.” (Atsar riwayat al-Baihaqi dalam Dalail an-Nubuwwah: 5/23-24 dan Abu Awwanah dalam al-Mustakhraj: 4/360. Status atsar ini adalah dhaif karena mursal).

Keempat: pada peristiwa Fathu Makkah masing-masing kaum muslimin membawa api (obor). Al-Allamah Jamaluddin Ibnu Hudaidah al-Anshari (wafat tahun 783 H) rahimahullah berkata:

روينَا عَن ابْن هِشَام وَوجدت عَن غَيره أَنه قَالَ لَيْلَة ‌فتح ‌مَكَّة نزل رَسُول الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم مر الظهْرَان فَأمر أَصْحَابه فأوقدوا عشرَة ‌آلَاف ‌نَار وَجعل على الحرس عمر بن الْخطاب رَضِي الله عَنهُ

“Kami meriwayatkan dari Ibnu Hisyam dan juga aku menemukan keterangan dari selainnya bahwa ia berkata: “Ketika malam Fathu Makkah, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam singgah di Marr azh-Zhahran. Kemudian beliau memerintahkan para sahabat beliau untuk menyalakan 10 ribu api (obor). Beliau menjadikan Umar bin al-Khaththab radhiyallahu anhu sebagai penjaga (pengawas).” (Al-Mishbah al-Mudhi fi Kitab an-Nabi al-Ummi: 1/109).

Kelima: sedangkan nukilan dari Perjanjian Baru “menghakimi semua orang dan menjatuhkan hukuman atas orang-orang fasik karena semua perbuatan fasik…”, maksudnya adalah keputusan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam terhadap penduduk Makkah.

Al-Imam Muhammad bin Idris asy-Syafi’i rahimahullah berkata:

قَالَ أَبُو يُوسُفَ – رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى – «إنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – عَفَا عَنْ مَكَّةَ وَأَهْلِهَا وَقَالَ مَنْ أَغْلَقَ عَلَيْهِ بَابَهُ فَهُوَ آمِنٌ وَمَنْ دَخَلَ الْمَسْجِدَ فَهُوَ آمِنٌ وَمَنْ دَخَلَ دَارَ أَبِي سُفْيَانَ فَهُوَ آمِنٌ» وَنَهَى عَنْ الْقَتْلِ إلَّا نَفَرًا قَدْ سَمَّاهُمْ إلَّا أَنْ يُقَاتِلَ أَحَدًا فَيَقْتُلَ وَقَالَ لَهُمْ حِينَ اجْتَمَعُوا فِي الْمَسْجِدِ «مَا تَرَوْنَ أَنِّي صَانِعٌ بِكُمْ؟ قَالُوا خَيْرًا أَخٌ كَرِيمٌ وَابْنُ أَخٍ كَرِيمٍ قَالَ اذْهَبُوا ‌فَأَنْتُمْ ‌الطُّلَقَاءُ

“Abu Yusuf rahimahullah berkata: “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memaafkan Makkah dan penduduknya. Beliau berkata: “Barangsiapa menutup pintu rumahnya, maka ia aman. Barangsiapa memasuki Masjidil Haram, maka ia aman. Barangsiapa memasuki rumah Abu Sufyan, maka ia aman.” Beliau juga melarang membunuh penduduk Makkah kecuali beberapa orang yang telah beliau sebut nama mereka. Kecuali jika ada seseorang yang memerangi orang lain, maka ia harus dibunuh. Ketika orang-orang Makkah berkumpul di Masjidil Haram, beliau bertanya: “Bagaimana menurut kalian tentang sikapku kepada kalian?” Mereka menjawab: “Sikap yang baik, saudara yang mulia dan anak saudara yang mulia.” Kemudian beliau berkata: “Silakan pergi, kalian adalah orang-orang yang bebas.” (Al-Umm: 7/382).

Ibnu Umar radhiyallahu anhuma juga menceritakan khutbah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam di depan pintu Ka’bah:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‌خَطَبَ النَّاسَ يَوْمَ ‌فَتْحِ ‌مَكَّةَ، فَقَالَ: ” يَا أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَذْهَبَ عَنْكُمْ عُبِّيَّةَ الجَاهِلِيَّةِ وَتَعَاظُمَهَا بِآبَائِهَا، فَالنَّاسُ رَجُلَانِ: بَرٌّ تَقِيٌّ كَرِيمٌ عَلَى اللَّهِ، وَفَاجِرٌ شَقِيٌّ هَيِّنٌ عَلَى اللَّهِ، وَالنَّاسُ بَنُو آدَمَ، وَخَلَقَ اللَّهُ آدَمَ مِنْ تُرَابٍ “، قَالَ اللَّهُ: {يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ} [الحجرات: 13].

“Bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wasallam berkhutbah saat penaklukan Kota Makkah. Nabi bersabda: “Wahai manusia, sungguh Allah telah menghilangkan kesombongan jahiliyah dan perasaan besar (bangga) dengan keturunan dari kalian. Manusia itu ada 2 (dua) macam. Ada yang berbuat baik, takwa dan mulia kepada Allah. Ada juga yang berbuat fasik (dosa), merugi dan nista. Semua manusia adalah keturunan Adam. Dan Allah ciptakan Adam dari tanah” Allah ta’ala berfirman: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujurat: 13).” (HR. At-Tirmidzi: 3270 dan al-Baihaqi dalam Syuabul Iman: 4767 (7/127). Hadits ini di-hasan-kan oleh al-Albani dalam Shahih al-Jami’ ash-Shaghir, hadits: 7867).

Kepribadian (Syamail) Nabi

Sifat fisik dan perangai Rasulullah shallallahu alaihi wasallam juga sudah diberitakan oleh kitab-kitab terdahulu.

Dalam Kidung Agung (Songs of Solomon) 5: 10-16 (Versi Hebrew Interlinear Bible):

My beloved [is] white and ruddy, the chiefest among ten thousand. His head [is as] the most fine gold, his locks [are] bushy, [and] black as a raven. His eyes [are] as doves on channels of waters, ones being washed with milk, and ones being seated on fullness. His cheeks [are] as a bed of spices, [as] sweet flowers: his lips [like] lilies, dropping sweet smelling myrrh. His hands [are as] gold rings set with the beryl: his belly [is as] bright ivory overlaid [with] sapphires. His legs [are as] pillars of marble, set upon sockets of fine gold: his countenance [is] as Lebanon, excellent as the cedars. His mouth [is] most sweet: yea, he [is] altogether lovely. This [is] my beloved, and this [is] my friend, O daughters of Jerusalem.”

Artinya:

Kekasihku putih dan kemerah-merahan, berdiri di antara sepuluh ribu orang. Kepalanya seperti emas, emas murni, rambutnya berombak dan hitam, sehitam gagak. Matanya bak burung merpati di tepi saluran air, salah satu saluran berisi susu, yang lainnya berisi penuh air jernih. Pipinya bagaikan bedeng rempah-rempah, seperti bunga yang manis. Bibirnya bagaikan bunga lili yang meneteskan mur yang harum. Tangannya bagaikan lingkaran emas dipenuhi permata. Perutnya seperti gading yang cerah, bertabur permata safir. Kakinya bagaikan tiang-tiang marmer putih, bertumpu pada alas emas murni. Perawakannya bagaikan gunung-gunung Libanon, terpilih bagaikan pohon-pohon arasnya. Mulutnya amat manis, segala sesuatunya menyukakan. Demikianlah kekasihku, demikianlah sahabatku, hai putri-putri Yerusalem.”

Penjelasan:

Pertama: ungkapan “Demikianlah kekasihku, demikianlah sahabatku,” menunjukkan kedudukan Rasulullah Muhammad shallallahu alaihi wasallam sebagai ‘Khalil’ dan ‘Habib’ bagi Allah ta’ala.

إِنِّي أَبْرَأُ إِلَى اللَّهِ أَنْ يَكُونَ لِي مِنْكُمْ خَلِيلٌ. فَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى قَدِ ‌اتَّخَذَنِي ‌خَلِيلًا، كَمَا اتَّخَذَ إِبْرَاهِيمَ ‌خَلِيلًا. وَلَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا مِنْ أُمَّتِي ‌خَلِيلًا لَاتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ

“Aku berlepas diri kepada Allah, dari menjadikan salah seorang dari kalian sebagai Khalil (kekasih). Karena Allah Ta’ala telah menjadikan diriku khalil (kekasih paling dekat), sebagaimana  Dia menjadikan Ibrohim sebagai kholil. Jika aku boleh menjadikan dari umatku sebagai khalil, maka aku akan menjadikan Abu Bakar sebagai khalil.” (HR. Muslim: 532 dari Jundub radhiyallahu anhu).

Sedangkan hadits yang menerangkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam adalah Habib dari Allah ta’ala, merupakan hadits yang dhaif (lemah). Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

قَدْ سَمِعْتُ كَلَامَكُمْ وَعَجَبَكُمْ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلُ اللَّهِ وَهُوَ كَذَلِكَ وَمُوسَى نَجِيُّ اللَّهِ وَهُوَ كَذَلِكَ، وَعِيسَى رُوحُهُ وَكَلِمَتُهُ وَهُوَ كَذَلِكَ وَآدَمُ اصْطَفَاهُ اللَّهُ وَهُوَ كَذَلِكَ، ‌أَلَا ‌وَأَنَا ‌حَبِيبُ ‌اللَّهِ وَلَا فَخْرَ، وَأَنَا حَامِلُ لِوَاءِ الحَمْدِ يَوْمَ القِيَامَةِ وَلَا فَخْرَ، وَأَنَا أَوَّلُ شَافِعٍ وَأَوَّلُ مُشَفَّعٍ يَوْمَ القِيَامَةِ وَلَا فَخْرَ، وَأَنَا أَوَّلُ مَنْ يُحَرِّكُ حِلَقَ الجَنَّةِ فَيَفْتَحُ اللَّهُ لِي فَيُدْخِلُنِيهَا وَمَعِي فُقَرَاءُ المُؤْمِنِينَ وَلَا فَخْرَ، وَأَنَا أَكْرَمُ الأَوَّلِينَ وَالآخِرِينَ وَلَا فَخْرَ

“Sungguh aku telah mendengar pembicaraan kalian dan rasa takjub kalian,, sesungguhnya Ibrahim adalah khalil (kekasih) Nya dan dia seperti yang kalian katakan. Begitu juga Musa, ia merupakan orang yang diajak bicara langsung oleh Allah dan dia memang seperti itu, dan Isa, dia adalah kalimatullah dan ruhnya dan dia memang seperti itu, dan Adam yang telah Allah pilih dan dia memang seperti itu, sementara aku adalah kesayangan Allah bukannya membanggakan diri, akulah pembawa bendera pujian pada hari Kiamat, dan bukan bermaksud membanggakan diri, dan aku adalah orang yang pertama kali memberikan syafaat dan yang pertama kali diberi syafaat oleh Allah pada hari kiamat, dan bukan bermaksud membanggakan diri, dan aku adalah orang yang pertama kali menggerakkan rantai surga maka Allah membuka pintu surga dan memasukkan aku kedalamnya bersama orang fakir dari orang-orang yang beriman bukannya bermaksud untuk membanggakan diri, dan aku adalah orang yang paling mullia dari generasi awal hingga akhir disisi Allah bukannya bermaksud untuk membanggakan diri.” (HR. At-Tirmidzi: 3616 dan ad-Darimi dalam Musnadnya: 48 (1/194) dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma. At-Tirmidzi berkata hadits gharib dan juga di-dhaif-kan oleh al-Alabani dalam Dhaif al-Jami’ ash-Shaghir: 4077).

Al-Imam Abu Zakariya an-Nawawi (wafat tahun 676 H) rahimahullah berkata:

قَالَ الْقَاضِي وَجَاءَ فِي أَحَادِيثَ أَنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا وَأَنَا حَبِيبُ اللَّهِ فَاخْتَلَفَ الْمُتَكَلِّمُونَ هَلِ الْمَحَبَّةُ أَرْفَعُ مِنَ الْخُلَّةِ أَمِ الْخُلَّةُ أَرْفَعُ أَمْ هُمَا سَوَاءٌ فَقَالَتْ طَائِفَةٌ هُمَا بِمَعْنًى فَلَا يَكُونُ الْحَبِيبُ إِلَّا ‌خَلِيلًا وَلَا يَكُونُ ‌الْخَلِيلُ إِلَّا حَبِيبًا وَقِيلَ الْحَبِيبُ أَرْفَعُ لِأَنَّهَا صِفَةُ نَبِيِّنَا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقِيلَ ‌الْخَلِيلُ أَرْفَعُ وَقَدْ ثَبَتَتِ الْخُلَّةُ خُلَّةُ نَبِيِّنَا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلَّهِ تَعَالَى بِهَذَا الْحَدِيثِ وَنَفَى أَنْ يَكُونَ لَهُ خَلِيلٌ غَيْرُهُ وَأَثْبَتَ مَحَبَّتَهُ لِخَدِيجَةَ وَعَائِشَةَ وَأَبِيهَا وَأُسَامَةَ وَأَبِيهِ وَفَاطِمَةَ وَابْنَيْهَا وَغَيْرِهِمْ

“Al-Qadhi Iyadh berkata: “Dan telah datang bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam adalah Habibullah, dalam beberapa hadits. Maka para ahlul Kalam berbeda pendapat apakah ‘Mahabbah (Habib)’ itu lebih tinggi daripada ‘Khullah (Khalil)’, ataukah sebaliknya? Ataukah derajatnya sama? Sebagian ulama berpendapat bahwa derajat ‘Habib’ setara dengan derajat ‘Khalil’. Tidaklah disebut ‘Khalil’ kecuali juga disebut ‘Habib’ dan sebaliknya. Ulama lain berpendapat bahwa ‘Habib’ itu lebih tinggi karena merupakan sifat Nabi kita shallallahu alaihi wasallam. Sebagian ulama berpendapat bahwa ‘Khalil’ itu lebih tinggi karena telah shahih penetapan bahwa ‘Khalil’ itu gelar Nabi kita shallallahu alaihi wasallam dan peniadaan gelar tersebut dari selain beliau. Sedangkan telah shahih penetapan ‘Mahabbah’ atau ‘Habib’ untuk Khadijah, Aisyah dan ayahnya (Abu Bakar), Usamah dan ayahnya (Zaid bin Haritsah), Fathimah dan kedua putranya dan orang lainnya.” (Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin al-Hajjaj: 15/151).

Kedua: ucapan “Kekasihku putih dan kemerah-merahan,” merupakan warna kulit Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Anas bin Malik radhiyallahu anhu berkata:

كَانَ ‌رَسُولُ ‌اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‌أَزْهَرَ ‌اللَّوْنِ كَأَنَّ عَرَقَهُ اللُّؤْلُؤُ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kulitnya putih cerah (kemerahan) dan keringatnya bagai kilau mutiara.” (HR. Muslim: 2330).

Dalam riwayat lain disebutkan:

‌أَزْهَرَ ‌اللَّوْنِ، لَيْسَ بِأَبْيَضَ أَمْهَقَ وَلَا آدَمَ

“Kulitnya terang tidak terlalu putih dan tidak pula terlalu kecoklatan.” (HR. Al-Bukhari: 3547).

Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani (wafat tahun 852 H) rahimahullah berkata:

قَوْلُهُ ‌أَزْهَرَ ‌اللَّوْنِ أَيْ أَبْيَضُ ‌مُشَرَّبٌ ‌بِحُمْرَةٍ وَقَدْ وَقَعَ ذَلِكَ صَرِيحًا فِي حَدِيثِ أَنَسٍ مِنْ وَجْهٍ آخَرَ عِنْدَ مُسْلِمٍ وَعِنْدَ سَعِيدِ بْنِ مَنْصُورٍ وَالطَّيَالِسِيِّ وَالتِّرْمِذِيِّ وَالْحَاكِمِ مِنْ حَدِيثِ عَلِيٍّ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَبْيَضَ مُشَرَّبًا بَيَاضُهُ بِحُمْرَةٍ

“Ucapan Anas “kulit beliau itu cerah,” maksudnya adalah putih bercampur kemerahan. Ini diperjelas oleh hadits Anas dari jalan lain riwayat Muslim. Dan dalam riwayat Said bin Manshur, ath-Thayalisi, at-Tirmidzi dan al-Hakim dari hadits Ali bahwa ia berkata: “Adalah Nabi shallallahu alaihi wasallam berwarna putih bercampur kemerahan.” (Fathul Bari Syarh Shahih al-Bukhari: 6/596).

Ketiga: ucapan “berdiri di antara sepuluh ribu orang,” maksudnya adalah Fathu Makkah dimana Rasulullah shallallahu alaihi wasallam disertai 10 ribu kaum muslimin sebagaimana keterangan yang telah lalu.

Keempat: ucapan “Kepalanya seperti emas, emas murni,” menunjukkan bahwa wajah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sangat cerah.

Seseorang pernah bertanya kepada Jabir bin Samurah radhiyallahu anhu tentang wajah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:

وَجْهُهُ ‌مِثْلُ ‌السَّيْفِ؟ قَالَ: لَا، بَلْ كَانَ مِثْلَ الشَّمْسِ وَالْقَمَرِ، وَكَانَ مُسْتَدِيرًا

“Apakah wajah beliau seperti pedang?” Jawab Jabir; “Tidak! Bahkan seperti matahari dan bulan. Wajah beliau juga bulat.” (HR. Muslim: 2344).

Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani (wafat tahun 852 H) rahimahullah berkata:

وَلَمَّا جَرَى التَّعَارُفُ فِي أَنَّ التَّشْبِيهَ بِالشَّمْسِ إِنَّمَا يُرَادُ بِهِ غَالِبًا الْإِشْرَاقُ وَالتَّشْبِيهُ بِالْقَمَرِ إِنَّمَا يُرَادُ بِهِ الْمَلَاحَةُ دُونَ غَيْرِهِمَا أَتَى بِقَوْلِهِ وَكَانَ مُسْتَدِيرًا إِشَارَةً إِلَى أَنَّهُ أَرَادَ التَّشْبِيهَ بِالصِّفَتَيْنِ مَعًا الْحسن والإستدارة

“Ketika perkenalan berlaku dengan cara menyerupakan seseorang dengan matahari untuk memaksudkan wajah yang bersinar dan dengan bulan untuk memaksudkan wajah yang manis (tampan), maka Jabir mengungkapkan dengan ucapan “Wajah beliau bulat,” sebagai bentuk isyarat bahwa beliau memaksudkan penyerupaan dengan dua (2) sifat secara bersamaan, yaitu ketampanan dan bentuk bulat.” (Fathul Bari Syarh Shahih al-Bukhari: 6/573).

Kelima: ucapan “rambutnya berombak dan hitam, sehitam gagak,” dibenarkan oleh hadits Anas bin Malik radhiyallahu anhu

وَكَانَ ‌شَعَرُ ‌النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجِلًا لَا جَعْدَ وَلَا سَبِطَ

“Rambut Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ikal (bergelombang), tidak terlalu lurus dan tidak pula keriting.” (HR. Al-Bukhari: 5906).

Al-Allamah Muhammad bin Yusuf al-Karmani (wafat tahun 786 H) rahimahullah berkata:

و{رجلا} بفتح الراء وكسر الجيم هو الذي بين الجعودة والسبوطة  فالمذكور بعده كالتفسير له

“Rambut ikal atau bergelombang adalah rambut yang berada di antara keriting dan sifat lurus. Maka kedua kata ‘tidak lurus’ dan ‘tidak keriting’ disebutkan setelah kata ‘bergelombang’ seperti penafsiran terhadap kata sebelumnya.” (Al-Kawakib ad-Darari fi Syarh Shahih al-Bukhari: 21/116).

Adapun ungkapan “dan hitam, sehitam gagak,” maka ini menunjukkan hitamnya rambut Rasulullah shallallahu alaihi wasallam seperti warna burung gagak yang hitam sebagaimana diceritakan oleh Anas bin Malik radhiyallahu anhu. Beliau berkata:

‌فَتَوَفَّاهُ ‌اللهُ وَلَيْسَ فِي رَأْسِهِ وَلِحْيَتِهِ عِشْرُونَ ‌شَعَرَةً ‌بَيْضَاءَ

“Beliau diwafatkan oleh Allah sedangkan rambut yang putih di kepala dan jenggot beliau tidak sampai berjumlah dua puluh helai.” (HR. Al-Bukhari: 3548).

Keenam: ungkapan “Matanya bak burung merpati di tepi saluran air, salah satu saluran berisi susu, yang lainnya berisi penuh air jernih,” menunjukkan bahwa mata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam itu bercelak (hitam merpati) di tepi dari bagian putih (susu) mata beliau dan hitam (air jernih) di bagian tengahnya. Jabir bin Samurah radhiyallahu anhu berkata:

وَكُنْتُ إِذَا نَظَرْتُ إِلَيْهِ قُلْتُ: ‌أَكْحَلُ ‌العَيْنَيْنِ وَلَيْسَ ‌بِأَكْحَلَ

“Jika aku melihat kepada beliau (Rasulullah shallallahu alaihi wasallam) maka aku katakan: “Mata beliau hitam di bagian kelopak mata beliau padahal sedang tidak bercelak.” (HR. Ahmad: 20916, at-Tirmidzi: 3645 dan beliau berkata hasan gharib dan Abu Ya’la dalam Musnadnya: 7458 (13/453). Di-shahih-kan oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak: 4196 (2/662) tetapi dibantah oleh adz-Dzahabi karena adanya Hajjaj bin Artha’ah yang lemah).

Bahkan menurut Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu bahwa mata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah:

‌أَدْعَجُ ‌العَيْنَيْنِ، ‌أَهْدَبُ ‌الأَشْفَارِ

“Matanya hitam pekat dan bulu matanya lentik.” (HR. At-Tirmidzi: 3638 dan beliau berkata bahwa sanadnya tidak bersambung, Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannafnya: 31805 (6/328). Di-dhaif-kan oleh al-Albani dalam Mukhtashar asy-Syamail: 5 (16)).

Al-Imam Abul Faraj Ibnul Jauzi (wafat tahun 597 H) rahimahullah berkata:

فِي الحَدِيث ‌أدعج ‌الْعَينَيْنِ والدعج شدَّة سَواد الْعين فِي شدَّة الْبيَاض

“Di dalam hadits bahwa mata beliau itu ‘Ad’aj’, yaitu matanya hitam di tengah bagian putih.” (Gharib al-Hadits: 1/338).

Ketujuh: ungkapan “Pipinya bagaikan bedeng rempah-rempah, seperti bunga yang manis,” menunjukkan begitu manisnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

Hindun bin Abi Halah (anak tiri Rasulullah shallallahu alaihi wasallam) radhiyallahu anha menyifati bentuk pipi beliau dengan:

‌سَهْلَ ‌الْخَدَّيْنِ

“(Beliau itu) rata kedua pipinya (tidak tampak tulang pipinya, pen).” (HR. At-Tirmidzi dalam asy-Syamail: 8 dan al-Baihaqi dalam Syuabul Iman: 2/155. Dan di-dhaif-kan oleh al-Albani dalam Mukhtashar asy-Syamail: 6 (18)).

Abu Hurairah radhiyallahu anhu juga mensifati pipi Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dengan:

‌أَسِيلَ الخَدَّيْنِ شَدِيدَ سَوَادِ الشَّعْرِ

“Begitu lembut kedua pipinya dan sangat hitam rambutnya.” (HR. Al-Baihaqi dalam Dalail an-Nubuwwah: 1/275 dan Ibnu Asakir dalam Tarikh Damsyiq: 3/270. Di-hasan-kan oleh al-Albani dalam Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 4633).

Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani (wafat tahun 852 H) rahimahullah berkata:

وَكَأَنَّ قَوْلَهُ ‌أَسِيلَ ‌الْخَدَّيْنِ هُوَ الْحَامِلُ عَلَى مَنْ سَأَلَ أَكَانَ وَجْهُهُ مِثْلَ السَّيْفِ وَوَقَعَ فِي حَدِيثِ عَلِيٍّ عِنْدَ أَبِي عُبَيْدٍ فِي الْغَرِيبِ وَكَانَ فِي وَجْهِهِ تَدْوِيرٌ قَالَ أَبُو عُبَيْدٍ فِي شَرْحِهِ يُرِيدُ أَنَّهُ لَمْ يَكُنْ فِي غَايَةٍ مِنَ التَّدْوِيرِ بَلْ كَانَ فِيهِ سُهُولَةٌ وَهِيَ أَحْلَى عِنْدَ الْعَرَبِ

“Seolah-olah yang mendorong Abu Hurairah berucap bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam itu sangat lembut kedua pipinya adalah pertanyaan seseorang “Apakah wajah beliau itu seperti pedang?” Sedangkan redaksi hadits Ali pada keterangan Abu Ubaid dalam kitab ‘Gharib al-Hadits’: “Pada wajah beliau itu ada bentuk bulat.” Abu Ubaid berkata dalam Syarhnya: “Ali memaksudkan bahwa wajah Nabi shallallahu alaihi wasallam tidak benar-benar bulat, melainkan pada wajah tersebut terdapat kelembutan. Ungkapan ini lebih manis menurut orang Arab.” (Fathul Bari Syarh Shahih al-Bukhari: 6/573).

Kedelapan: ucapan “Bibirnya bagaikan bunga lili yang meneteskan mur yang harum,” dan juga ucapanMulutnya amat manis,” menunjukkan keindahan mulut Rasulullah shallallahu alaihi wasallam baik secara fisik maupun maknawi.

Jabir bin Samurah radhiyallahu anhu berkata:

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‌ضَلِيعَ ‌الفَمِ، ‌أَشْكَلَ ‌العَيْنَيْنِ، مَنْهُوسَ الْعَقِبِ

“Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam adalah sosok yang memiliki bentuk mulut, relatif besar lagi lebar, Pada putih mata beliau ada sedikit warna merahnya, dan daging yang berada pada tumit beliau hanya sedikit dan tidak banyak.” (HR. Muslim: 2339, at-Tirmidzi: 3646 dan al-Bazzar dalam al-Musnad: 4244 (10/170)).

Al-Allamah Abdul Haqq ad-Dahlawi al-Hanafi (wafat tahun 1052 H) rahimahullah berkata:

قوله: (‌ضليع ‌الفم) أي: عظيمه، كما فسر في الحديث، وفي بعض شروح (الشمائل): إما أن يريد به سعة الفم؛ إذ العرب يمدح به يعني الرجال، ويذم بصغره، وإما أن يريد به قوة الشفتين، وقيل: عظيم الفم كناية عن الفصاحة، وزاد في حديث جابر: ‌ضليع ‌الفم يفتتح الكلام ويختمه بأشداقه، يعني لسعة فمه

“Ucapan “Bibir beliau besar,” maksudnya adalah mulut beliau besar sebagaimana penafsiran hadits. Dan dalam sebagian syarah ‘asy-Syamail’, mungkin yang dimaksud adalah lebarnya mulut beliau karena orang-orang Arab memuji laki-laki yang mulutnya lebar dan membenci orang yang mulutnya kecil. Mungkin juga yang dimaksud adalah kuatnya bibir beliau. Ada yang berpendapat bahwa itu merupakan kiasan dari kefasihan beliau. Dan dalam hadits Jabir terdapat tambahan: “Mulut beliau lebar, membuka dan mengakhiri pembicaraan dengan ucapan yang manis dan menyejukkan karena luasnya lisannya.” (Lama’at at-Tanqih Syarh al-Misykat al-Mashabih: 9/268).

Kesembilan: ucapan “Tangannya bagaikan lingkaran emas dipenuhi permata,” menunjukkan besar dan lebarnya tangan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam baik secara fisik ataupun secara maknawi (sifat dermawan).

Anas bin Malik radhiyallahu anhu berkata:

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‌ضَخْمَ ‌الْيَدَيْنِ وَالْقَدَمَيْنِ حَسَنَ الْوَجْهِ لَمْ أَرَ بَعْدَهُ وَلَا قَبْلَهُ مِثْلَهُ، وَكَانَ بَسِطَ الْكَفَّيْنِ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah seseorang yang tangan dan kakinya besar, bagus wajahnya, saya belum pernah melihat orang yang menyerupainya baik sebelum dan sesudahnya, telapak tangan beliau juga lebar.” (HR. Al-Bukhari: 5907).

Al-Allamah Ibnul Malak al-Karmani al-Hanafi (wafat tahun 854 H) rahimahullah berkata:

وكان ‌بَسِطَ ‌الكفَّين” أي: مبسوطاً ممتداً، قيل: هذا كناية عن جوده وسخاوته فإن العرب تقول للسخي: بسط الكفِّ، وللبخيل: جَعدُ الكفِّ، وشهرة جوده من أحاديث وأخبار أخر لا تنافي الكناية

“Maksud ucapan ‘Telapak tangan beliau lebar’ adalah terbentang memanjang. Ada yang berpendapat bahwa itu adalah kiasan dari sifat dermawan yang dimiliki oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, karena orang Arab menyebut seorang dermawan dengan bertangan lebar dan untuk orang kikir dengan bertangan sempit. Terkenalnya kedermawanan beliau dalam banyak hadits yang lain tidak menafikan (baca: meniadakan, pen) kiasan dalam hadits ini.” (Syarh Mashabih as-Sunnah: 6/216).

Kesepuluh: ucapan “Perutnya seperti gading yang cerah, bertabur permata safir,” menunjukkan bahwa perutnya rata dengan dadanya dan tidak buncit. Keringat yang bercucuran darinya seperti kilau mutiara.

Hindun bin Abi Halah radhiyallahu anha mensifati Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dengan sifat:

مُعْتَدِلَ الْخَلْقِ، بَادِنَ مُتَمَاسِكَ ‌سَوَاءَ ‌الْبَطْنِ وَالصَّدْرِ

“Bentuk tubuh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sangat proporsional, padat berisi, masing-masing anggota tubuh saling bertautan, rata antara perut dan dadanya.” (HR. At-Tirmidzi dalam asy-Syamail: 8 dan al-Baihaqi dalam Syuabul Iman: 2/155. Dan di-dhaif-kan oleh al-Albani dalam Mukhtashar asy-Syamail: 6 (18)).

Sedangkan ungkapan “bertabur permata safir,” menunjukkan indahnya keringat beliau. Anas bin Malik radhiyallahu anhu berkata:

كَانَ ‌رَسُولُ ‌اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‌أَزْهَرَ ‌اللَّوْنِ كَأَنَّ عَرَقَهُ اللُّؤْلُؤُ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kulitnya putih cerah (kemerahan) dan keringatnya bagai kilau mutiara.” (HR. Muslim: 2330).

Kesebelas: ucapan “Kakinya bagaikan tiang-tiang marmer putih, bertumpu pada alas emas murni,” menunjukkan begitu tegapnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam

Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu berkata:

لَمْ يَكُنْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالطَّوِيلِ وَلَا بِالقَصِيرِ شَثْنَ الكَفَّيْنِ وَالقَدَمَيْنِ، ضَخْمَ الرَّأْسِ، ضَخْمَ الكَرَادِيسِ طَوِيلَ المَسْرُبَةِ، إِذَا ‌مَشَى تَكَفَّأَ تَكَفُّؤًا كَأَنَّمَا ‌يَنْحَطُّ ‌مِنْ ‌صَبَبٍ لَمْ أَرَ قَبْلَهُ وَلَا بَعْدَهُ مِثْلَهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berpostur tidak terlalu tinggi, tidak terlalu pendek, kedua telapak tangan dan kedua telapak kakinya kasar, bentuk kepalanya besar, tulang belulangnya besar, bulu rambut dadanya panjang, dan apabila berjalan, maka beliau berjalan tegap ke depan seakan-akan menuruni tempat yang rendah. Aku tidak pernah melihat orang seperti beliau shallallahu ‘alaihi wasallam sebelum ataupun sesudahnya.” (HR. At-Tirmidzi: 3637 dan ia berkata hasan shahih dan Abu Ya’al dalam Musnadnya: 370 (1/304). Di-shaih-kan oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak: 4194 (2/662) dan disepakati oleh adz-Dzahabi).

Al-Allamah Ibnul Malak al-Karmani al-Hanafi (wafat tahun 727 H) rahimahullah berkata

قوله: “إذا ‌مشى تَكَفّأَ”، (تَكَفَّأَ) في المشي: إذا رفعَ رِجْلَه من الأرض ثم وَضَعها؛ يعني: كان رسول الله – صلى الله عليه وسلم – يرفَعُ قدمَه من الأرض عند المشي، ولا يمسَحُ قدمَه على الأرضِ كمن يمشي عن التبختر والاختيال

“Ucapan Ali “apabila berjalan, maka beliau berjalan tegap ke depan,” maksudnya bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam jika berjalan mengangkat kakinya dari tanah kemudian meletakkannya, maksudnya bahwa beliau jika berjalan, mengangkat telapak kakinya dan tidak menyeretkan ke tanah, sebagaimana orang yang berjalan dengan kesombongan.” (Syarh Mashbih as-Sunnah: 5/146).

Kedua belas: ucapan “Perawakannya bagaikan gunung-gunung Libanon, terpilih bagaikan pohon-pohon arasnya,” menunjukkan begitu gagah dan pemberaninya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Perumpamaan dengan Gunung Lebanon digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang besar atau gagah.

Al-Imam Abu Manshur al-Azhari (wafat tahun 370 H) rahimahullah berkata:

وَقَالَ ابْن الأعرابيّ: قَالَ رجُلٌ من الْعَرَب لآخر: لي إِلَيْك حُوَيجة. فَقَالَ: لَا أَقْضيها حَتَّى تكون لُبْنانيّة، أَي عَظِيمَة مثل ‌لُبنان، وَهُوَ اسْم ‌جَبل

“Ibnul A’arbi berkata: “Seseorang Arab berkata kepada yang lainnya: “Aku mempunyai hajat kecil kepadamu.” Maka ia menjawab: “Aku tidak akan memenuhinya sampai menjadi besar seperti Gunung Lebanon.” (Tahdzib al-Lughah: 15/262).

Sedangkan kegagahan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam digambarkan oleh al-Bara’ bin Azib radhiyallahu anhu:

كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلًا مَرْبُوعًا، ‌بَعِيدَ مَا بَيْنَ ‌الْمَنْكِبَيْنِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam itu berperawakan sedang, berpundak bidang.” (HR. Al-Bukhari: 3551 dan Muslim: 2337).

Sedangkan ucapan “terpilih bagaikan pohon-pohon arasnya,” menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah manusia pilihan.  Ini mengisyaratkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:

إِنَّ اللهَ ‌اصْطَفَى ‌كِنَانَةَ مِنْ وَلَدِ إِسْمَاعِيلَ، وَاصْطَفَى قُرَيْشًا مِنْ ‌كِنَانَةَ، وَاصْطَفَى مِنْ قُرَيْشٍ بَنِي هَاشِمٍ، وَاصْطَفَانِي مِنْ بَنِي هَاشِمٍ

“Sesungguhnya Allah telah memilih Kinanah dari anak keturunan Isma’il dan memilih Quraisy dari Kinanah dan memilih Hasyim dari suku Quraisy serta memilihku dari Bani Hasyim.” (HR. Muslim: 2276 dan at-Tirmidzi: 3606 dari Watsilah bin al-Asqa’ radhiyallahu anhu).

Perlu diketahui bahwa di dalam kitab para nabi alaihimussalam ‘pohon aras’ (sejenis pinus atau cedar) sendiri merupakan pohon pilihan. Disebutkan dalam Mazmur 92: 12:

Orang benar akan bertunas seperti pohon korma, akan tumbuh subur seperti pohon aras di Libanon;”

Akan tetapi di dalam hadits Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, pohon aras dijadikan perumpamaan bagi orang kafir. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

مَثَلُ الْمُؤْمِنِ كَمَثَلِ ‌الْخَامَةِ مِنَ الزَّرْعِ، تُفَيِّئُهَا الرِّيحُ، تَصْرَعُهَا مَرَّةً وَتَعْدِلُهَا أُخْرَى حَتَّى تَهِيجَ، وَمَثَلُ الْكَافِرِ كَمَثَلِ ‌الْأَرْزَةِ الْمُجْذِيَةِ عَلَى أَصْلِهَا، لَا يُفَيِّئُهَا شَيْءٌ حَتَّى يَكُونَ انْجِعَافُهَا مَرَّةً وَاحِدَةً

“Permisalan seorang Mukmin adalah seperti tangkai tanaman yang baru tumbuh. Ia bergoyang sesuai tiupan angin yang menerpanya. Ketika angin sudah tenang, ia kembali seperti semula. Itulah bala’ (bencana). Sedangkan orang kafir itu seperti pohon Aras yang keras dan lurus, sampai akhirnya Allah patahkan ia sesuai kehendak-Nya.” (HR. Muslim: 2810 dari Ka’ab bin Malik radhiyallahu anhu).

Al-Imam Abu Ubaid al-Qasim bin Salam (wafat tahun 224 H) rahimahullah berkata:

إنما هي “‌الأرزة” -بتسكين الراء- وهو شجر معروف بالشام، وقد رأيته. يقال له الأرز واحدتها أرزة، وهو الذي يسمى “بالعراق” الصنوبر، وإنما الصنوبر ثمر الأرز، فسمي الشجر صنوبرًا من أجل ثمره

“Pohon Aras (sejenis pinus) merupakan pohon yang dikenal di Syam dan aku telah melihatnya. Di Iraq disebut juga dengan pohon Sanobar. Sanobar adalah buah dari pohon Aras. Maka pohon dinamai dengan buahnya.” (Gharib al-Hadits: 3/121).

Ketiga belas: ucapan “segala sesuatunya menyukakan,” merupakan terjemahan dari kata ‘Muhammad’ ( מחמד ) dalam bahasa Ibrani.

Transliterasi: “Hikvō mamətaqq’m vəkullvō mahămad’m zeh dvōd’ vəzeh rē’’ bənvōt yər’ālāim,”

Terjemahan bebasnya: “Teramat manis tutur katanya, ia adalah mahămad’m. Inilah kekasihku dan sahabatku, O puteri-puteri Yerusalem.”

Aku Tidak Bisa Membaca

Di antara sifat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dalam kitab-kitab mereka adalah beliau adalah nabi yang ummi, yang tidak bisa membaca dan menulis.

Disebutkan dalam Yesaya 29: 12:

Dan apabila kitab itu diberikan kepada seorang yang tidak dapat membaca dengan mengatakan: “Baiklah baca ini,” maka ia akan menjawab: “Aku tidak dapat membaca.”

Penjelasan:

Ayat dalam kitab Nabi Yesaya alaihissalam di atas dibenarkan oleh al-Quran. Allah ta’ala berfirman:

‌اقْرَأْ ‌بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ () خَلَقَ الْإِنْسانَ مِنْ عَلَقٍ () اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ () الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَم ِ() عَلَّمَ الْإِنْسانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-Alaq: 1-5).

Dalam hadits yang panjang, Aisyah Ummul Mukminin radhiyallahu anha bercerita:

حَتَّى جَاءَهُ الحَقُّ وَهُوَ فِي غَارِ حِرَاءٍ، فَجَاءَهُ المَلَكُ فَقَالَ: اقْرَأْ، قَالَ: «‌مَا ‌أَنَا ‌بِقَارِئٍ»، قَالَ: ” فَأَخَذَنِي فَغَطَّنِي حَتَّى بَلَغَ مِنِّي الجَهْدَ ثُمَّ أَرْسَلَنِي، فَقَالَ: اقْرَأْ، قُلْتُ: ‌مَا ‌أَنَا ‌بِقَارِئٍ، فَأَخَذَنِي فَغَطَّنِي الثَّانِيَةَ حَتَّى بَلَغَ مِنِّي الجَهْدَ ثُمَّ أَرْسَلَنِي، فَقَالَ: اقْرَأْ، فَقُلْتُ: ‌مَا ‌أَنَا ‌بِقَارِئٍ، فَأَخَذَنِي فَغَطَّنِي الثَّالِثَةَ ثُمَّ أَرْسَلَنِي، فَقَالَ: {اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ. خَلَقَ الإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ. اقْرَأْ وَرَبُّكَ الأَكْرَمُ} [العلق: 2] .

“Sampai akhirnya datang Al Haq saat Beliau di gua Hira. Malaikat Jibril datang dan berkata: “Bacalah!” Beliau menjawab: “Aku tidak bisa membaca.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan: Maka Malaikat itu memegangku dan memelukku sangat kuat kemudian melepaskanku dan berkata lagi: “Bacalah!” Beliau menjawab: “Aku tidak bisa membaca.” Maka Malaikat itu memegangku dan memelukku sangat kuat kemudian melepaskanku dan berkata lagi: “Bacalah!” Beliau menjawab: “Aku tidak bisa membaca.” Malaikat itu memegangku kembali dan memelukku untuk ketiga kalinya dengan sangat kuat lalu melepaskanku, dan berkata lagi: (Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah).” (QS. Al-Alaq: 1-5).” (HR. Al-Bukhari: 3 dan Muslim: 160).

Bangsa Ummiyun

Bangsa Arab tempat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam diutus merupakan bangsa yang ummi yang tidak mengenal baca tulis.

Disebutkan dalam Ulangan (Deuteronomy) 32: 21 versi King James:

“They have moved me to jealousy with that which is not God; they have provoked me to anger with their vanities: and I will move them to jealousy with those which are not a people; I will provoke them to anger with a foolish nation.”

Artinya:

“Mereka (Bani Israil, pen) membangkitkan cemburu-Ku dengan yang bukan Tuhan, mereka menimbulkan sakit hati-Ku dengan berhala mereka. Sebab itu Aku akan membangkitkan cemburu mereka dengan yang bukan umat, dan akan menyakiti hati mereka dengan sebuah bangsa yang bodoh (bebal).”

Penjelasan:

Pertama: pengertian kata ‘foolish’ dan ‘stupid’ mempunyai konotasi yang berbeda, meskipun artinya sama, yaitu ‘bodoh’. Disebutkan bahwa ‘foolish’ is Lacking good sense or judgement; unwise (kurangnya kemampuan untuk menilai secara bijaksana) sedangkan ‘stupid’ is Lacking in intelligence or exhibiting the quality of having been done by someone lacking in intelligence (kurangnya kecerdasan atau menunjukkan kualitas hasil pekerjaan seseorang yang kurang dalam hal kecerdasan). (https://wikidiff.com/foolish/stupid).

Kedua: sebuah bangsa yang ‘foolish’ atau bodoh (bebal) adalah bangsa Arab atau bangsa yang Ummi (buta huruf) tempat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam diutus. Allah ta’ala berfirman:

هُوَ الَّذِي ‌بَعَثَ ‌فِي ‌الْأُمِّيِّينَ رَسُولاً مِنْهُمْ يَتْلُوا عَلَيْهِمْ آياتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلالٍ مُبِينٍ

“Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata,” (QS. Al-Jumuah: 2).

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

إِنَّا ‌أُمَّةٌ ‌أُمِّيَّةٌ، لَا نَكْتُبُ وَلَا نَحْسُبُ، الشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا» يَعْنِي مَرَّةً تِسْعَةً وَعِشْرِينَ، وَمَرَّةً ثَلَاثِينَ

“Kita ini adalah ummat yang ummi, yang tidak biasa menulis dan juga tidak menghitung satu bulan itu jumlah harinya segini dan segini, yaitu sekali berjumlah dua puluh sembilan dan sekali berikutnya tiga puluh hari.” (HR. Al-Bukhari: 1913, Muslim: 1080 dan Abu Dawud: 2319 dari Ibnu Umar radhiyallahu anhuma).

Kekuasaan Umat Islam

Kekuasaan kaum muslimin akan mencapai seluruh penjuru bumi dan seluruh bangsa.

Dalam kitab Nabi Danial alaihissalam 2: 44-45 disebutkan:

“Tetapi pada zaman raja-raja, Allah semesta langit akan mendirikan suatu kerajaan yang tidak akan binasa sampai selama-lamanya, dan kekuasaan tidak akan beralih lagi kepada bangsa lain: kerajaan itu akan meremukkan segala kerajaan dan menghabisinya, tetapi kerajaan itu sendiri akan tetap untuk selama-lamanya, tepat seperti yang tuanku lihat, bahwa tanpa perbuatan tangan manusia sebuah batu terungkit lepas dari gunung dan meremukkan besi, tembaga, tanah liat, perak dan emas itu. Allah yang maha besar telah memberitahukan kepada tuanku raja apa yang akan terjadi di kemudian hari; mimpi itu adalah benar dan maknanya dapat dipercayai.”

Dalam Danial 7: 13-14 disebutkan:

Aku terus memperhatikan dalam penglihatan pada malam hari itu. Tampaklah seorang seperti Anak Manusia datang dengan awan-awan langit. Ia sampai kepada Yang Abadi dan dibawa ke hadirat-Nya. Lalu diberikan kepadanya kekuasaan dan kemuliaan dan kekuasaan sebagai raja, maka orang-orang dari segala bangsa, suku bangsa dan bahasa mengabdi kepadanya. Kekuasaannya ialah kekuasaan yang kekal, yang tidak akan lenyap, dan kerajaannya ialah kerajaan yang tidak akan musnah.”

Dalam Yesaya 59: 19 juga disebutkan:

“Maka orang akan takut kepada nama TUHAN di tempat matahari terbenam dan kepada kemuliaan-Nya di tempat matahari terbit, sebab Ia akan datang seperti arus dari tempat yang sempit, yang didorong oleh nafas TUHAN.”

Penjelasan:

Pertama: ungkapan “kerajaan itu akan meremukkan segala kerajaan dan menghabisinya, tetapi kerajaan itu sendiri akan tetap untuk selama-lamanya,” dan juga ungkapan “Lalu diberikan kepadanya kekuasaan dan kemuliaan dan kekuasaan sebagai raja, maka orang-orang dari segala bangsa, suku bangsa dan bahasa mengabdi kepadanya,” juga dibenarkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Beliau bersabda:

إِنَّ اللهَ زَوَى لِي الْأَرْضَ، فَرَأَيْتُ مَشَارِقَهَا وَمَغَارِبَهَا، وَإِنَّ أُمَّتِي سَيَبْلُغُ مُلْكُهَا مَا زُوِيَ لِي مِنْهَا، ‌وَأُعْطِيتُ ‌الْكَنْزَيْنِ الْأَحْمَرَ وَالْأَبْيَضَ

“Sesungguhnya Allah menghimpun bumi untukku lalu aku melihat timur dan baratnya dan sesungguhnya kekuasaan ummatku akan mencapai yang dihimpunkan untukku, aku diberi dua harta simpanan; merah dan putih,” (HR. Muslim: 2889 dari Tsauban radhiyallahu anhu).

Al-Imam Abus Sa’adat Ibnul Atsir al-Jazari (wafat tahun 606 H) rahimahullah menjelaskan:

وَفِيهِ «أُعْطِيتُ ‌الكَنْزَين ‌الأحْمَر ‌والأَبْيَض» فالأحْمرُ مُلك الشَّامِ، والأَبْيَض مُلك فَارِسَ. وَإِنَّمَا قَالَ لِفَارِسَ الْأَبْيَضَ لِبَيَاضِ ألْوَانهم وَلِأَنَّ الْغَالِبَ عَلَى أَمْوَالِهِمُ الفِضَّة، كَمَا أَنَّ الْغَالِبَ عَلَى أَلْوَانِ أَهْلِ الشَّامِ الحُمرة وَعَلَى أمْوالهم الذَّهَب

“Di hadits terdapat lafazh, “aku diberi dua harta simpanan; merah dan putih,” Merah adalah kerajaan Syam (Byzantium, pen) dan putih adalah kerajaan Persia. Kerajaan Persia disebut ‘Putih’ karena warna mereka adalah putih dan keumuman mata uang mereka adalah perak (Dirham, pen). Sebagaimana warna orang-orang Syam adalah merah dan mata uang mereka adalah emas (Dinar, pen).” (An-Nihayah fi Gharib al-Hadits wa al-Atsar: 1/172).

Al-Bara’ bin Azib radhiyallahu anhu juga berkata:

أَمَرَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِحَفْرِ الْخَنْدَقِ، قَالَ: وَعَرَضَ لَنَا صَخْرَةٌ فِي مَكَانٍ مِنَ الخَنْدَقِ، لَا تَأْخُذُ فِيهَا الْمَعَاوِلُ، قَالَ: فَشَكَوْهَا إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَجَاءَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ عَوْفٌ:، وَأَحْسِبُهُ قَالَ: وَضَعَ ثَوْبَهُ ثُمَّ هَبَطَ إِلَى الصَّخْرَةِ، فَأَخَذَ الْمِعْوَلَ فَقَالَ: ” بِسْمِ اللهِ ” فَضَرَبَ ضَرْبَةً فَكَسَرَ ثُلُثَ الْحَجَرِ، وَقَالَ: ” اللهُ أَكْبَرُ أُعْطِيتُ مَفَاتِيحَ الشَّامِ، وَاللهِ إِنِّي لَأُبْصِرُ قُصُورَهَا الْحُمْرَ مِنْ مَكَانِي هَذَا “. ثُمَّ قَالَ: ” بِسْمِ اللهِ ” وَضَرَبَ أُخْرَى فَكَسَرَ ثُلُثَ الْحَجَرِ فَقَالَ: ” اللهُ أَكْبَرُ، أُعْطِيتُ مَفَاتِيحَ فَارِسَ، وَاللهِ إِنِّي لَأُبْصِرُ الْمَدَائِنَ، وَأُبْصِرُ قَصْرَهَا الْأَبْيَضَ مِنْ مَكَانِي هَذَا ” ثُمَّ قَالَ: ” بِسْمِ اللهِ ” وَضَرَبَ ضَرْبَةً أُخْرَى فَقَلَعَ بَقِيَّةَ الْحَجَرِ فَقَالَ: ” اللهُ أَكْبَرُ أُعْطِيتُ مَفَاتِيحَ الْيَمَنِ، وَاللهِ إِنِّي لَأُبْصِرُ أَبْوَابَ صَنْعَاءَ مِنْ مَكَانِي هَذَا”

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk menggali parit (khandaq). Kemudian dalam parit itu, terdapat batu yang tidak bisa kami pecahkan, maka kami melaporkannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun datang dan meletakkan bajunya, lalu menghampiri batu tersebut. Beliau mengambil palu dan membaca: “Bismillah.” Lalu beliau memukulnya, sehingga sepertiga dari batu itu pun terpecah. Maka setelah itu beliau bersabda: “Allahu Akbar (Allah Maha Besar), aku telah diberi Allah kunci-kunci Syam. Demi Allah, aku benar-benar dapat melihat istananya yang merah, dari tempatku ini.” Kemudian beliau membaca: “Bismillah.” Lalu memukul batu itu kembali sehingga sepertiga dari batu pecah lagi. Setelah itu beliau bersabda: “Allahu Akbar (Allah Maha Besar), aku telah diberi kunci-kunci Persia. Demi Allah, aku benar-benar melihat kota-kotanya dan aku dapat melihat istananya yang berwarna putih dari tempatku ini.” Kemudian beliau membaca lagi: “Bismillah.” Beliau kembali memukulnya dengan pukulan yang lain, sehingga pecahlah semua batu itu. Selanjutnya beliau bersabda: “Allahu Akbar (Allah Maha Besar), aku telah diberi kunci-kunci Yaman, sehingga aku dapat melihat pintu-pintu Shan’a dari tempatku ini.” (HR. Ahmad: 18694, Abu Ya’la dalam Musnadnya: 1685 (3/244) dan Abu Nuaim dalam Dalail an-Nubuwah: 430 (499). Isnad-nya di-hasan-kan oleh al-Hafizh dalam Fathul Bari: 7/397).

Kedua: ungkapan “dalam penglihatan pada malam hari itu. Tampaklah seorang seperti Anak Manusia datang dengan awan-awan langit. Ia sampai kepada Yang Abadi dan dibawa ke hadirat-Nya,” merujuk kepada peristiwa Mi’raj Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan akan dibahas pada bab Kisah Isra’ dan Mi’raj.

Ketiga: keterangan Yesaya 59: 19 tentang “Maka orang akan takut kepada nama TUHAN di tempat matahari terbenam dan kepada kemuliaan-Nya di tempat matahari terbit,” juga dibenarkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

لَيَبْلُغَنَّ هَذَا الْأَمْرُ مَا بَلَغَ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ، وَلَا يَتْرُكُ اللهُ بَيْتَ مَدَرٍ وَلَا وَبَرٍ إِلَّا أَدْخَلَهُ اللهُ هَذَا الدِّينَ، بِعِزِّ عَزِيزٍ أَوْ بِذُلِّ ذَلِيلٍ، عِزًّا يُعِزُّ اللهُ بِهِ الْإِسْلَامَ، وَذُلًّا يُذِلُّ اللهُ بِهِ الْكُفْرَ

“Sesungguhnya agama ini akan sampai ke semua tempat yang sampai padanya siang dan malam. Allah tidak akan melewatkan satu rumah pun baik di kota atau pedesaan, kecuali Allah akan memasukkan agama ini ke dalamnya, dengan kemuliaan orang yang mulia atau dengan kehinaan orang yang hina. Mulia karena Allah memuliakannya dengan Islam, dan hina karena Allah menghinakannya dengan kekafiran.” (HR. Ahmad: 16957 dan al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubra: 18619 (9/305) dari Tamim ad-Dari radhiyallahu anhu. Menurut al-Haitsami, perawi Ahmad adalah perawi ash-Shahih. Lihat al-Majma’: 9807 (6/14)).

Penyempurna Batu Bangunan

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam diutus untuk menyempurnakan ajaran para nabi sebelum beliau alaihimussalam. Beliau diumpamakan sebagai batu penjuru atau batu penyempurna bangunan.

Disebutkan dalam Mazmur 118: 22-23:

“Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru. Hal itu terjadi dari pihak TUHAN, suatu perbuatan ajaib di mata kita.

Ayat dalam Mazmur (Zabur) di atas dibacakan oleh Nabi Isa alaihissalam kepada para sahabat beliau sebagaimana dalam Perjanjian Baru, Matius 21: 42-43:

“Kata Yesus kepada mereka: “Belum pernahkah kamu baca dalam Kitab Suci: “Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru: hal itu terjadi dari pihak Tuhan, suatu perbuatan ajaib di mata kita. Sebab itu, Aku berkata kepadamu, bahwa Kerajaan Allah akan diambil dari padamu dan akan diberikan kepada suatu bangsa yang akan menghasilkan buah kerajaan itu.”

Penjelasan:

Pertama: keterangan di atas dibenarkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Beliau bersabda:

إِنَّ مَثَلِي وَمَثَلَ الْأَنْبِيَاءِ مِنْ قَبْلِي كَمَثَلِ رَجُلٍ بَنَى بَيْتًا فَأَحْسَنَهُ وَأَجْمَلَهُ إِلَّا مَوْضِعَ ‌لَبِنَةٍ مِنْ ‌زَاوِيَةٍ فَجَعَلَ النَّاسُ يَطُوفُونَ بِهِ وَيَعْجَبُونَ لَهُ وَيَقُولُونَ هَلَّا وُضِعَتْ هَذِهِ اللَّبِنَةُ قَالَ فَأَنَا اللَّبِنَةُ وَأَنَا خَاتَمُ النَّبِيِّينَ

“Perumpamaanku dan nabi-nabi sebelumku seperti seseorang yang membangun suatu rumah lalu dia membaguskannya dan memperindahnya kecuali ada satu labinah (tempat lubang batu bata yang tertinggal belum diselesaikan) yang berada di penjuru (pojok) rumah tersebut, lalu manusia mengelilinginya dan mereka terkagum-kagum (merasa ajaib, pen) sambil berkata; “Duh seandainya ada orang yang meletakkan labinah (batu bata) di tempatnya ini.” Beliau bersabda: “Maka akulah labinah (batu bata) itu dan aku adalah penutup para nabi.” (HR. Al-Bukhari: 3535 dan Muslim: 2286 dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu).

Kedua: ucapan Nabi Isa alaihissalam “Aku berkata kepadamu, bahwa Kerajaan Allah akan diambil dari padamu dan akan diberikan kepada suatu bangsa yang akan menghasilkan buah kerajaan itu,” yang dimaksud dengan ‘suatu bangsa’ adalah umat Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam. Allah ta’ala berfirman:

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحاتِ ‌لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْناً يَعْبُدُونَنِي لا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئاً وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذلِكَ فَأُولئِكَ هُمُ الْفاسِقُونَ

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. An-Nur: 55).

Al-Hafizh Abul Fida’ Ibnu Katsir (wafat tahun 774 H) rahimahullah berkata:

هَذَا وَعْدٌ مِنَ اللَّهِ لِرَسُولِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ . بِأَنَّهُ سَيَجْعَلُ أُمَّتَهُ خُلَفَاءَ الْأَرْضِ، أَيْ: أئمةَ النَّاسِ والولاةَ عَلَيْهِمْ، وَبِهِمْ تَصْلُحُ  الْبِلَادُ، وَتَخْضَعُ لَهُمُ الْعِبَادُ

“Ini adalah janji dari Allah kepada rasul-Nya shallallahu alaihi wasallam, bahwa Allah akan menjadikan umat beliau sebagai khalifah (penguasa) bumi, yakni: sebagai pemimpin bagi manusia dan penguasa bagi mereka. Dengan dipimpi oleh umat beliau, negeri-negeri menjadi dan hamba-hamba menjadi tunduk kepada mereka.” (Tafsir al-Quran al-Azhim: 6/77).

Al-Imam Muhyissunnah Abu Muhammad al-Baghawi (wafat tahun 510 H) rahimahullah berkata:

قَالَ قَتَادَةُ: {كَمَا اسْتَخْلَفَ} دَاوُدَ وَسُلَيْمَانَ وَغَيْرَهُمَا مِنَ الْأَنْبِيَاءِ. وَقِيلَ: “كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ” أَيْ: بَنِي إِسْرَائِيلَ حَيْثُ أَهْلَكَ الْجَبَابِرَةَ بِمِصْرَ وَالشَّامِ وَأَوْرَثَهُمْ أَرْضَهُمْ وَدِيَارَهُمْ

“Qatadah berkata: “Maksud “sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa,” adalah Dawud, Sulaiman dan nabi-nabi lainnya.” Ulama lain menyatakan bahwa yang dimaksud dengan “sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa,” adalah Bani Israil ketika mereka berhasil menghancurkan penguasa-penguasa bengis di Mesir dan Syam dan Allah wariskan tanah dan negeri mereka kepada Bani Israil.” (Ma’alim at-Tanzil fi Tafsir al-Quran: 6/58).

Jadi Allah ta’ala akan menjadikan kaum muslimin menjadi bangsa yang berkuasa sebagaimana  Bani Israil berkuasa pada masa sebelum mereka.

Hijrah ke Madinah dan Perang Badar

Hijrahnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam beserta kaum muslimin dari Makkah ke kota Madinah sudah diberitakan dalam kitab terdahulu. Dalam Nabi Kitab Yesaya alaihissalam 21: 13-17 disebutkan:

“Di belukar di Arabia kamu akan bermalam, hai kafilah-kafilah orang Dedan! Hai penduduk tanah Tema, keluarlah, bawalah air kepada orang yang haus, pergilah, sambutlah orang pelarian dengan roti! Sebab mereka melarikan diri terhadap pedang, ya terhadap pedang yang terhunus, terhadap busur yang dilentur, dan terhadap kehebatan peperangan. Sebab beginilah firman Tuhan kepadaku: “Dalam setahun lagi, menurut masa kerja prajurit upahan, maka segala kemuliaan Kedar akan habis. Dan dari pemanah-pemanah yang gagah perkasa dari bani Kedar, akan tinggal sejumlah kecil saja, sebab TUHAN, Allah Israel, telah mengatakannya.”

Penjelasan:

Pertama: ucapan “Hai penduduk tanah Tema,” merujuk kepada kaum Yahudi yang menghuni kota Tema. Sebuah kota yang terletak di sebelah utara kota Madinah.

Al-Allamah Yaqut al-Hamawi (wafat tahun 626 H) rahimahullah berkata:

‌‌‌‌‌تَيْماءُ: بالفتح والمدّ: بليد في أطراف الشام، بين الشام ووادي القرى، على طريق حاجّ الشام ودمشق، والأبلق الفرد حصن السموأل بن عادياء اليهودي مشرف عليها، فلذلك كان يقال لها ‌تيماء اليهودي

“Taima: sebuah negeri kecil di ujung selatan Syam, terletak di antara Syam dan Wadil Qura, pada jalur haji orang Syam dan Damaskus (sekarang termasuk wilayah kerajaan Saudi sebelah utara, pen). Sedangkan ‘al-Ablaq al-Fard’ (sebelah tenggara Taima) adalah benteng Samual bin Adiyat al-Yahudi, pemimpin kota Taima. Oleh karena itu disebut pula dengan Taima al-Yahudi.” (Mu’jam al-Buldan: 2/67).

Kedua: ucapan “keluarlah, bawalah air kepada orang yang haus, pergilah, sambutlah orang pelarian dengan roti!” adalah perintah Allah ta’ala melalui lesan Nabi Yesaya alaihissalam, kepada kaum Yahudi Taima agar menyambut dan menolong Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang hijrah dari kota Makkah ke Yatsrib.

Allah ta’ala berfirman:

فَالَّذِينَ آمَنُوا بِهِ وَعَزَّرُوهُ ‌وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُوا النُّورَ الَّذِي أُنْزِلَ مَعَهُ أُولئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

“Maka orang-orang (dari kalangan Bani Israil, pen) yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-A’raf: 157).

Namun kenyataannya, kaum Yahudi Taima tidak mau beriman dan menolong Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

Al-Allamah Abul Faraj Qudamah bin Ja’far al-Baghdadi (wafat tahun 337 H) rahimahullah berkata:

لما بلغ ‌تيماء ما وطئ به رسول الله عليه السلام أهل وادي القرى ‌صالحوه على الجزية فأقاموا ببلادهم وأرضوهم في أيديهم. ولما أجلى عمر اليهود قيل انه أجلاهم مع أهل فدك وخيبر

“Ketika Yahudi Taima mendengar berita bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berhasil menguasai Wadil Qura, maka Yahudi Taima mengajukan perdamaian kepada beliau dengan menyerahkan jizyah (upeti, pen). Maka mereka hidup di negeri mereka dan tanah mereka tetap menjadi milik mereka. Ketika Amirul Mukminin Umar radhiyallahu anhu mengusir kaum Yahudi (Madinah, pen), maka dikatakan bahwa Umar juga mengusir Yahudi Taima bersama Yahudi Fadak dan Yahudi Khaibar.” (Al-Kharaj wa Shina’ah al-Kitab: 261).

Ketiga: ucapan “mereka melarikan diri terhadap pedang, ya terhadap pedang yang terhunus, terhadap busur yang dilentur,” maksudnya adalah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan kaum Muhajirin. Mereka berhijrah dari Makkah ke Madinah untuk menyelamatkan agama mereka.

Allah ta’ala berfirman:

‌وَإِذْ ‌يَمْكُرُ ‌بِكَ الَّذِينَ كَفَرُوا لِيُثْبِتُوكَ أَوْ يَقْتُلُوكَ أَوْ يُخْرِجُوكَ وَيَمْكُرُونَ وَيَمْكُرُ اللَّهُ وَاللَّهُ خَيْرُ الْماكِرِينَ

“Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya.” (QS. Al-Anfal: 30).

Mereka yang melarikan diri bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam disebut kaum Muhajirin. Allah ta’ala berfirman:

لِلْفُقَراءِ الْمُهاجِرِينَ الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيارِهِمْ وَأَمْوالِهِمْ يَبْتَغُونَ فَضْلاً مِنَ اللَّهِ وَرِضْواناً وَيَنْصُرُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ

“(Juga) bagi orang fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya dan mereka menolong Allah dan RasulNya. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. Al-Hasyr: 8).

Dan kaum yang menolong beliau dan memberikan air, roti dan tumpangan adalah kaum Anshar. Allah ta’ala berfirman:

وَالَّذِينَ تَبَوَّؤُا الدَّارَ وَالْإِيمانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كانَ بِهِمْ خَصاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

“Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) ‘mencintai’ orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung.” (QS. Al-Hasyr: 9).

Keempat: ucapan Nabi Yesaya alaihissalam “Dalam setahun lagi, menurut masa kerja prajurit upahan, maka segala kemuliaan Kedar akan habis. Dan dari pemanah-pemanah yang gagah perkasa dari bani Kedar, akan tinggal sejumlah kecil saja,” maksudnya adalah perang Badar karena perang Badar terjadi pada tahun kedua Hijriyah.

Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani (wafat tahun 852 H) himahullah berkata:

أَمَّا ‌غَزْوَةُ ‌بَدْرٍ فِي الثَّانِيَةِ؛ فَمُتَّفَقٌ عَلَيْهِ بَيْنَ أَهْلِ السِّيَرِ: ابْنُ إِسْحَاقَ وَمُوسَى بْنُ عُقْبَةَ وَأَبُو الْأَسْوَدِ وَغَيْرُهُمْ، وَاتَّفَقُوا عَلَى أَنَّهَا كَانَتْ فِي رَمَضَانَ. قَالَ ابْنُ عَسَاكِرَ: وَالْمَحْفُوظُ أَنَّهَا كَانَتْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ

“Adapun terjadinya perang Badar pada tahun ke-2 dari hijrahnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, maka itu telah menjadi konsensus (kesepakatan) ahli sejarah Islam; Ibnu Ishaq, Musa bin Uqbah, Abul Aswad dan lainnya. Mereka bersepakat bahwa perang Badar terjadi pada bulan Ramadhan. Ibnu Asakir menyatakan bahwa menurut riwayat yang shahih perang Badar terjadi pada hari Jumat.” (At-Talkhish al-Habir fi Takhrij Ahadits ar-Rafi’i al-Kabir: 4/240).

Kelima: ucapan “maka segala kemuliaan Kedar akan habis,” menunjukkan kekalahan kafir Quraisy (Bani Qaidar) ketika perang Badar. Allah ta’ala sudah memberitakan kekalahan mereka dalam perang Badar dalam firman-Nya:

سَيُهْزَمُ ‌الْجَمْعُ وَيُوَلُّونَ الدُّبُرَ

“Golongan itu pasti akan dikalahkan dan mereka akan mundur ke belakang.” (QS. Al-Qamar: 45).

Al-Hafizh Abul Fida’ Ibnu Katsir (wafat tahun 774 H) rahimahullah membawakan riwayat Ibnu Abi Hatim yang mursal dari Ikrimah rahimahullah bahwa beliau berkata:

لَمَّا نَزَلَتْ ‌سَيُهْزَمُ ‌الْجَمْعُ وَيُوَلُّونَ الدُّبُرَ قَالَ عُمَرُ: أَيُّ جَمْعٍ يُهْزَمُ؟ أَيُّ جَمْعٍ يُغْلَبُ قَالَ عُمَرُ:فَلَمَّا كَانَ يَوْمُ بَدْرٍ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَثِبُ فِي الدِّرْعِ وَهُوَ يَقُولُ: «‌سَيُهْزَمُ ‌الْجَمْعُ وَيُوَلُّونَ الدُّبُرَ» فَعَرَفْتُ تَأْوِيلَهَا يَوْمَئِذٍ

“Ketika turun ayat “Golongan itu pasti akan dikalahkan dan mereka akan mundur ke belakang.” Umar bertanya: “Golongan mana yang dikalahkan? Golongan mana yang dimenangkan?” Umar berkata: “Ketika terjadi perang Badar, aku melihat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melompat dalam baju perangnya dan menyatakan: “Golongan itu pasti akan dikalahkan dan mereka akan mundur ke belakang.” Maka ketika itu aku mengetahui tafsir dari ayat tersebut di hari itu.” (Tafsir al-Quran al-Azhim: 7/446).

Al-Imam Abu Hayyan al-Andalusi (wafat tahun 745 H) rahimahullah berkata:

وَفِي قَوْلِهِ تَعَالَى: ‌سَيُهْزَمُ ‌الْجَمْعُ عِدَةٌ مِنَ اللَّهِ تَعَالَى لِرَسُولِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِهَزِيمَةِ جَمْعِ قُرَيْشٍ

“Di dalam firman Allah “Golongan itu pasti akan dikalahkan dan mereka akan mundur ke belakang,” terdapat janji dari Allah ta’ala kepada Rasul-Nya shallallahu alaihi wasallam tentang kekalahan golongan Quraisy (yakni: Bani Qaidar, pen).” (Al-Bahr al-Muhith fi at-Tafsir: 10/47).

Kisah Isra’ dan Mi’raj

Perjalanan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam di malam hari Masjidl Haram ke Masjid al-Aqsha atau Yerusalem disebut dengan peristiwa ‘Isra’.

Dalam kitab Raja-Raja I 8: 41-43 disebutkan doa Nabi Sulaiman alaihissalam setelah membangun Baitul Maqdis:

“Juga apabila seorang asing, yang tidak termasuk umat-Mu Israel, datang dari negeri jauh oleh karena nama-Mu, sebab orang akan mendengar tentang nama-Mu yang besar dan tentang tangan-Mu yang kuat dan lengan-Mu yang teracung dan ia datang berdoa di rumah ini, maka Engkau pun kiranya mendengarkannya di sorga, tempat kediaman-Mu yang tetap, dan Engkau kiranya bertindak sesuai dengan segala yang diserukan kepada-Mu oleh orang asing itu, supaya segala bangsa di bumi mengenal nama-Mu, sehingga mereka takut akan Engkau sama seperti umat-Mu Israel dan sehingga mereka tahu, bahwa nama-Mu telah diserukan atas rumah yang telah kudirikan ini.”

Disebutkan pula dalam Kitab Nabi Maleakhi 3:1 (American Standard Version):

“Behold, I send my messenger, and he shall prepare the way before me: and the Lord, whom ye seek, will suddenly come to his temple; and the messenger of the covenant, whom ye desire, behold, he cometh, saith Jehovah of hosts.”

Artinya:

 “Lihat, Aku menyuruh utusan-Ku, supaya ia mempersiapkan jalan di hadapan-Ku! Dengan tiba-tiba Tuan (Sayyidul Basyar, pen) yang kamu cari itu akan masuk ke bait-Nya! Malaikat Perjanjian yang kamu kehendaki itu, sesungguhnya, Ia datang, firman TUHAN semesta alam.”

Sedangkan ‘Mi’raj’ adalah peristiwa naiknya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ke langit ketujuh untuk menghadap Allah ta’ala.

Peristiwa ‘Mi’raj ini disebutkan dalam Danial 7:13:

“Aku terus memperhatikan dalam penglihatan pada malam hari itu. Tampaklah seorang seperti Anak Manusia datang dengan awan-awan langit. Ia sampai kepada Yang Abadi dan dibawa ke hadirat-Nya.”

Penjelasan:

Pertama: ungkapan “apabila seorang asing, yang tidak termasuk umat-Mu Israel, datang dari negeri jauh oleh karena nama-Mu,” dan seterusnya menunjukkan perjalanan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dari Makkah (negeri yang jauh) menuju Masjid al-Aqsa yang dibangun oleh Nabi Sulaiman alaihissalam.

Ini dibenarkan oleh Allah ta’ala dalam firman-Nya:

سُبْحانَ الَّذِي ‌أَسْرى ‌بِعَبْدِهِ لَيْلاً مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بارَكْنا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آياتِنا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al-Masjidil Haram ke Al-Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Isra’: 1).

Al-Allamah Muhammad bin Ali asy-Syaukani (wafat tahun 1250 H) rahimahullah berkata:

ثُمَّ ذَكَرَ سُبْحَانَهُ الْغَايَةَ الَّتِي أَسْرَى بِرَسُولِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَيْهَا فَقَالَ: إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى وَهُوَ بَيْتُ ‌الْمَقْدِسِ، وَسُمِّيَ الْأَقْصَى لِبُعْدِ الْمَسَافَةِ بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ، وَلَمْ يَكُنْ حِينَئِذٍ وَرَاءَهُ مَسْجِدٌ

“Kemudian Allah ta’ala menyebutkan tempat tujuan kegiatan perjalanan malam Rasulullah shallallahu alaihi wasallam (yakni: Isra’, pen), maka Allah ta’ala berfirman: “ke Al-Masjidil Aqsha,” yaitu Baitul Maqdis. Disebut al-Aqsha (jauh, pen) karena jauhnya jarak antara Masjidil Haram dan Masjidil Aqsha dan ketika itu belum ada masjid yang lebih jauh dari Baitul Maqdis.”  (Fath al-Qadir: 3/246).

Kedua: ungkapan “Aku menyuruh utusan-Ku, supaya ia mempersiapkan jalan di hadapan-Ku!,” maksudnya adalah Allah ta’ala memerintahkan Malaikat Jibril untuk menemani perjalanan malam Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

Dari Hudzaifah bin al-Yaman radhiyallahu anhu:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُتِيَ بِالْبُرَاقِ – وَهُوَ دَابَّةٌ، أَبْيَضُ، فَوْقَ الْحِمَارِ وَدُونَ الْبَغْلِ، فَلَمْ يُزَايِلَا ظَهْرَهُ هُوَ وَجِبْرِيلُ حَتَّى انْتَهَيْنَا بِهِ إِلَى ‌بَيْتِ ‌الْمَقْدِسِ

“Bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam didatangi Buraq -sebuah binatang berwarna putih, ukurannya lebih besar daripada keledai dan lebih kecil daripada bagal. Maka beliau dan Jibril tidak berpisah dari punggung Buraq hingga sampai Baitul Maqdis.” (HR. Abu Dawud ath-Thayalisi dalam Musnadnya: 411 (1/327-8) dan al-Baihaqi dalam Dalail an-Nubuwwah: 2/364). Para perawinya di-tsiqat-kan oleh al-Bushiri dalam al-Ithaf: 5747 (6/28)).

Ketiga: ungkapan “dan ia datang berdoa di rumah ini,” dan juga ungkapan “Dengan tiba-tiba Tuan (Sayyidul Basyar, pen) yang kamu cari itu akan masuk ke bait-Nya,” memberikan isyarat bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melakukan shalat di dalam Masjidil Aqsha (Baitul Maqdis).

Keterangan ini dibenarkan oleh penjelasan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:

فَرَبَطْتُهُ بِالْحَلْقَةِ الَّتِي يَرْبِطُ بِهِ الأَنْبِيَاءُ. قَالَ، ‌ثُمَّ ‌دَخَلْتُ ‌الْمَسْجِدَ ‌فَصَلَّيْتُ ‌فِيهِ رَكْعَتَيْنِ. ثُمَّ خَرَجْتُ

“Kemudian aku mengikatnya (yakni: Buraq, pen) pada tiang masjid sebagaimana yang biasa dilakukan oleh para Nabi. Sejurus kemudian aku masuk ke dalam masjid dan mendirikan shalat sebanyak dua rakaat. Setelah selesai aku terus keluar.” (HR. Muslim: 162 dan Abu Ya’la dalam Musnadnya: 3375 (6/109) dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu).

Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma berkata:

فَلَمَّا دَخَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَسْجِدَ الْأَقْصَى قَامَ يُصَلِّي، ثُمَّ الْتَفَتَ فَإِذَا النَّبِيُّونَ أَجْمَعُونَ يُصَلُّونَ مَعَهُ

“Ketika Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam masuk ke masjidil aqsha maka beliau berdiri untuk shalat lalu beliau menoleh kemudian ternyata para Nabi seluruhnya mereka shalat di belakang beliau.” (HR. Ahmad: 2324. Isnadnya di-shahih-kan oleh Ibnu Katsir dalam Tafsirnya: 5/28).

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam juga bercerita:

‌وَقَدْ ‌رَأَيْتُنِي ‌فِي ‌جَمَاعَةٍ ‌مِنَ ‌الْأَنْبِيَاءِ، فَإِذَا مُوسَى قَائِمٌ يُصَلِّي، فَإِذَا رَجُلٌ ضَرْبٌ جَعْدٌ كَأَنَّهُ مِنْ رِجَالِ شَنُوءَةَ، وَإِذَا عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ عَلَيْهِ السَّلَامُ قَائِمٌ يُصَلِّي، أَقْرَبُ النَّاسِ بِهِ شَبَهًا عُرْوَةُ بْنُ مَسْعُودٍ الثَّقَفِيُّ، وَإِذَا إِبْرَاهِيمُ عَلَيْهِ السَّلَامُ قَائِمٌ يُصَلِّي، أَشْبَهُ النَّاسِ بِهِ صَاحِبُكُمْ – يَعْنِي: نَفْسَهُ -، فَحَانَتِ الصَّلَاةُ فَأَمَمْتُهُمْ

“Aku telah melihat diriku bersama sekumpulan para Nabi. Dan tiba-tiba aku diperlihatkan Nabi Musa yang sedang berdiri melaksanakan salat, ternyata dia adalah seorang lelaki yang kekar dan berambut keriting, seakan-akan dia dari bani Syanuah. Aku juga diperlihatkan Isa bin Maryam ‘alaihissalam yang juga sedang berdiri melaksanakan salat. Urwah bin Mas’ud ats-Tsaqafi adalah orang yang paling mirip dengannya. Telah diperlihatkan pula kepadaku Nabi Ibrahim yang juga sedang berdiri melaksanakan salat, orang yang paling mirip dengannya adalah sahabat kalian ini; yakni diri beliau sendiri. Ketika waktu salat telah masuk, aku pun mengimami mereka semua.” (HR. Muslim: 172 dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu).

Keempat: ucapan Nabi Danial alaihissalam “Aku terus memperhatikan dalam penglihatan pada malam hari itu. Tampaklah seorang seperti Anak Manusia datang dengan awan-awan langit. Ia sampai kepada Yang Abadi dan dibawa ke hadirat-Nya,” menunjukkan peristiwa Mi’raj Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Pada saat itu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dibawa menghadap Allah ta’ala.

Keterangan ini dibenarkan oleh Allah ta’ala dalam firman-Nya:

وَلَقَدْ رَآهُ نزلَةً أُخْرَى () عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى () ‌عِنْدَهَا ‌جَنَّةُ ‌الْمَأْوَى () إِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشَى

“Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha, Di dekatnya ada surga tempat tinggal, ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya.” (QS. An-Najm: 13-16).

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bercerita:

ثُمَّ صَعِدَ بِي إِلَى السَّمَاءِ ‌السَّابِعَةِ فَاسْتَفْتَحَ جِبْرِيلُ، قِيلَ: مَنْ هَذَا؟ قَالَ: جِبْرِيلُ، قِيلَ: وَمَنْ مَعَكَ؟ قَالَ: مُحَمَّدٌ، قِيلَ: وَقَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ؟ قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: مَرْحَبًا بِهِ فَنِعْمَ الْمَجِيءُ جَاءَ، فَلَمَّا خَلَصْتُ فَإِذَا إِبْرَاهِيمُ، قَالَ: هَذَا أَبُوكَ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ، قَالَ: فَسَلَّمْتُ عَلَيْهِ فَرَدَّ السَّلَامَ، قَالَ: مَرْحَبًا بِالِابْنِ الصَّالِحِ وَالنَّبِيِّ الصَّالِحِ، ثُمَّ رُفِعَتْ لِي ‌سِدْرَةُ ‌الْمُنْتَهَى فَإِذَا نَبْقُهَا مِثْلُ قِلَالِ هَجَرَ، وَإِذَا وَرَقُهَا مِثْلُ آذَانِ الْفِيَلَةِ، قَالَ: هَذِهِ ‌سِدْرَةُ ‌الْمُنْتَهَى

“Kemudian aku dibawa naik ke langit ketujuh lalu Jibril meminta dibukakan pintu langit kemudian dia ditanya; “Siapakah ini”. Jibril menjawab; “Jibril”. Ditanyakan lagi; “Siapa orang yang bersamamu?”. Jibril menjawab; “Muhammad”. Ditanyakan lagi; “Apakah dia telah diutus?”. Jibril menjawab; “Ya”. Maka dikatakan; “Selamat datang baginya dan ini sebaik-baik kedatangan orang yang datang”. Maka pintu dibuka dan setelah aku melewatinya, aku mendapatkan Ibrahim ‘alaihis salam. Jibril berkata; “Ini adalah bapakmu. Berilah salam kepadanya”. Maka aku memberi salam kepadanya dan Ibrahim membalas salamku lalu berkata; “Selamat datang anak yang shalih dan nabi yang shalih”. Kemudian Sidratul Muntaha ditampakkan kepadaku yang ternyata buahnya seperti tempayan daerah Hajar dengan daunnya laksana telinga-telinga gajah. Jibril ‘alaihis salam berkata; “Ini adalah Sidratul Muntaha.” (HR. Al-Bukhari: 3887 dari Malik bin Sha’sha’ah radhiyallahu anhu).

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bercerita:

ثُمَّ عُرِجَ بِي حَتَّى ‌ظَهَرْتُ ‌لِمُسْتَوًى أَسْمَعُ فِيهِ صَرِيفَ الْأَقْلَامِ

“Kemudian aku di-mi’raj-kan (dibawa naik, pen) hingga aku menghadap pada Mustawa (tempat Istiwa’nya Allah, pen). Aku mendengar suara deritan pena-pena (untuk mencatat takdir, pen).” (HR. Al-Bukhari: 349 dan Muslim: 263 dari Abu Dzarr radhiyallahu anhu).

Kitab Baru dan Syariat Baru

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam diberitakan dalam kitab terdahulu, membawa kitab baru yaitu al-Quran dan syariat baru yaitu Dien al-Islam.

Dalam Yesaya 42: 10-12 disebutkan:

“Nyanyikanlah nyanyian baru bagi TUHAN dan pujilah Dia dari ujung bumi! Baiklah laut bergemuruh serta segala isinya dan pulau-pulau dengan segala penduduknya. Baiklah padang gurun menyaringkan suara dengan kota-kotanya dan dengan desa-desa yang didiami Kedar! Baiklah bersorak-sorai penduduk Bukit Sela, baiklah mereka berseru-seru dari puncak gunung-gunung! Baiklah mereka memberi penghormatan kepada TUHAN, dan memberitakan pujian yang kepada-Nya di pulau-pulau.”

Penjelasan:

Pertama: yang dimaksud “Nyanyikanlah nyanyian baru bagi TUHAN dan pujilah Dia dari ujung bumi!” adalah perintah kepada seluruh umat manusia dari segala penjuru dunia agar mengikuti agama al-Islam yang dibawa oleh Rasullullah shallallahu alaihi wasallam.

Ungkapan di atas dibenarkan oleh Allah ta’ala dalam firman-Nya:

قُلْ يا أَيُّهَا النَّاسُ ‌إِنِّي ‌رَسُولُ ‌اللَّهِ ‌إِلَيْكُمْ جَمِيعاً الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّماواتِ وَالْأَرْضِ لا إِلهَ إِلَاّ هُوَ يُحيِي وَيُمِيتُ فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ الَّذِي يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَكَلِماتِهِ وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ

“Katakanlah (wahai Muhammad): “Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kalian semua, yaitu Allah Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk.” (QS. Al-A’raf: 158).

Allah ta’ala juga berfirman:

تَبَارَكَ الَّذِي نزلَ الْفُرْقَانَ عَلَى عَبْدِهِ لِيَكُونَ لِلْعَالَمِينَ نَذِيرًا

“Maha suci Allah yang telah menurunkan al-Furqan (al-Quran) kepada hamba-Nya (Muhammad), agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam.” (QS. Al-Furqan: 1).

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

وَكَانَ النَّبِيُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً، ‌وَبُعِثْتُ ‌إِلَى ‌النَّاسِ عَامَّةً

“Adalah nabi itu diutus untuk kaumnya saja, sedangkan aku (Muhammad, pen) diutus untuk manusia semuanya.” (HR. Al-Bukhari: 335 dan an-Nasai: 432 dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu anhuma).

Kedua: maksud dari “desa-desa yang didiami Kedar,” adalah negeri Hejaz yang meliputi Makkah dan Madinah.

Al-Hafizh Abul Fida’ Ibnu Katsir (wafat tahun 774 H) rahimahullah berkata:

ثُمَّ جَمِيعُ عَرَبِ الْحِجَازِ عَلَى اخْتِلَافِ قَبَائِلِهِمْ يَرْجِعُونَ فِي أَنْسَابِهِمْ إِلَى وَلَدَيْهِ نَابِتٍ وَقَيْذَرَ،

“Kemudian semua orang Arab Hijaz dari berbagai kabilahnya, nasab-nasab mereka kembali kepada dua (2) anak Ismail, yaitu Nabit (Nebayot) dan Qaidzar (Kedar).” (Al-Bidayah wa an-Nihayah: 2/ 232).

Al-Allamah Abul Baqa’ Ibnu adh-Dhiya’ al-Hanafi (wafat tahun 854 H) rahimahullah berkata:

وَكَانَ عمر ‌إِسْمَاعِيل مائَة وَثَلَاثِينَ سنة، فَمن نابت وقيدار نشر الله الْعَرَب، وَكَانَ أكبرهم ‌قيدار ونابت

“Umur Nabi Ismail alaihissalam adalah 130 tahun. Dan dari kedua anaknya, yaitu Nabit dan Qaidar, Allah menyebarkan bangsa Arab. Anak tertua Ismail adalah Nabit dan Qaidar.” (Tarikh al-Makkah al-Musyarrafah wa al-Masjid al-Haram: 49).

Ketiga: maksud dari “penduduk Bukit Sela,” adalah penduduk kota Madinah. Bukit Sela disebut pula dengan bukit Sali’, terletak di dekat Masjid Nabawi.

Ketika Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sedang berkhutbah, tiba-tiba ada seorang laki-laki masuk masjid dan mengeluhkan kemarau panjang. Anas bin Malik radhiyallahu anhu bercerita:

فَرَفَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَيْهِ، ثُمَّ قَالَ: (اللَّهُمَّ ‌أَغِثْنَا، اللَّهُمَّ ‌أَغِثْنَا، اللَّهُمَّ ‌أَغِثْنَا). قَالَ أَنَسٌ: وَلَا وَاللَّهِ، مَا نَرَى فِي السَّمَاءِ مِنْ سَحَابٍ، وَلَا قَزَعَةً، وَمَا بَيْنَنَا وَبَيْنَ ‌سَلْعٍ مِنْ بَيْتٍ وَلَا دَارٍ. قَالَ: فَطَلَعَتْ مِنْ وَرَائِهِ سَحَابَةٌ مِثْلُ التُّرْسِ، فَلَمَّا تَوَسَّطَتِ السَّمَاءَ انْتَشَرَتْ ثُمَّ أَمْطَرَتْ

“Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengangkat kedua tangannya seraya berdoa: “Ya Allah berilah kami hujan, Ya Allah berilah kami hujan, Ya Allah berilah kami hujan.” Anas melanjutkan kisahnya, “Demi Allah, sebelum itu kami tidak melihat sedikitpun awan baik yang tebal maupun yang tipis. Juga tidak ada antara tempat kami dan bukit Sela rumah atau bangunan satupun. Tiba-tiba dari bukit itu tampaklah awan bagaikan perisai. Ketika sudah membumbung sampai ke tengah langit, awan itupun menyebar dan hujan pun turun.” (HR. Al-Bukhari: 967, Muslim: 897 dan an-Nasai: 1518).

Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani (wafat tahun 852 H) rahimahullah menjelaskan kata ‘Sela’:

قَوْلُهُ ‌وَمَا ‌بَيْنَنَا ‌وَبَيْنَ ‌سَلْعٍ بِفَتْحِ الْمُهْمَلَةِ وَسُكُونِ اللَّامِ جَبَلٌ مَعْرُوفٌ بِالْمَدِينَةِ

“Ucapan Anas, “tidak ada antara tempat kami dan bukit Sela rumah atau bangunan satupun,” kata Sela atau Sali’ adalah nama gunung yang sudah dikenal di Madinah.” (Fathul Bari Syarh Shahih al-Bukhari; 2/503).

Keempat: ucapan Nabi Yesaya alaihissalam “Baiklah padang gurun menyaringkan suara dengan kota-kotanya dan dengan desa-desa yang didiami Kedar! Baiklah bersorak-sorai penduduk Bukit Sela, baiklah mereka berseru-seru dari puncak gunung-gunung! Baiklah mereka memberi penghormatan kepada TUHAN, dan memberitakan pujian yang kepada-Nya di pulau-pulau,” adalah ungkapan kegembiraan atas datangnya pertolongan Allah dan pembukaan kota Makkah. Sehingga umat manusia berbondong-bondong memeluk agama al-Islam.

Allah ta’ala berfirman:

‌إِذَا ‌جَاءَ ‌نَصْرُ ‌اللَّهِ وَالْفَتْحُ () وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا () فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا

“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat.” (QS. An-Nashr: 1-3).

Amr bin Salamah radhiyallahu anhu berkata:

كُنَّا بِمَاءٍ مَمَرَّ النَّاسِ، وَكَانَ يَمُرُّ بِنَا الرُّكْبَانُ فَنَسْأَلُهُمْ: مَا لِلنَّاسِ، مَا لِلنَّاسِ؟ مَا هَذَا الرَّجُلُ؟ فَيَقُولُونَ: يَزْعُمُ أَنَّ اللهَ أَرْسَلَهُ، أَوْحَى إِلَيْهِ. أَوْ: أَوْحَى اللهُ بِكَذَا، فَكُنْتُ أَحْفَظُ ذَلِكَ الْكَلَامَ، وَكَأَنَّمَا يُغْرَى فِي صَدْرِي، وَكَانَتِ الْعَرَبُ تَلَوَّمُ بِإِسْلَامِهِمُ الْفَتْحَ، فَيَقُولُونَ: اتْرُكُوهُ وَقَوْمَهُ، فَإِنَّهُ إِنْ ظَهَرَ عَلَيْهِمْ فَهُوَ نَبِيٌّ صَادِقٌ، فَلَمَّا كَانَتْ وَقْعَةُ أَهْلِ الْفَتْحِ، ‌بَادَرَ ‌كُلُّ ‌قَوْمٍ ‌بِإِسْلَامِهِمْ، وَبَدَرَ أَبِي قَوْمِي بِإِسْلَامِهِمْ، فَلَمَّا قَدِمَ قَالَ: جِئْتُكُمْ وَاللهِ مِنْ عِنْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَقًّا، فَقَالَ: صَلُّوا صَلَاةَ كَذَا فِي حِينِ كَذَا، وَصَلُّوا كَذَا فِي حِينِ كَذَا، فَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلَاةُ فَلْيُؤَذِّنْ أَحَدُكُمْ، وَلْيَؤُمَّكُمْ أَكْثَرُكُمْ قُرْآنًا. فَنَظَرُوا فَلَمْ يَكُنْ أَحَدٌ أَكْثَرَ قُرْآنًا مِنِّي، لِمَا كُنْتُ أَتَلَقَّى مِنَ الرُّكْبَانِ، فَقَدَّمُونِي بَيْنَ أَيْدِيهِمْ، وَأَنَا ابْنُ سِتٍّ أَوْ سَبْعِ سِنِينَ

“Kami Pernah di sebuah mata air tempat berlalu lalang manusia, para pengendara sering melewati kami, maka kami menanyai mereka; “Apa yang terjadi pada orang-orang, dan bagaimana kabar sebenarnya tentang si laki-laki itu (maksudnya Muhammad)? Mereka jawab; “Ia (Muhammad) telah mengaku bahwa Allah telah mengutusnya dan memberi wahyu kepadanya, Allah memberinya wahyu dengan demikian.” Dan aku lebih hafal terhadap pembicaraan itu. Seolah-olah pembicaraan itu mengesankan dalam hatiku. Orang-orang Arab itu menunggu-tunggu keIslaman mereka terhadap Pembukaan Makkah. Lantas mereka katakan; “Biarkan saja dia (Muhammad) dan kaumnya, kalaulah dia menang terhadap kaumnya, berarti ia betul-betul seorang Nabi yang jujur. Ketika terjadi Penaklukan (baca: pembukaan, pen) kota Makkah, maka setiap kaum bercepat-cepat datang (kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, pen) dengan pernyataan keIslaman mereka, dan ayahku bergegas menemui kaumku dengan keIslaman mereka, ketika ayahku datang, ujarnya: “Demi Allah, sungguh aku baru saja menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan beliau sabdakan: “Shalatlah kalian sedemikian, di waktu demikian. Jika waktu shalat tiba, hendaklah salah seorang di antara kalian mengumandangkan adzan, dan yang mengimami kalian adalah yang banyak hapalan al-Qurannya. Lantas mereka saling mencermati, dan tak ada yang lebih banyak hapalan al-Qurannya selain diriku disebabkan aku bertemu dengan pengendara (musafir), maka kemudian mereka menyuruhku maju (memimpin shalat di depan mereka), padahal umurku ketika itu baru enam atau tujuh tahun,” (HR. Al-Bukhari: 4302 dan an-Nasai: 636).

Dari Kegelapan Menuju Cahaya

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam diutus untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya al-Islam. Dalam Yesaya 42: 16-17 disebutkan:

“Aku mau memimpin orang-orang buta di jalan yang tidak mereka kenal, dan mau membawa mereka berjalan di jalan-jalan yang tidak mereka kenal. Aku mau membuat kegelapan yang di depan mereka menjadi terang dan tanah yang berkeluk-keluk menjadi tanah yang rata. Itulah hal-hal yang hendak Kulakukan kepada mereka, yang pasti akan Kulaksanakan. Orang-orang yang percaya kepada patung pahatan akan berpaling ke belakang dan mendapat malu, yaitu orang-orang yang berkata kepada patung tuangan: “Kamulah allah kami!

Penjelasan:

Pertama: ungkapan “Aku mau memimpin orang-orang buta di jalan yang tidak mereka kenal, dan mau membawa mereka berjalan di jalan-jalan yang tidak mereka kenal,” menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam diutus ketika kebanyakan manusia mengalami masa Jahiliyah.

Allah ta’ala berfirman:

لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولاً مِنْ أَنْفُسِهِمْ يَتْلُوا عَلَيْهِمْ آياتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كانُوا ‌مِنْ ‌قَبْلُ ‌لَفِي ‌ضَلالٍ ‌مُبِينٍ

“Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Ali Imran: 164).

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda dalam khutbah beliau:

أَلَا إِنَّ رَبِّي أَمَرَنِي أَنْ أُعَلِّمَكُمْ مَا جَهِلْتُمْ مِمَّا عَلَّمَنِي يَوْمِي هَذَا، كُلُّ مَالٍ نَحَلْتُهُ عَبْدًا حَلَالٌ، وَإِنِّي خَلَقْتُ عِبَادِي حُنَفَاءَ كُلَّهُمْ، وَإِنَّهُمْ أَتَتْهُمُ الشَّيَاطِينُ فَاجْتَالَتْهُمْ عَنْ دِينِهِمْ، وَحَرَّمَتْ عَلَيْهِمْ مَا أَحْلَلْتُ لَهُمْ، وَأَمَرَتْهُمْ أَنْ يُشْرِكُوا بِي مَا لَمْ أُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا، وَإِنَّ اللهَ نَظَرَ إِلَى أَهْلِ الْأَرْضِ فَمَقَتَهُمْ عَرَبَهُمْ وَعَجَمَهُمْ إِلَّا ‌بَقَايَا مِنْ ‌أَهْلِ ‌الْكِتَابِ. وَقَالَ: إِنَّمَا بَعَثْتُكَ لِأَبْتَلِيَكَ وَأَبْتَلِيَ بِكَ، وَأَنْزَلْتُ عَلَيْكَ كِتَابًا لَا يَغْسِلُهُ الْمَاءُ، تَقْرَؤُهُ نَائِمًا وَيَقْظَانَ

“Sesungguhnya Rabbku memerintahkanku untuk mengajarkan yang tidak kalian ketahui yang Ia ajarkan padaku pada hari ini: “Semua harta yang Aku berikan pada hamba itu halal, sesungguhnya Aku menciptakan hamba-hamba-Ku dalam keadaan lurus semuanya, mereka didatangi oleh setan lalu dijauhkan dari agama mereka, setan mengharamkan yang Aku halalkan pada mereka dan memerintahkan mereka agar menyekutukan-Ku yang tidak Aku turunkan kuasanya.” Sesungguhnya Allah memandang penduduk bumi lalu Allah membenci mereka, bangsa arab maupun ajam (non-Arab), kecuali sisa-sisa dari ahli kitab, Ia berfirman: ‘Sesungguhnya aku mengutusmu untuk mengujimu (Muhammad) dan denganmu Aku menguji, Aku menurunkan kitab kepadamu yang tidak basah oleh air, kau membacanya dalam keadaan tidur dan terjaga.” (HR. Muslim: 2865 dari Iyadh bin Himar al-Mujasyi’i radhiyallahu anhu).

Kedua: ungkapan “Aku mau membuat kegelapan yang di depan mereka menjadi terang dan tanah yang berkeluk-keluk menjadi tanah yang rata (shirath al-mustaqim). Itulah hal-hal yang hendak Kulakukan kepada mereka, yang pasti akan Kulaksanakan,” menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam diutus untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan Jahiliyah menuju cahaya al-Islam.

Allah ta’ala membenarkan ungkapan di atas dalam firman-Nya:

يا أَهْلَ الْكِتابِ قَدْ جاءَكُمْ رَسُولُنا يُبَيِّنُ لَكُمْ كَثِيراً مِمَّا كُنْتُمْ تُخْفُونَ مِنَ الْكِتابِ وَيَعْفُوا عَنْ كَثِيرٍ قَدْ جاءَكُمْ مِنَ اللَّهِ نُورٌ وَكِتابٌ مُبِينٌ () يَهْدِي بِهِ اللَّهُ ‌مَنِ ‌اتَّبَعَ ‌رِضْوانَهُ ‌سُبُلَ ‌السَّلامِ وَيُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُماتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِهِ وَيَهْدِيهِمْ إِلى صِراطٍ مُسْتَقِيمٍ

“Hai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul Kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al Kitab yang kamu sembunyi kan, dan banyak (pula yang) dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan Kitab yang menerangkan, Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.” (QS. Al-Maidah: 15-16).

Ketiga: ungkapan “Orang-orang yang percaya kepada patung pahatan akan berpaling ke belakang dan mendapat malu, yaitu orang-orang yang berkata kepada patung tuangan: “Kamulah allah kami,” mengisyaratkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam diutus untuk menghapus kesyirikan. Ini dibenarkan oleh Allah ta’ala dalam firman-Nya:

قُلْ ‌إِنَّما ‌أَنَا ‌بَشَرٌ ‌مِثْلُكُمْ يُوحى إِلَيَّ أَنَّما إِلهُكُمْ إِلهٌ واحِدٌ فَمَنْ كانَ يَرْجُوا لِقاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صالِحاً وَلا يُشْرِكْ بِعِبادَةِ رَبِّهِ أَحَداً

“Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa”. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya.” (QS. Al-Kahfi: 110).

Ketika Raja Najasyi bertanya tentang perihal Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, maka Ja’far bin Abi Thalib radhiyallahu anhu menjawab:

أَيُّهَا الْمَلِكُ، كُنَّا قَوْمًا أَهْلَ جَاهِلِيَّةٍ، نَعْبُدُ الْأَصْنَامَ، ونأكلُ الميتةَ، وَنَأْتِي الفواحشَ، وَنَقْطَعُ الْأَرْحَامَ. وَنُسِيءُ الْجِوَارَ وَيَأْكُلُ القويُّ مِنَّا الضَّعِيفَ، فَكُنَّا عَلَى ذَلِكَ، حَتَّى بَعَثَ اللَّهُ إلَيْنَا رَسُولًا مِنَّا، نَعْرِفُ نسبَه وصدقَه وَأَمَانَتَهُ وعفافَه، فَدَعَانَا إلَى اللَّهِ لِنُوَحِّدَهُ وَنَعْبُدَهُ، وَنَخْلَعَ ما كنا نعبد نحن وآباؤنا مِنْ الحجارةِ والأوثانِ وَأَمَرَنَا بِصِدْقِ الْحَدِيثِ، وَأَدَاءِ الْأَمَانَةِ، وصلةِ الرَّحمِ وحسنِ الْجِوَارِ، والكفِّ عَنْ الْمَحَارِمِ وَالدِّمَاءِ

“Wahai raja! Dulunya kami kaum jahiliyah, kami dulu menyembah berhala, gemar makan bangkai, melakukan tindakan-tindakan keji, memutuskan tali sillaturrahim, bersikap buruk terhadap tetangga, yang kuat mencaplok yang lemah dan kami berada dalam kondisi seperti itu hingga Allah mengutus seorang rasul dari kalangan kami, kami mengenal nasab, kejujuran dan keamanahannya. Ia menyerukan kami kepada Allah Subhanahu wa ta’ala untuk kami esakan, kami sembah dan kami lepaskan apa pun yang kami dan nenek moyang kami sembah selain Allah seperti batu dan berhala, ia memerintahkan kami agar berbicara dengan jujur, menunaikan amanah, menyambung tali sillaturrahim, bersikap baik terhadap tetangga, menjaga diri dari keharaman dan pertumpahan darah,” (HR. Ahmad: 1740 dari Ummu Salmah radhiyallahu anha. Perawinya di-tsiqat-kan oleh al-Haitsami dalam al-Majma’: 9842 (6/24-26). Isnad-nya di-hasan-kan oleh Syuaib al-Arnauth dalam Tahqiq Musnad).

Perpindahan Kiblat

Umat Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam akan diperintahkan untuk memindahkan kiblat mereka dari Baitul Maqdis (Yerussalem) ke arah Ka’bah (Masjid al-Haram).

Disebutkan dalam Matius 23: 37-39:

“Yerusalem, Yerusalem, engkau yang membunuh nabi-nabi dan melempari dengan batu orang-orang yang diutus kepadamu! Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya, tetapi kamu tidak mau. Lihatlah rumahmu ini akan ditinggalkan dan menjadi sunyi. Dan Aku berkata kepadamu: Mulai sekarang kamu tidak akan melihat Aku lagi, hingga  kamu berkata: Diberkatilah dia yang datang dalam nama Tuhan!”

Di dalam Yohanes 4: 21 juga disebutkan:

“Kata Yesus kepadanya: “Percayalah kepada-Ku, hai perempuan, saatnya akan tiba, bahwa kamu akan menyembah Bapa bukan di gunung ini dan bukan juga di Yerusalem.”

Penjelasan:

Pertama: ucapan Nabi Isa alaihissalamLihatlah rumahmu ini akan ditinggalkan dan menjadi sunyi,” dan juga ucapan beliau “kamu akan menyembah Bapa bukan di gunung ini dan bukan juga di Yerusalem,” menunjukkan bahwa sebentar lagi orang yang melakukan shalat tidak lagi menghadap ke Yerusalem.

Allah ta’ala membenarkan beliau dalam firman-Nya:

‌قَدْ ‌نَرى ‌تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّماءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضاها فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرامِ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ

“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu (Muhammad) menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya.” (QS. Al-Baqarah: 144).

Al-Bara’ bin Azib radhiyallahu anhu berkata:

لَمَّا قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ، صلَّى نَحْوَ بَيْتِ الْمَقْدِسِ سِتَّةَ عَشَرَ، أَوْ سَبْعَةَ عَشَرَ شَهْرًا، وَكَانَ يُحِبُّ أَنْ يُوَجَّه إِلَى الْكَعْبَةِ، فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى: {قَدْ نَرَى تقلُّب وَجْهِكَ في السماء ‌فلَنولِّينَّك ‌قبلة ‌ترضاها}.فوُجِّهَ نَحْوَ الْكَعْبَةِ، وصلَّى مَعَهُ رَجُلٌ الْعَصْرَ، ثُمَّ خَرَجَ، فمرَّ عَلَى قَوْمٍ مِنَ الْأَنْصَارِ، فَقَالَ: هُوَ يَشْهَدُ أَنَّهُ صلَّى مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَأَنَّهُ قَدْ وُجِّه إِلَى الْكَعْبَةِ فَانْحَرَفُوا وَهُمْ رُكُوعٌ فِي صَلَاةِ العصر

“Tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tiba di Madinah, beliau shalat menghadap Baitul Maqdis (Yerusalem) selama enam belas (16) atau tujuh belas (17) bulan, padahal beliau amat senang jika disuruh menghadap Ka’bah. Maka Allah pun menurunkan ayat: “Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai,” (QS. Al Baqarah: 144), maka beliau dihadapkan wajahnya ke Ka’bah, ketika itu seseorang shalat ‘ashar bersama beliau, lantas keluar dan melewati sekelompok orang-orang Anshar, lalu ia katakan kepada mereka sekaligus bersaksi bahwa ia telah shalat bersama nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dan kiblat beliau telah di hadapkan ke Ka’bah, maka mereka pun menggeser kiblatnya yang ketika itu mereka sedang rukuk pada shalat ‘ashar.” (HR. Al-Bukhari: 6825).

Kedua: ucapan beliau “Yerusalem, Yerusalem, engkau yang membunuh nabi-nabi dan melempari dengan batu orang-orang yang diutus kepadamu,” merupakan penyebab mengapa kiblat dipindahkan, yaitu kejahatan Bani Israil. Ini dibenarkan oleh Allah ta’ala dalam kelanjutan firman-Nya:

وَإِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ وَمَا اللَّهُ بِغافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ

“Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhan mereka; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al-Baqarah: 144).

Al-Imam Abu Ja’far Ibnu Jarir ath-Thabari (wafat tahun 310 H) rahimahullah menyatakan:

وتأويل قوله:”‌وما ‌الله ‌بغافل ‌عما ‌يعملون”،  وما الله بساه عن أعمالهم الخبيثة، بل هو محص لها وحافظها عليهم حتى يجازيهم بها في الآخرة، ويخزيهم في الدنيا، فيذلهم ويفضحهم

“Tafsir dari firman-Nya Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan,” adalah bahwa Allah tidaklah lupa atas perbuatan-perbuatan mereka yang keji (seperti: membunuh para nabi, mengubah isi kitab, dan menyembunyikan kebenaran, pen). Akan tetapi Allah akan mencatatnya, lalu membalasnya di akhirat dan mempermalukan mereka di dunia, sehingga Allah menjadikan mereka hina dan nista.” (Jami’ al-Bayan an Ta’wil Ayi al-Quran: 2/316).

Ibadah Haji ke Makkah

Di antara berita dari kitab-kitab terdahulu adalah adanya ibadah haji ke Makkah. Disebutkan dalam Taurat, Ulangan 12: 5-6:

“Tetapi tempat yang akan dipilih TUHAN, Allahmu, dari segala sukumu sebagai kediaman-Nya untuk menegakkan nama-Nya di sana, tempat itulah harus kamu cari dan ke sanalah harus kamu pergi. Ke sanalah harus kamu bawa korban bakaran dan korban sembelihanmu, persembahan persepuluhanmu dan persembahan khususmu, korban nazarmu dan korban sukarelamu, anak-anak sulung lembu sapimu dan kambing dombamu.”

Dalam Ulangan 12: 21 juga disebutkan:

“Apabila tempat yang akan dipilih TUHAN, Allahmu, untuk menegakkan nama-Nya di sana, terlalu jauh dari tempatmu, maka engkau boleh menyembelih dari lembu sapimu dan kambing dombamu yang diberikan TUHAN kepadamu, seperti yang kuperintahkan kepadamu, dan memakan dagingnya di tempatmu sesuka hatimu.”

Di dalam Mazmur (Zabur) 84: 4-6 juga disebutkan doa Nabi Dawud alaihissalam:

“Berbahagialah orang-orang yang diam di rumah-Mu, yang terus-menerus memuji-muji Engkau. Berbahagialah manusia yang kekuatannya di dalam Engkau, yang berhasrat mengadakan ziarah! Apabila melintasi lembah Baka, mereka membuatnya menjadi tempat yang bermata air; bahkan hujan pada awal musim menyelubunginya dengan berkat.”

Dalam Yesaya 60: 7 juga disebutkan:

“Segala kambing domba Kedar akan berhimpun kepadamu, domba-domba jantan Nebayot akan tersedia untuk ibadahmu; semuanya akan dipersembahkan di atas mezbah-Ku sebagai korban yang berkenan kepada-Ku, dan Aku akan menyemarakkan rumah keagungan-Ku.”

Penjelasan:

Pertama: ungkapantempat itulah harus kamu cari dan ke sanalah harus kamu pergi,” juga ungkapan “terlalu jauh dari tempatmu,” menunjukkan tempat tujuan ibadah Haji, yaitu Baitullah di Makkah.

Berita di atas dibenarkan oleh Allah ta’ala dalam firman-Nya:

وَإِذْ بَوَّأْنا لِإِبْراهِيمَ مَكانَ الْبَيْتِ أَنْ لا تُشْرِكْ بِي شَيْئاً وَطَهِّرْ بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْقائِمِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ () ‌وَأَذِّنْ ‌فِي ‌النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجالاً وَعَلى كُلِّ ضامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ

“Dan (ingatlah), ketika Kami mempersiapkan tempat untuk Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan): “Janganlah kamu memperserikatkan sesuatu pun dengan Aku dan sucikanlah rumah-Ku ini bagi orang-orang yang thawaf, dan orang-orang yang beribadat dan orang-orang yang ruku’ dan sujud. Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh.” (QS. Al-Hajj: 26-27).

Kedua: ungkapan “yang berhasrat mengadakan ziarah! Apabila melintasi lembah Baka, mereka membuatnya menjadi tempat yang bermata air,” maksudnya adalah ibadah haji, yaitu berziarah ke Baitullah di lembah Bakkah (Makkah).

Allah ta’ala membenarkan berita di atas dalam firman-Nya:

‌إِنَّ ‌أَوَّلَ ‌بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبارَكاً وَهُدىً لِلْعالَمِينَ () فِيهِ آياتٌ بَيِّناتٌ مَقامُ إِبْراهِيمَ وَمَنْ دَخَلَهُ كانَ آمِناً وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطاعَ إِلَيْهِ سَبِيلاً وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعالَمِينَ

“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia, Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim, barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS. Ali Imran: 96-97).

Ketiga: ungkapan “Ke sanalah harus kamu bawa korban bakaran dan korban sembelihanmu, persembahan persepuluhanmu dan persembahan khususmu, korban nazarmu dan korban sukarelamu, anak-anak sulung lembu sapimu dan kambing dombamu,” dan juga ungkapan Segala kambing domba Kedar akan berhimpun kepadamu, domba-domba jantan Nebayot akan tersedia untuk ibadahmu; semuanya akan dipersembahkan di atas mezbah-Ku sebagai korban yang berkenan kepada-Ku, dan Aku akan menyemarakkan rumah keagungan-Ku,” menunjukkan penyembelihan al-Hadyu ketika tahallul, pemenuhan nazar ketika pelaksanaan ibadah Haji.

Allah ta’ala membenarkan dalam firman-Nya:

‌لِيَشْهَدُوا ‌مَنافِعَ ‌لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُوماتٍ عَلى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعامِ فَكُلُوا مِنْها وَأَطْعِمُوا الْبائِسَ الْفَقِيرَ () ثُمَّ لْيَقْضُوا تَفَثَهُمْ وَلْيُوفُوا نُذُورَهُمْ وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ

“Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya (sembelihan itu) dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir. Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka (tahallul) dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka dan hendaklah mereka melakukan melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah).” (QS. Al-Hajj: 28-29).

Keempat: ungkapan “engkau boleh menyembelih dari lembu sapimu dan kambing dombamu yang diberikan TUHAN kepadamu, seperti yang kuperintahkan kepadamu, dan memakan dagingnya di tempatmu sesuka hatimu,” menunjukkan syariat penyembelihan hewan kurban (Idul Adha) bagi orang yang tidak melakukan ibadah Haji. Penyembelihan dilakukan di tempat masing-masing.

Allah ta’ala berfirman:

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنا مَنْسَكاً لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعامِ فَإِلهُكُمْ إِلهٌ واحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ

“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah).” (QS. Al-Hajj: 34).

Sang Nabi Pilihan

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam merupakan rasul dan nabi pilihan yang mempunyai akhlak yang mulia. Keterangan ini disebutkan dalam Yesaya 42: 1-3:

“Lihat, itu hamba-Ku yang Kupegang, orang pilihan-Ku, yang kepadanya Aku berkenan. Aku telah menaruh Roh-Ku ke atasnya, supaya ia menyatakan hukum kepada bangsa-bangsa. Dia tidak akan berteriak atau menyaringkan suara atau memperdengarkan suaranya di jalan. Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskannya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkannya, tetapi dengan setia dia akan menyatakan hukum.”

Penjelasan:

Pertama: ungkapan “itu hamba-Ku yang Kupegang, orang pilihan-Ku, yang kepadanya Aku berkenan,” menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah Nabi yang terpilih. Oleh karena itu disebut juga dengan ‘al-Mushthofa’ yang berarti ‘Orang Pilihan’.

Auf bin Malik al-Asyja’i radhiyallahu anhu berkata:

انْطَلَقَ رَسُولُ اللهِ – صلى الله عليه وسلم – يَوْمًا وَأَنَا مَعَهُ حَتَّى دَخَلْنَا كَنِيسَةَ الْيَهُودِ بِالْمَدِينَةِ يَوْمَ عِيدٍ لَهُمْ ” ، فَكَرِهُوا دُخُولَنَا عَلَيْهِمْ ، فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللهِ – صلى الله عليه وسلم -: ” يَا مَعْشَرَ الْيَهُودِ ، أَرُونِي اثْنَيْ عَشَرَ رَجُلًا يَشْهَدُونَ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ ، يُحْبِطْ اللهُ عَنْ كُلِّ يَهُودِيٍّ تَحْتَ أَدِيمِ السَّمَاءِ الْغَضَبَ الَّذِي غَضِبَ عَلَيْهِ ” ، قَالَ: فَأَسْكَتُوا مَا أَجَابَهُ مِنْهُمْ أَحَدٌ ، ” ثُمَّ رَدَّ عَلَيْهِمْ ” فَلَمْ يُجِبْهُ أَحَدٌ ، ” ثُمَّ ثَلَّثَ ” ، فَلَمْ يُجِبْهُ أَحَدٌ ، فَقَالَ: ” أَبَيْتُمْ؟ ، فَوَاللهِ إِنِّي لَأَنَا ‌الْحَاشِرُ ، وَأَنَا الْعَاقِبُ ، وَأَنَا النَّبِيُّ ‌الْمُصْطَفَى ، آمَنْتُمْ أَوْ كَذَّبْتُمْ ، ثُمَّ انْصَرَفَ ” وَأَنَا مَعَهُ

“Suatu hari Nabi shallallahu alaihi wasallam pergi dan aku bersama beliau hingga kami memasuki gereja Yahudi di Madinah di hari raya mereka. Namun mereka tidak menyukai kami memasukinya, lalu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda kepada mereka: “Wahai sekalian orang-orang Yahudi, beritahukanlah padaku 12 orang Yahudi yang bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang wajib disembah kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, niscaya Allah akan menggugurkan kemurkaan yang ditimpakan dari setiap Yahudi yang ada di bawah kolong langit!” Mereka pun terdiam dan tidak ada seorang pun yang menjawab. Beliau Saw. mengulangi lagi pertanyaannya tapi tidak ada yang menjawab. Sampai yang ke tiga kalinya tetap tidak ada yang menjawab. Lalu Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Kalian enggan, demi Allah sesungguhnya aku adalah pengumpul, aku yang terakhir, aku nabi pilihan, kalian beriman ataupun mendustakan.” Setelah itu Nabi shallallahu alaihi wasallam pergi dan aku bersama beliau….dst.” (HR. Ahmad: 23984 dan al-Hakim dalam al-Mustadrak: 5756 (3/469). Di-shahih-kan oleh al-Hakim dan disepakati oleh adz-Dzahabi).

Kedua: ungkapan supaya ia menyatakan hukum kepada bangsa-bangsa,” menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam diutus kepada seluruh alam dan untuk seluruh umat manusia.

Allah ta’ala berfirman:

‌وَمَا ‌أَرْسَلْنَاكَ ‌إِلا ‌رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ

“Dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al-Anbiya’: 107).

Allah ta’ala juga berfirman:

‌وَما ‌أَرْسَلْناكَ إِلَاّ ‌كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيراً وَنَذِيراً وَلكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يَعْلَمُونَ

“Dan Kami tidak mengutus kamu (Muhammad), melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.” (QS. Saba’: 28).

Ketiga: ungkapan “Aku telah menaruh Roh-Ku ke atasnya,” maksudnya adalah bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam selalu dibimbing wahyu (ruh) dari Allah ta’ala.

Allah ta’ala membenarkan ungkapan di atas dalam firman-Nya:

وَكَذلِكَ أَوْحَيْنا إِلَيْكَ ‌رُوحاً ‌مِنْ ‌أَمْرِنا مَا كُنْتَ تَدْرِي مَا الْكِتابُ وَلا الْإِيمانُ وَلكِنْ جَعَلْناهُ نُوراً نَهْدِي بِهِ مَنْ نَشاءُ مِنْ عِبادِنا وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلى صِراطٍ مُسْتَقِيمٍ

“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu ruh (Al Quran) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS. Asy-Syura: 52).

Al-Hafizh Abul Fida’ Ibnu Katsir (wafat tahun 774 H) rahimahullah menjelaskan tafsir ayat di atas:

وَقَدْ سَمَّى اللَّهُ تَعَالَى الْوَحْيَ الَّذِي أَنْزَلَهُ نُورًا لِمَا يَحْصُلُ بِهِ مِنَ الْهُدَى كَمَا سَمَّاهُ رُوحًا لِمَا يَحْصُلُ بِهِ مِنْ حَيَاةِ الْقُلُوبِ

“Allah ta’ala menyebut wahyu yang Dia turunkan sebagai ‘cahaya’ karena dengannya muncul petunjuk (bagi umat manusia, pen), sebagaimana Allah menyebut wahyu sebagai ‘Ruh’ karena dengan wahyu, hati-hati ini menjadi hidup.” (Tafsir al-Quran al-Azhim: 8/155).

Keempat: ungkapan Dia tidak akan berteriak atau menyaringkan suara atau memperdengarkan suaranya di jalan. Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskannya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkannya, tetapi dengan setia dia akan menyatakan hukum,” menunjukkan begitu luhurnya akhlak Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

Abu Abdillah al-Jadali (ulama tabi’in) rahimahulah berkata:

سَأَلْتُ عَائِشَةَ، عَنْ خُلُقِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ: «‌لَمْ ‌يَكُنْ ‌فَاحِشًا ‌وَلَا ‌مُتَفَحِّشًا وَلَا صَخَّابًا فِي الأَسْوَاقِ، وَلَا يَجْزِي بِالسَّيِّئَةِ السَّيِّئَةَ، وَلَكِنْ يَعْفُو وَيَصْفَحُ

“Beliau bukanlah orang yang keji ucapan dan perbuatannya, dan tidak juga suka berbuat keji. Beliau tidak suka berteriak di pasar, dan tidak juga membalas keburukan dengan keburukan. Namun beliau memaafkan dan berlapang dada.” (HR. At-Tirmidzi: 2016 dan ia berkata hadits hasan shahih, Ahmad: 25990 dan al-Baihaqi dalam Syuabul Iman: 8297 (6/312). Hadits ini di-shahih-kan oleh Muqbil dalam ash-Shahih al-Musnad: 1572 (2/492)).

Abu Hurairah radhiyallahu anhu berkata:

قِيلَ: « يَا رَسُولَ اللهِ ادْعُ عَلَى الْمُشْرِكِينَ قَالَ: إِنِّي لَمْ أُبْعَثْ ‌لَعَّانًا، وَإِنَّمَا بُعِثْتُ رَحْمَةً

“Dimintakan kepada Rasulullah saw untuk mendoakan kejelekan atas orang-orang musyrik, maka Nabi menjawab: “Sesungguhnya aku diutus bukan untuk menjadi pelaknat, tetapi aku diutus untuk menjadi rahmat.” (HR. Muslim: 2599).

Anas bin Malik radhiyallahu anhu berkata:

لَمْ يَكُنِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَبَّابًا وَلَا فَحَّاشًا وَلَا ‌لَعَّانًا كَانَ يَقُولُ لِأَحَدِنَا عِنْدَ الْمَعْتَبَةِ: مَا لَهُ تَرِبَ جَبِينُهُ

“Rasulullah ﷺ tidak pernah berkata keji, melaknat dan mencela, apabila beliau hendak mencela, maka beliau akan berkata: “Mengapa dahinya berdebu (dengan bahasa sindiran).” (HR. Al-Bukhari: 6031 dan Ahmad: 12609).

Keutamaan Negeri Yaman

Dalam Habakuk 3: 3 disebutkan doa Nabi Habakuk alaihissalam:

“Allah datang dari negeri Teman dan Yang Maha Kudus dari pegunungan Paran. Keagungan-Nya menutupi segenap langit, dan bumi pun penuh dengan pujian kepada-Nya.”

Penjelasan:

Pertama: daerah Teman adalah termasuk wilayah Yaman.

Al-Allamah Yaqut al-Hamawi (wafat tahun 626 H) rahimahullah berkata:

‌‌‌تَيْمَنُ:  بالفتح، وآخره نون: موضع بين تبالة وجرش من مخاليف اليمن

“Taiman adalah suatu tempat antara Tabalah dan Jarsy dari distrik-distrik Yaman.” (Mu’jam al-Buldan: 2/68).

Kedua: berita dari Nabi Habakuk alaihissalam di atas dibenarkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dalam haditsnya:

أَلَا إِنَّ الْإِيمَانَ ‌يَمَانٍ، وَالْحِكْمَةَ يَمَانِيَةٌ، وَأَجِدُ نَفَسَ رَبِّكُمْ مِنْ ‌قِبَلِ ‌الْيَمَنِ

“Ketahuilah, sesungguhnya iman berada di Yaman dan hikmah (bersama penduduk) Yaman. Aku mendapati nafas Rabb kalian dari arah Yaman.” (HR. Ahmad: 10978 dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu. Al-Haitsami berkata bahwa para perawinya perawi ash-Shahih, selain Syabib, dia adalah tsiqat. Lihat al-Majma’: 16627 (10/55-6)).

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam juga bersabda:

أَتَاكُمْ أَهْلُ الْيَمَنِ، أَضْعَفُ قُلُوبًا وَأَرَقُّ أَفْئِدَةً، الْفِقْهُ يَمَانٍ، ‌وَالْحِكْمَةُ ‌يَمَانِيَةٌ

“Telah datang penduduk Yaman, mereka adalah orang-orang yang perasaan (sensitif) dan hatinya paling lembut, keimanan dari Yaman, hikmah ada pada orang Yaman.” (HR. Al-Bukhari: 4390, Muslim: 52 dan at-Tirmidzi: 3935 dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu).

Al-Allamah Abul Qasim Mahmud bin Hamzah al-Karmani rahimahullah berkata:

قال: ((الإيمان يمان، والحكمة يمانية)) ؛ لأنَّ أهل اليمن أعانوه على أعدائه، ولهذا قال النبي – صلى الله عليه وسلم -: ((أجد نفس ربّكم ‌من ‌قِبَلِ … ‌اليمن)) ، والمعنى: يُنفّس الكرب عن نبيِّه  بأهل اليمن

“Sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam “sesungguhnya iman berada di Yaman dan hikmah (bersama penduduk) Yaman,” karena orang-orang Yaman menolong Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melawan musuh-musuh beliau. Oleh karena itu Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Aku mendapati nafas Rabb kalian dari arah Yaman,” maksudnya bahwa Allah melegakan dan memberikan bantuan untuk beliau dengan penduduk Yaman.” (Lubab at-Tafasir: 3694).

Ketiga: berita dari Nabi Habakuk alaihissalam dan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam itu terjadi di jaman Abu Bakar radhiyallahu anhu menjadi khalifah. Ketika itu banyak orang-orang yang murtad (keluar dari Islam). Maka Abu Bakar dan para sahabat dibantu oleh ribuan pasukan kaum muslimin dari Yaman untuk memerangi kaum murtaddin.

Al-Imam Abu al-Laits as-Samarqandi (wafat tahun 373 H) rahimahullah berkata:

فاتفقت الصحابة على قول أبي بكر، وجمعوا العسكر، وجاءهم ‌من ‌قبل ‌اليمن سبعة آلاف رجل، واجتمع ثلاثة آلاف من أفناء الناس، فخرجوا وأميرهم «خالد بن الوليد» ، وقاتلهم

“Maka para sahabat bersepakat mengikuti Abu Bakar. Kemudian mereka menghimpun pasukan. Dan datang dari arah Yaman 7 ribu pasukan dan berkumpul juga 3 ribu orang terbaik. Maka mereka keluar berperang dengan dipimpin oleh Khalid bin al-Walid dan mereka memerangi orang-orang murtad tersebut.” (Bahr al-Ulum: 1/399).

Pembela Kaum Lemah

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam diberitakan dalam kitab-kitab terdahulu sebagai pembela orang-orang lemah. Di dalam Mazmur (Zabur) 72: 11-15:

“Semua raja akan sujud menghormatinya, dan segala bangsa menghambakan diri (melayani) kepadanya. Sebab dia akan melepaskan orang miskin yang berteriak minta tolong, orang yang tertindas, dan orang yang tidak punya penolong; ia akan sayang kepada orang lemah dan orang miskin, ia akan menyelamatkan nyawa orang miskin. Ia akan menebus nyawa mereka dari penindasan dan kekerasan, darah mereka mahal di matanya. Hiduplah ia! Kiranya dipersembahkan kepadanya emas Syeba! Kiranya dia didoakan senantiasa, dan diberkati sepanjang hari!”

Di dalam Mazmur 68: 4-5 juga disebutkan:

“Bernyanyilah bagi Allah, mazmurkanlah nama-Nya, buatlah jalan bagi dia yang berkendaraan melintasi awan-awan! Namanya ialah TUAN (dalam Bible versi Douay Rheims: the Lord is his name); beria-rialah di hadapannya! Bapa bagi anak yatim dan Pelindung bagi para janda. Allah di kediaman-Nya yang kudus;”

Penjelasan:

Pertama: ucapan dalam Zabur “Semua raja akan sujud menghormatinya, dan segala bangsa menghambakan diri (melayani) kepadanya,” juga ucapan “Namanya ialah TUAN (dalam Bible versi Douay Rheims: the Lord is his name);” menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah Tuan dan Penghulu dari segenap umat manusia.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

أَنَا ‌سَيِّدُ ‌وَلَدِ ‌آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ. وَأَوَّلُ مَنْ يَنْشَقُّ عَنْهُ الْقَبْرُ. وَأَوَّلُ شَافِعٍ وَأَوَّلُ مشفع

“Aku adalah Sayyid (TUAN=LORD=Penghulu, pen) anak Adam pada hari kiamat. Orang pertama yang bangkit dari kubur, orang pertama yang memberikan syafa’at dan orang yang pertama kali diberi hak untuk memberikan syafa’at.” (HR. Muslim: 2278, Abu Dawud: 4673 dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu).

Dalam riwayat at-Tirmidzi terdapat tambahan:

وَمَا مِنْ نَبِيٍّ يَوْمَئِذٍ آدَمُ فَمَنْ سِوَاهُ إِلَّا تَحْتَ لِوَائِي

“Dan tidaklah seorang nabi pun, baik Adam ataupun nabi selainnya, kecuali berada di bawah benderaku saat itu.” (HR. At-Tirmidzi: 3615 dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu anhu dan ia berkata hadits hasan. Di-shahih-kan oleh al-Albani dalam Shahih al-Jami’ ash-Shaghir no: 1468).

Kedua: ucapan “dia akan melepaskan orang miskin yang berteriak minta tolong, orang yang tertindas, dan orang yang tidak punya penolong; ia akan sayang kepada orang lemah dan orang miskin, ia akan menyelamatkan nyawa orang miskin,” dan juga “Bapa bagi anak yatim dan Pelindung bagi para janda,” merupakan bentuk keluhuran akhlak dan pribadi Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

Ketika beliau ketakutan setelah menerima wahyu yang pertama, maka istri beliau Khadijah radhiyallahu anha menghibur beliau:

كَلَّا وَاللهِ مَا يُخْزِيكَ اللهُ أَبَدًا، إِنَّكَ لَتَصِلُ الرَّحِمَ، وَتَحْمِلُ الْكَلَّ، وَتَكْسِبُ الْمَعْدُومَ، وَتَقْرِي الضَّيْفَ، وَتُعِينُ عَلَى نَوَائِبِ الْحَقِّ

“Demi Allah, Allah tidak akan mencelakakanmu selamanya, karena engkau adalah orang yang menyambung silaturrahmi, engkau suka membantu orang yang tidak punya apa-apa, engkau membantu orang yang kesusahan, engkau suka menjamu tamu, dan engkau suka menolong orang yang terkena musibah.” (HR. Al-Bukhari: 3 dan Muslim: 160 dari Aisyah radhiyallahu anha).

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu:

أَنَّ رَجُلًا شَكَا إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَسْوَةَ قَلْبِهِ، فَقَالَ: ” امْسَحْ رَأْسَ ‌الْيَتِيمِ، وَأَطْعِمِ ‌الْمِسْكِينَ

“Bahwa seseorang mengadu kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam perihal hatinya yang keras. Nabi bersabda: “Usaplah kepala anak yatim dan berilah makan orang miskin.” (HR. Ahmad: 9018. Al-Haitsami berkata bahwa perawinya adalah perawi ash-Shahih. Lihat Majma’ az-Zawaid: 13508 (8/160). Isnadnya di-hasan-kan oleh al-Hafizh dalam Fathul Bari: 11/151).

Beliau juga bersabda:

السَّاعِي عَلَى ‌الْأَرْمَلَةِ وَالْمِسْكِينِ كَالْمُجَاهِدِ فِي سَبِيلِ اللهِ، أَوِ الْقَائِمِ اللَّيْلَ الصَّائِمِ النَّهَارَ

“Orang yang mengurus janda dan miskin seperti mujahid di jalan Allah, atau seperti orang yang shalat malam dan puasa di siang hari.” (HR. Al-Bukhari: 5353, Muslim: 2982 dan Ibnu Majah: 2160 dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu).

Ketiga: ucapan “Ia akan menebus nyawa mereka dari penindasan dan kekerasan, darah mereka mahal di matanya,” menunjukkan isi khutbah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ketika Haji Wada’. Beliau bersabda:

إِنَّ ‌دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ ‌حَرَامٌ عَلَيْكُمْ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ هَذَا، أَلَا كُلُّ شَيْءٍ مِنْ أَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ تَحْتَ قَدَمَيَّ مَوْضُوعٌ، وَدِمَاءُ الْجَاهِلِيَّةِ مَوْضُوعَةٌ، وَإِنَّ أَوَّلَ دَمٍ أَضَعُ مِنْ دِمَائِنَا دَمُ ابْنِ رَبِيعَةَ بْنِ الْحَارِثِ، كَانَ مُسْتَرْضَعًا فِي بَنِي سَعْدٍ فَقَتَلَتْهُ هُذَيْلٌ وَرِبَا الْجَاهِلِيَّةِ مَوْضُوعٌ، وَأَوَّلُ رِبًا أَضَعُ رِبَانَا رِبَا عَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ؛ فَإِنَّهُ مَوْضُوعٌ كُلُّهُ

“Sesungguhnya menumpahkan darah, merampas harta sesamamu adalah haram sebagaimana haramnya berperang pada hari ini, pada bulan ini, dan di negeri ini. Ketahuilah, semua yang berbau Jahiliyah telah dihapuskan di bawah undang-undangku, termasuk tebusan darah masa jahilijyah. Tebusan darah yang pertama-tama kuhapuskan adalah darah Ibnu Rabi’ah bin Harits yang disusukan oleh Bani Sa’ad, lalu ia dibunuh oleh Hudzail. Begitu pula telah kuhapuskan riba jahiliyah; yang mula-mula kuhapuskan ialah riba yang ditetapkan Abbas bin Abdul Muthalib. Sesungguhnya riba itu kuhapuskan semuanya.” (HR. Muslim: 1218 dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu anhuma).

Keempat: ucapan “Kiranya dia didoakan senantiasa, dan diberkati sepanjang hari,” menunjukkan shalawat dari Allah ta’ala, para malaikat dan kaum muslimin kepada Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam.

Allah ta’ala berfirman:

إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ ‌يُصَلُّونَ ‌عَلَى ‌النَّبِيِّ يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً

“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. Al-Ahzab: 56).

Al-Imam Muhammad bin Ismail al-Bukhari rahimahullah berkata:

قَالَ أَبُو الْعَالِيَةِ: ‌صَلَاةُ ‌اللهِ ‌ثَنَاؤُهُ ‌عَلَيْهِ ‌عِنْدَ ‌الْمَلَائِكَةِ، وَصَلَاةُ الْمَلَائِكَةِ الدُّعَاءُ. قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: {يُصَلُّونَ} يُبَرِّكُونَ

“Berkata Abul ‘Aliyah: “Shalawatnya Allah adalah pujian kepadanya (nabi) di hadapan malaikat, dan shalawatnya malaikat adalah doa.” Berkata Ibnu Abbas: yushalluuna (Allah dan malaikat bershalawat) yaitu yubarrikuuna (mereka memberkati).” (Shahih al-Bukhari: 6/120).

Menerima Hadiah dan Upeti

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam juga mau menerima hadiah yang dikirimkan oleh raja-raja. Dalam Mazmur 72: 8-10 disebutkan:

“Kiranya ia memerintah dari laut ke laut, dari sungai Efrat sampai ke ujung bumi! Kiranya penghuni padang belantara berlutut di depannya, dan musuh-musuhnya menjilat debu; kiranya raja-raja dari Tarsis dan pulau-pulau membawa persembahan-persembahan; kiranya raja-raja dari Syeba dan Seba menyampaikan upeti.”

Dalam Mazmur 72: 15 juga disebutkan:

“Hiduplah ia! Kiranya dipersembahkan kepadanya emas Syeba! Kiranya dia didoakan senantiasa, dan diberkati sepanjang hari!”

Penjelasan:

Pertama: ucapan “Kiranya penghuni padang belantara berlutut di depannya, dan musuh-musuhnya menjilat debu,” menunjukkan adanya jihad melawan kaum Ahlul Kitab dan juga Majusi dengan pilihan bertekuk lutut dengan membayar jizyah (pajak) atau harus menjilat tanah (mati).

Allah ta’ala berfirman:

‌قاتِلُوا ‌الَّذِينَ ‌لا ‌يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلا بِالْيَوْمِ الْآخِرِ وَلا يُحَرِّمُونَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَلا يَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتابَ حَتَّى يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَنْ يَدٍ وَهُمْ صاغِرُونَ

“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.” (QS. At-Taubah: 29).

Al-Hafizh Abul Fida’ Ibnu Katsir (wafat tahun 774 H) rahimahullah berkata:

وَقَدِ استدلَّ بِهَذِهِ الْآيَةِ الْكَرِيمَةِ مَن يَرَى أَنَّهُ لَا تُؤْخَذُ الْجِزْيَةُ إِلَّا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ، أَوْ مِنْ أَشْبَاهِهِمْ كَالْمَجُوسِ، لِمَا  صَحَّ فِيهِمُ الْحَدِيثِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخَذَهَا مِنْ مَجُوسِ هَجَرَ وَهَذَا مَذْهَبُ الشَّافِعِيِّ، وَأَحْمَدَ -فِي الْمَشْهُورِ عَنْهُ –

“Ayat yang mulia ini dijadikan dalil oleh ulama yang berpendapat bahwa tidak boleh diambil jizyah (pajak) kecuali dari Ahlul Kitab (Yahudi dan nasrani, pen), atau dari kelompok yang mirip Ahlul Kitab seperti Majusi, karena telah shahih sebuah hadits bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memungut jizyah dari Majusi Hajar. Dan ini adalah Madzhab asy-Syafi’i dan Ahmad dalam riwayat yang masyhur dari beliau.” (Tafsir al-Quran al-Azhim: 4/132).

Al-Allamah Sirajuddin Ibnu Adil al-Hanbali (wafat tahun 775 H) rahimahullah menyatakan:

قال مجاهدٌ «نزلت حين أمر رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم َ بقتال الرُّوم، فغزا بعدها غزوة تبوك» وقال الكلبيُّ «نزلت في قريظة والنَّضير من اليهودِ، فصالحهم، فكانت أول جزية أصابها أهل الإسلام، وأول ذلّ أصاب أهل الكتاب بأيدي المسلمين

“Mujahid berkata: “Ayat ini diturunkan ketika Rasulullah shallallahu alaihi wasallam diperintahkan untuk memerangi Romawi, maka beliau setelah itu mengadakan perang Tabuk.” Sedangkan al-Kalbi berkata: “Ayat ini diturunkan berkenaan Bani Quraizhah dan Bani Nazhir dari kalangan Yahudi. Maka beliau menerima tawaran damai mereka. Sehingga itu merupakan jizyah yang pertama kali diterima kaum muslimin dan awal kehinaan yang menimpa Ahlul Kitab melalui tangan kaum muslimin.” (Al-Lubab fi Ulum al-Kitab: 10/64).

Kedua: ucapan “kiranya raja-raja dari Tarsis dan pulau-pulau membawa persembahan-persembahan,” menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mau menerima hadiah-hadiah dari raja-raja kafir. Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu berkata:

‌أَهْدَى ‌كِسْرَى لِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَبِلَ مِنْهُ، وَأَهْدَى قَيْصَرُ لِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَبِلَ مِنْهُ، وَأَهْدَتِ الْمُلُوكُ فَقَبِلَ مِنْهُمْ

“Kisra (raja Persia) berkirim hadiah kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, maka beliau menerimanya. Qaisar (raja Romawi) berkirim hadiah kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, maka beliau menerimanya. Dan raja-raja berkirim hadiah kepada beliau dan beliau pun menerimanya.” (HR. Ahmad: 1230 dan at-Tirmidzi: 1576 dan ia berkata hadits hasan gharib. Di-dhaif-kan oleh al-Albani dalam Dhaif Sunan at-Tirmidzi: 271).

Ketiga: ucapan “pulau-pulau membawa persembahan,” mencakup wilayah Bahrain (dua laut). Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

لَوْ قَدْ جَاءَ ‌مَالُ ‌الْبَحْرَيْنِ قَدْ أَعْطَيْتُكَ هَكَذَا وَهَكَذَا وَهَكَذَا. فَلَمْ يَجِئْ ‌مَالُ ‌الْبَحْرَيْنِ حَتَّى قُبِضَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَلَمَّا جَاءَ ‌مَالُ ‌الْبَحْرَيْنِ أَمَرَ أَبُو بَكْرٍ فَنَادَى: مَنْ كَانَ لَهُ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِدَةٌ، أَوْ دَيْنٌ فَلْيَأْتِنَا، فَأَتَيْتُهُ فَقُلْتُ: إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِي كَذَا وَكَذَا، فَحَثَى لِي حَثْيَةً، فَعَدَدْتُهَا، فَإِذَا هِيَ خَمْسُمِائَةٍ، وَقَالَ: خُذْ مِثْلَيْهَا

“Seandainya tiba kepada kita harta dari negeri Bahrain aku pasti memberikan kepadamu sekian, sekian dan sekian.” Namun harta dari Bahrain tidak kunjung datang hingga Nabi shallallahu alaihi wasallam wafat. Ketika harta dari Bahrain datang Abu Bakar memerintahkan dan berseru: “Siapa yang telah dijanjikan sesuatu atau diutangi oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam hendaklah menemui kami.” Maka aku mendatanginya dan aku katakan bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam telah berkata kepadaku begini dan begitu, lalu ia (Abu Bakar) memberiku setangkup, lalu aku menghitungnya ternyata ia berjumlah lima ratus, lalu ia berkata: “Ambillah dua kali lagi seperti itu.” (HR. Al-Bukhari: 2296, Muslim: 2314 dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu anhuma).

Keempat: ucapan “kiranya raja-raja dari Syeba dan Seba menyampaikan upeti,” menunjukkan bahwa raja-raja di daerah Yaman juga membawakan hadiah kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu:

أَنَّ مَلِكَ ‌ذِي ‌يَزَنَ ‌أَهْدَى إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حُلَّةً أَخَذَهَا بِثَلَاثَةٍ وَثَلَاثِينَ بَعِيرًا، أَوْ ثَلَاثٍ وَثَلَاثِينَ نَاقَةً، فَقَبِلَهَا

“Bahwasanya raja dzi yazan memberi hadiah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam perhiasan yang ia beli seharga tiga puluh tiga unta jantan, atau tiga puluh tiga unta betina, lalu beliau menerimanya.” (HR. Abu Dawud: 4034 dan Ahmad: 13315. Di-shahih-kan oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak: 7386 (4/208) dan disepakati oleh adz-Dzahabi. Di-dhaif-kan oleh al-Albani dalam Dhaif Sunan Abi Dawud).

Al-Allamah Syihabuddin Ibnu Ruslan (wafat tahun 844 H) rahimahullah berkata:

أن ملك ‌ذي ‌يزن) بفتح المثناة تحت والزاي، غير منصرف، وهو ملك من ملوك حمير

“Raja Dzi Yazan adalah salah satu raja dari raja-raja Himyar.” (Syarh Sunan Abi Dawud: 16/215).

Sedangkan Himyar adalah daerah Saba (Seba) yang termasuk wilayah Yaman. Al-Allamah Ibnu Manzhur al-Ifriqi (wafat tahun 711 H) rahimahullah berkata:

الْجَوْهَرِيُّ: حِمْيَر أَبو قَبِيلَةٍ مِنَ الْيَمَنِ، وَهُوَ حِمْيَرُ بْنُ ‌سَبَإ بْنُ يَشْجُب بْنِ يَعْرُبَ بْنِ قَحْطَانَ

“Al-Jauhari berkata: “Himyar adalah bapak dari suatu kabilah di Yaman. Dia adalah Himyar, putra Saba’ putra Yasyjub bin Ya’rub bin Qahthan.” (Lisan al-Arab: 4/215).

Di antara pembesar Himyar (Saba’) yang berkirim hadiah kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah Fairuz ad-Dailami radhiyallahu anhu. Ibnu Umar radhiyallahu anhu berkata:

كَسَانِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حُلَّةً مِنْ حَرِيرٍ مِنْ حُلَلِ السِّيَرَاءِ مِمَّا ‌أَهْدَى إِلَيْهِ ‌فَيْرُوزُ، …الخ

“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memberiku baju hullah (sarung dan rida’, pen) dari sutera dari hullah Saira’ yang ditelah dihadiahkan oleh Fairuz kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam…dst.” (HR. Ahmad: 5713 dan Abu Ya’la dalam Musnadnya: 5714 (10/78). Isnad Ahmad di-hasan-kan oleh al-Haitsami dalam al-Majma’: 8518 (5/123).

Kelima: orang-orang Kristen menyangka bahwa yang dimaksud dengan tokoh yang mendapatkan kiriman hadiah adalah Nabi Sulaiman (Raja Solomo) alaihissalam. Jawabannya adalah bahwa Nabi Sulaiman alaihissalam tidak pernah dan tidak mau menerima hadiah dari Ratu Saba’ (Seba). Allah ta’ala berfirman:

وَإِنِّي مُرْسِلَةٌ إِلَيْهِمْ بِهَدِيَّةٍ فَنَاظِرَةٌ بِمَ يَرْجِعُ الْمُرْسَلُونَ () فَلَمَّا جَاءَ سُلَيْمَانَ قَالَ أَتُمِدُّونَنِي بِمَالٍ فَمَا آتَانِيَ اللَّهُ خَيْرٌ مِمَّا آتَاكُمْ بَلْ أَنْتُمْ بِهَدِيَّتِكُمْ تَفْرَحُونَ ‌‌() ارْجِعْ إِلَيْهِمْ فَلَنَأْتِيَنَّهُمْ بِجُنُودٍ لا قِبَلَ لَهُمْ بِهَا وَلَنُخْرِجَنَّهُمْ مِنْهَا أَذِلَّةً وَهُمْ صَاغِرُونَ

“Dan sesungguhnya aku (Ratu Saba) akan mengirim utusan kepada mereka dengan (membawa) hadiah, dan (aku akan) menunggu apa yang akan dibawa kembali oleh utusan-utusan itu”. Maka tatkala utusan itu sampai kepada Sulaiman, Sulaiman berkata: “Apakah (patut) kamu menolong aku dengan harta? maka apa yang diberikan Allah kepadaku lebih baik daripada apa yang diberikan-Nya kepadamu; tetapi kamu merasa bangga dengan hadiahmu. Kembalilah kepada mereka sungguh kami akan mendatangi mereka dengan balatentara yang mereka tidak kuasa melawannya, dan pasti kami akan mengusir mereka dari negeri itu (Saba) dengan terhina dan mereka menjadi (tawanan-tawanan) yang hina dina.” (QS. An-Naml: 34-37).

Al-Hafizh Abul Fida’ Ibnu Katsir (wafat tahun 774 H) rahimahullah menerangkan tafsir ayat di atas:

وقال منكرًا عليهم: {‌أَتُمِدُّونَنِي ‌بِمَالٍ} أَيْ: أَتُصَانِعُونَنِي بِمَالٍ لِأَتْرُكَكُمْ عَلَى شِرْكِكُمْ وَمُلْكِكُمْ؟! {فَمَا آتَانِيَ اللَّهُ خَيْرٌ مِمَّا آتَاكُمْ} أَيِ: الَّذِي أَعْطَانِي اللَّهُ مِنَ الْمُلْكِ وَالْمَالِ وَالْجُنُودِ خَيْرٌ مِمَّا أَنْتُمْ فِيهِ، {بَلْ أَنْتُمْ بِهَدِيَّتِكُمْ تَفْرَحُونَ} أَيْ: أَنْتُمُ الَّذِينَ تَنْقَادُونَ لِلْهَدَايَا وَالتُّحَفِ، وَأَمَّا أَنَا فَلَا أَقْبَلُ مِنْكُمْ إِلَّا الْإِسْلَامَ أَوِ السَّيْفَ

“Nabi Sulaiman berkata dengan mengingkari mereka (utusan ratu Saba’, pen): “Apakah kalian mempermainkan aku dengan harta agar aku membiarkan kalian di atas kesyirikan dan kekuasaan kalian? Maka kerajaan, harta dan pasukan yang diberikan oleh Allah kepadaku lebih baik daripada kerajaan milik kalian. Tetapi kalian merasa bangga dengan hadiah-hadiah dan hidangan-hidangan yang kalian kirimkan. Adapun aku (Sulaiman), maka tidak akan menerima dari kalian kecuali keislaman kalian atau pedang (diperangi, pen).” (Tafsir al-Quran al-Azhim: 6/191).

Berjihad dan Mendapatkan Rampasan

Rasulullah shallallahu alaihi wasalam juga melaksanakan jihad melawan orang-orang kafir dan mendapatkan rampasan perang (ghanimah). Di dalam Mazmur 68:11-12 disebutkan:

“Tuhan menyampaikan sabda; orang-orang yang membawa kabar baik itu merupakan tentara yang besar: Raja-raja segala tentara melarikan diri, melarikan diri, dan perempuan di rumah membagi-bagi jarahan.”

Di dalam Yesaya 59: 17-18 juga disebutkan:

“Ia mengenakan keadilan sebagai baju zirah dan ketopong keselamatan ada di kepalanya; Ia mengenakan pakaian pembalasan dan menyelubungkan kecemburuan sebagai jubah. Sesuai dengan perbuatan-perbuatan orang, demikianlah dia memberi pembalasan: kehangatan murka kepada lawan-lawan-Nya, ganjaran kepada musuh-musuh-Nya; bahkan kepada pulau-pulau yang jauh Ia memberi ganjaran.”

Penjelasan:

Pertama: ucapan “Raja-raja segala tentara melarikan diri, melarikan diri,” dan juga ucapan “Ia mengenakan keadilan sebagai baju zirah dan ketopong keselamatan ada di kepalanya; Ia mengenakan pakaian pembalasan dan menyelubungkan kecemburuan sebagai jubah. Sesuai dengan perbuatan-perbuatan orang, demikianlah dia memberi pembalasan”, menunjukkan adanya anjuran berjihad di jalan Allah ta’ala.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

‌بُعِثْت بِالسَّيْفِ بَيْنَ يَدَيْ السَّاعَةِ حَتَّى يُعْبَدَ اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَجُعِلَ رِزْقِي تَحْتَ ظِلِّ رُمْحِي. وَجُعِلَ الذُّلُّ وَالصَّغَارُ عَلَى مَنْ خَالَفَ أَمْرِي وَمَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمِ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Aku diutus dengan pedang, hingga Allah disembah tiada serikat bagi-Nya, dan rejekiku dijadikan di bawah naungan tombak, kehinaan bagi siapa yang menyalahi perintahku, dan siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk kepada kaum tersebut.” (HR. Ahmad: 5667, al-Baihaqi dalam Syuabul Iman: 1199 (2/75) dan ath-Thabrani dalam al-Kabir: 14109 (13/317). Di-shahih-kan oleh al-Albani dalam Shahih al-Jami’ ash-Shaghir no: 2831).

Kedua: ucapan “dan perempuan di rumah membagi-bagi jarahan,” menunjukkan bahwa harta rampasan perang (ghanimah) dihalalkan bagi Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan umat beliau dan diharamkan atas umat nabi-nabi sebelum beliau.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

أُعْطِيتُ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ مِنَ الْأَنْبِيَاءِ قَبْلِي: نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ مَسِيرَةَ شَهْرٍ، وَجُعِلَتْ لِيَ الْأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا، وَأَيُّمَا رَجُلٍ مِنْ أُمَّتِي أَدْرَكَتْهُ الصَّلَاةُ فَلْيُصَلِّ، ‌وَأُحِلَّتْ ‌لِيَ ‌الْغَنَائِمُ، وَكَانَ النَّبِيُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً، وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ كَافَّةً، وَأُعْطِيتُ الشَّفَاعَةَ

“Aku diberikan lima perkara yang tidak diberikan kepada seorangpun dari Nabi-Nabi sebelumku; aku ditolong melawan musuhku dengan ketakutan mereka sepanjang sebulan perjalanan, bumi dijadikan untukku sebagai tempat sujud dan suci; maka dimana saja seorang laki-laki dari ummatku mendapati waktu shalat hendaklah ia shalat. Dihalalkan harta rampasan untukku, para Nabi sebelumku diutus khusus untuk kaumnya sedangkan aku diutus untuk seluruh manusia, dan aku diberikah (hak) syafa’at.” (HR. Al-Bukhari: 438 dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu anhuma).

Raja Hijaz dan Permaisurinya

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah raja yang diberitakan oleh Nabi Dawud alaihissalam dalam Mazmur 45: 2-11:

“Hatiku meluap dengan kata-kata indah, aku hendak menyampaikan sajakku kepada raja; lidahku ialah pena seorang jurutulis yang mahir. Engkau yang terelok di antara anak-anak manusia, kemurahan tercurah pada bibirmu, sebab itu Allah telah memberkati engkau untuk selama-lamanya. Ikatlah pedangmu pada pinggang, hai pahlawan, dalam keagunganmu dan semarakmu! Dalam semarakmu itu majulah demi kebenaran, perikemanusiaan dan keadilan! Biarlah tangan kananmu mengajarkan engkau perbuatan-perbuatan yang dahsyat! Anak-anak panahmu tajam, menembus jantung musuh raja; bangsa-bangsa jatuh di bawah kakimu. Takhtamu kepunyaan Allah, tetap untuk seterusnya dan selamanya, dan tongkat kerajaanmu adalah tongkat kebenaran. Engkau mencintai keadilan dan membenci kefasikan; sebab itu Allah, Allahmu, telah mengurapi engkau dengan minyak sebagai tanda kesukaan, melebihi teman-teman sekutumu. Segala pakaianmu berbau mur, gaharu dan cendana; dari istana gading permainan kecapi menyukakan engkau; di antara mereka yang disayangi terdapat puteri-puteri raja, di sebelah kananmu berdiri permaisuri berpakaian emas dari Ofir. Dengarlah, hai puteri, lihatlah, dan sendengkanlah telingamu, lupakanlah bangsamu dan seisi rumah ayahmu!

Penjelasan:

Pertama: kata ‘raja’ dalam ucapan Nabi Dawud alaihissalam “menyampaikan sajakku kepada raja,” adalah Raja Hijaz, yaitu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Panggilan sebagai ‘Raja Hijaz’ sudah dikenal oleh kalangan Yahudi kota Madinah. Ishaq bin Yasar rahimahullah berkata:

وَكَانَتْ صَفِيَّةُ قَدْ رَأَتْ فِي الْمَنَامِ وَهِيَ عَرُوسٌ بِكِنَانَةَ بْنِ الرَّبِيعِ بْنِ أَبِي الْحُقَيْقِ، أَنَّ قَمَرًا وَقَعَ فِي حِجْرِهَا، فَعَرَضَتْ رُؤْيَاهَا عَلَى زَوْجِهَا، فَقَالَ: مَا هَذَا إِلَّا أَنَّكِ تَمَنَّيْنَ ‌مَلِكَ ‌الْحِجَازِ مُحَمَّدًا. فَلَطَمَ وَجْهَهَا لَطْمَةً خَضَّرَ عَيْنَهَا مِنْهَا. فَأُتِيَ بِهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَبِهَا أَثَرٌ مِنْهُ، فَسَأَلَهَا: ” مَا هَذَا؟ ” فَأَخْبَرَتْهُ الْخَبَرَ

“Ketika sedang melakukan malam pengantin baru dengan Kinanah bin ar-Rabi’ bin Abil Huqaiq (pemimpin Bani Nadhir, pen), Shafiyah bintu Huyyai bermimpi bahwa sebuah bulan purnama jatuh ke dalam pangkuannya. Kemudian Shafiyah menceritakan mimpinya kepada suaminya. Maka Kinanah berkata: “Tidak ada lain dari maksud mimpimu kecuali kamu bercita-cita untuk mendapatkan Raja Hijaz, yaitu Muhammad.” Kemudian Kinanah menampar wajah Shafiyah hingga matanya menghijau (memar, pen). Kemudian Shafiyah diperistri oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan bekas tamparan itu masih ada. Maka Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bertanya: “Apa ini?” Maka Shafiyah menceritakan kejadiannya.” (Atsar riwayat Ibnu Ishaq dalam as-Siyar wal Maghazi: 264. Lihat juga Sirah Ibnu Hisyam: 2/336 dan Tarikh ath-Thabari: 3/14).

Kedua: ungkapan “Ikatlah pedangmu pada pinggang, hai pahlawan, dalam keagunganmu dan semarakmu! Dalam semarakmu itu majulah demi kebenaran, perikemanusiaan dan keadilan,” maksudnya adalah perintah berperang melawan Yahudi Bani Quraizhah. Aisyah radhiyallahu anha berkata:

لَمَّا رَجَعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنَ الْخَنْدَقِ، وَوَضَعَ السِّلَاحَ وَاغْتَسَلَ، أَتَاهُ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَامُ، فَقَالَ ‌قَدْ ‌وَضَعْتَ ‌السِّلَاحَ؟ وَاللهِ مَا وَضَعْنَاهُ، فَاخْرُجْ إِلَيْهِمْ. قَالَ: فَإِلَى أَيْنَ؟ قَالَ: هَاهُنَا، وَأَشَارَ إِلَى بَنِي قُرَيْظَةَ، فَخَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَيْهِمْ

“Ketika Nabi shallallahu alaihi wasallam kembali dari perang Khandaq, setelah beliau meletakkan senjata dan mandi, malaikat Jibril alaihis salam datang menemui beliau seraya berkata: “Apakah engkau hendak meletakkan senjata? Demi Allah kami tidak akan meletakkannya. Keluarlah engkau (untuk memerangi) mereka!” Beliau bertanya: “Ke mana?” Jibril menjawab: “Ke sana.” Jibril memberi isyarat (untuk pergi memerangi) Bani Quraizhah. Maka Nabi shallallahu alaihi wassalam berangkat menyerbu mereka.” (HR. Al-Bukhari: 4117).

Ketiga: ungkapan “majulah demi kebenaran, perikemanusiaan dan keadilan,” dan ungkapan “Engkau mencintai keadilan dan membenci kefasikan,” maksudnya adalah berperang dalam rangka menegakkan keadilan dan memperlakukan kaum Yahudi atau Bani Israil sesuai dengan keadilan dan perikemanusiaan.

Al-Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah (wafat tahun 751 H) rahimahullah berkata:

وَوَادَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ بِالْمَدِينَةِ مِنَ الْيَهُودِ، وَكَتَبَ بَيْنَهُ وَبَيْنَهُمْ كِتَابًا، وَبَادَرَ حَبْرُهُمْ وَعَالِمُهُمْ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَلَامٍ فَدَخَلَ فِي الْإِسْلَامِ وَأَبَى عَامَّتُهُمْ إِلَّا الْكُفْرَ. وَكَانُوا ثَلَاثَ قَبَائِلَ: بَنُو قَيْنُقَاعَ، وَبَنُو النَّضِيرِ، وَبَنُو قُرَيْظَةَ، وَحَارَبَهُ الثَّلَاثَةُ، فَمَنَّ عَلَى بَنِي قَيْنُقَاعَ، وَأَجْلَى بَنِي النَّضِيرِ، وَقَتَلَ بَنِي قُرَيْظَةَ، وَسَبَى ذُرِّيَّتَهُمْ، وَنَزَلَتْ (سُورَةُ الْحَشْرِ) فِي بَنِي النَّضِيرِ، وَ (سُورَةُ الْأَحْزَابِ) فِي بَنِي قُرَيْظَةَ

“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjalin perjanjian damai dengan kaum Yahudi di Madinah dan menuliskan surat perjanjian di antara mereka. Orang yang paling berilmu di kalangan mereka, yakni Abdullah bin Salam bercepat-cepat masuk al-Islam sedangkan kebanyakan Yahudi tetap kafir. Mereka terdiri dari tiga (3) kabilah: Bani Qainuqa’, Bani Nadhir dan Bani Quraizhah. Ketiganya memerangi Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Maka beliau mengampuni Bani Qainuqa’, mengusir Bani Nadhir dan membunuh Bani Quraizhah serta menjadikan anak dan wanita mereka sebagai tawanan. Surat al-Hasyr diturunkan dengan sebab Bani Nadhir dan surat al-Ahzab diturunkan dengan sebab Bani Quraizhah.” (Zaad al-Ma’ad fi Hadyi Khair al-Ibad: 3/58-9).

Tentang kisah Bani Quraizhah, Abu Said al-Khudri radhiyallahu anhu berkata:

لَمَّا نَزَلَتْ بَنُو قُرَيْظَةَ عَلَى حُكْمِ سَعْدٍ، هُوَ ابْنُ مُعَاذٍ، بَعَثَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَكَانَ قَرِيبًا مِنْهُ، فَجَاءَ عَلَى حِمَارٍ، فَلَمَّا دَنَا قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: قُومُوا إِلَى سَيِّدِكُمْ فَجَاءَ فَجَلَسَ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ لَهُ: إِنَّ هَؤُلَاءِ ‌نَزَلُوا ‌عَلَى ‌حُكْمِكَ قَالَ: فَإِنِّي أَحْكُمُ أَنْ تُقْتَلَ الْمُقَاتِلَةُ، وَأَنْ تُسْبَى الذُّرِّيَّةُ، قَالَ: لَقَدْ حَكَمْتَ فِيهِمْ بِحُكْمِ الْمَلِكِ

“Ketika Banu Quraizhah menyerahkan hukum kepada Sa’ad bin Mu’adz, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengutusnya. Dan ia datang dengan menunggang keledai. Ketika telah dekat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Berdirilah kalian untuk menjemput pemimpin kalian”. Sa’ad pun tiba dan duduk dekat dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu Beliau berkata kepadanya: “Sesungguhnya mereka setuju dengan keputusan yang akan kamu putuskan”. Sa’ad berkata: “Aku putuskan agar para tentara perang mereka dibunuh dan anak-anak mereka dijadikan tawanan.” Maka beliau shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Sungguh kamu telah memutuskan hukum kepada mereka dengan hukum Allah (Raja diraja).” (HR. Al-Bukhari: 3043 dan Muslim: 1768).

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam juga melakukan pengepungan terhadap benteng Khaibar. Abdullah bin Mughaffal radhiyallahu anhu bercerita:

كُنَّا ‌مُحَاصِرِينَ قَصْرَ ‌خَيْبَرَ، فَرَمَى إِنْسَانٌ بِجِرَابٍ فِيهِ شَحْمٌ، فَنَزَوْتُ لِآخُذَهُ، فَالْتَفَتُّ فَإِذَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاسْتَحْيَيْتُ مِنْهُ

“Ketika kami sedang mengepung benteng Khaibar, ada seseorang yang melempar wadah kulit berisi lemak maka aku melompat untuk mengambilnya. Lalu aku melirik ternyata ada Nabi shallallahu alaihi wasallam sehingga aku jadi malu kepada Beliau.” (HR. Al-Bukhari: 3153).

Tindakan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam di atas sudah sesuai dengan keadilan dan perikemanusiaan, dan bahkan dibenarkan oleh Taurat Nabi Musa alaihissalam.

Dalam Ulangan 20: 10-15 disebutkan:

Apabila engkau mendekati suatu kota untuk berperang melawannya, maka haruslah engkau menawarkan perdamaian kepadanya. Apabila kota itu menerima tawaran perdamaian itu dan dibukanya pintu gerbang bagimu, maka haruslah semua orang yang terdapat di situ melakukan pekerjaan rodi bagimu dan menjadi hamba kepadamu. Tetapi apabila kota itu tidak mau berdamai dengan engkau, melainkan mengadakan pertempuran melawan engkau, maka haruslah engkau mengepungnya; dan setelah TUHAN, Allahmu, menyerahkannya ke dalam tanganmu, maka haruslah engkau membunuh seluruh penduduknya yang laki-laki dengan mata pedang. Hanya perempuan, anak-anak, hewan dan segala yang ada di kota itu, yakni seluruh jarahan itu, boleh kaurampas bagimu sendiri, dan jarahan yang dari musuhmu ini, yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, boleh kaupergunakan. Demikianlah harus kaulakukan terhadap segala kota yang sangat jauh letaknya dari tempatmu, yang tidak termasuk kota-kota bangsa-bangsa di sini.

Keempat: ucapan Nabi Dawud alaihissalam “Allahmu, telah mengurapi engkau dengan minyak sebagai tanda kesukaan, melebihi teman-teman sekutumu,” menunjukkan keutamaan dan kelebihan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dibanding teman-teman sekutu beliau dari kalangan para nabi. Beliau bersabda:

وَمَا مِنْ نَبِيٍّ يَوْمَئِذٍ آدَمُ فَمَنْ سِوَاهُ إِلَّا تَحْتَ لِوَائِي

“Dan tidaklah seorang nabi pun, baik Adam ataupun nabi selainnya, kecuali berada di bawah benderaku saat itu.” (HR. At-Tirmidzi: 3615 dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu anhu dan ia berkata hadits hasan. Di-shahih-kan oleh al-Albani dalam Shahih al-Jami’ ash-Shaghir no: 1468).

Kelima: ungkapan “di antara mereka yang disayangi terdapat puteri-puteri raja,”  dan juga ungkapan “Dengarlah, hai puteri, lihatlah, dan sendengkanlah telingamu, lupakanlah bangsamu dan seisi rumah ayahmu,” maksudnya adalah di antara istri-istri Rasulullah shallallahu alaihi wasallam terdapat putri-putri raja atau kepala kabilah.

Di antaranya adalah Juwairiyah bintu al-Harits radhiyallahu anha, putri Raja Bani Mushthaliq. Ibnu Aun rahimahullah berkata:

كَتَبْتُ إِلَى ‌نَافِعٍ، فَكَتَبَ إِلَيَّ: «إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَغَارَ عَلَى بَنِي ‌الْمُصْطَلِقِ وَهُمْ غَارُّونَ، وَأَنْعَامُهُمْ تُسْقَى عَلَى الْمَاءِ، فَقَتَلَ مُقَاتِلَتَهُمْ، وَسَبَى ذَرَارِيَّهُمْ، وَأَصَابَ يَوْمَئِذٍ ‌جُوَيْرِيَةَ حَدَّثَنِي بِهِ عَبْدُ اللهِ بْنُ عُمَرَ، وَكَانَ فِي ذَلِكَ الْجَيْشِ

“Aku menulis surat kepada Nafi’lalu dia membalasnya dan berkata: “Sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wasallam pernah menyerang suku Bani al-Mushthaliq saat mereka sedang lalai sedangkan ternak-ternak mereka sedang minum air lalu beliau membunuh prajurit suku tersebut dan menawan anak keturunan mereka dan pada saat itu beliau mendapatkan Juwairiyah (sebagai tawanan).” Abdullah bin ‘Umar radliallahu ‘anhuma menceritakan kepadaku tentang riwayat ini dan saat itu dia termasuk salah seorang dari pasukan tersebut.” (HR. Al-Bukhari: 2541, Muslim: 1730 dan Abu Dawud: 2633).

Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani (wafat tahun 852 H) rahimahullah berkata:

قَوْلُهُ ‌وَأَصَابَ ‌يَوْمَئِذٍ ‌جُوَيْرِيَةَ بِالْجِيمِ مُصَغَّرًا بِنْتَ الْحَارِثِ بْنِ أبي ضرار بِكَسْر الْمُعْجَمَة وَتَخْفِيف الرَّاء بن الْحَارِثِ بْنِ مَالِكِ بْنِ الْمُصْطَلِقِ وَكَانَ أَبُوهَا سَيِّدَ قَوْمِهِ وَقَدْ أَسْلَمَ بَعْدَ ذَلِكَ

“Ucapan Ibnu Umar “Pada saat itu beliau (Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, pen) mendapatkan Juwairiyah (sebagai tawanan),” adalah Juwairiyah bintu al-Harits bin Abu adh-Dhirar bin al-Harits bin Malik bin al-Musthaliq. Dan ayah Juwairiyah adalah pimpinan (Raja) kaumnya (yakni: Bani Musthaliq, pen). Dan setelah itu ayahnya masuk al-Islam.” (Fathul Bari Syarh Shahih al-Bukhari: 5/171).

Di antaranya juga adalah Shafiyyah bintu Huyyai radhiyallahu anha, putri Raja bani Nadhir, Huyyai bin Akhthab al-Yahudi. Anas bin Malik radhiyallahu anhu bercerita:

قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَيْبَرَ، فَلَمَّا فَتَحَ اللهُ عَلَيْهِ الْحِصْنَ، ذُكِرَ لَهُ جَمَالُ ‌صَفِيَّةَ ‌بِنْتِ ‌حُيَيِّ بْنِ أَخْطَبَ، وَقَدْ قُتِلَ زَوْجُهَا وَكَانَتْ عَرُوسًا، فَاصْطَفَاهَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِنَفْسِهِ، فَخَرَجَ بِهَا حَتَّى بَلَغْنَا سَدَّ الرَّوْحَاءِ حَلَّتْ، فَبَنَى بِهَا، ثُمَّ صَنَعَ حَيْسًا فِي نِطَعٍ صَغِيرٍ، ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: آذِنْ مَنْ حَوْلَكَ، فَكَانَتْ تِلْكَ وَلِيمَةَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى صَفِيَّةَ ثُمَّ خَرَجْنَا إِلَى الْمَدِينَةِ، قَالَ: فَرَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحَوِّي لَهَا وَرَاءَهُ بِعَبَاءَةٍ، ثُمَّ يَجْلِسُ عِنْدَ بَعِيرِهِ فَيَضَعُ رُكْبَتَهُ، فَتَضَعُ صَفِيَّةُ رِجْلَهَا عَلَى رُكْبَتِهِ حَتَّى تَرْكَبَ

“Nabi shallallahu alaihi wasallam tiba di Khaibar. Ketika Allah menaklukan benteng Khaibar untuk Nabi, ada yang menyebutkan kecantikan Shafiyah binti Huyay bin Akhtab, suaminya telah terbunuh dan ia masih pengantin baru. Maka Nabi shallallahu alaihi wasallam memilihnya untuknya, lantas Nabi shallallahu alaihi wasallam keluar bersamanya hingga kami sampai daerah Sadd Shahba, Shafiyah pun halal. Maka Nabi shallallahu alaihi wasallam pun tidur bersamanya, kemudian membuat hidangan kue Hais kecil, kemudian berkata kepadaku : ” Beritahu orang-orang yang ada disekitarmu.” Itulah walimah Nabi terhadap Shafiyyah. Kemudian kami keluar ke Madinah, aku melihat Nabi menjuntaikan ‘aba’ah ke belakangnya untuk Shafiyyah. Kemudian Nabi shallallahu alaihi wasallam duduk pada keledainya dan memposisikan lututnya, dan Shafiyah meletakkan kakinya pada lutut Nabi hingga ia naik di atas tunggangan.” (HR. Al-Bukhari: 2235 dan juga Abu Dawud: 2995 secara ringkas).

Dalam riwayat lain Anas berkata:

فَجُمِعَ السَّبْيُ، فَجَاءَ دِحْيَةُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ فَقَالَ: يَا نَبِيَّ اللهِ، أَعْطِنِي جَارِيَةً مِنَ السَّبْيِ، قَالَ: اذْهَبْ فَخُذْ جَارِيَةً. فَأَخَذَ صَفِيَّةَ بِنْتَ حُيَيٍّ، فَجَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا نَبِيَّ اللهِ، أَعْطَيْتَ دِحْيَةَ صَفِيَّةَ بِنْتَ حُيَيٍّ، ‌سَيِّدَةَ ‌قُرَيْظَةَ ‌وَالنَّضِيرِ، لَا تَصْلُحُ إِلَّا لَكَ، قَالَ: ادْعُوهُ بِهَا. فَجَاءَ بِهَا فَلَمَّا نَظَرَ إِلَيْهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: خُذْ جَارِيَةً مِنَ السَّبْيِ غَيْرَهَا. قَالَ فَأَعْتَقَهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَتَزَوَّجَهَا

“Para tawanan lantas dikumpukan. Kemudian datanglah Dihyah al-Kalbi seraya berkata, “Wahai Nabi Allah, berikan aku seorang wanita dari tawanan itu!” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata, “Pergi dan bawalah seorang tawanan wanita.” Dihyah lantas mengambil Shafiyah binti Huyai. Tiba-tiba datang seseorang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, “Wahai Nabi Allah, Tuan telah memberikan Shafiyah binti Huyai kepada Dihyah! Padahal dia adalah Sayyidah (putri raja) dari Suku Quraizhah dan Suku Nadhir. Dia tidak layak kecuali untuk Tuan.” Beliau lalu bersabda: “Panggillah Dihyah dan wanita itu.” Maka Dihyah datang dengan membawa Shafiah. Tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melihat Shafiah, beliau berkata, “Ambillah wanita tawanan yang lain selain dia.” Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memerdekakan wanita tersebut dan menikahinya.” (HR. Al-Bukhari: 371 dan Abu Dawud: 2998).

Raja Yang Berkuda

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam juga mempunyai keledai yang beliau tunggangi ketika berperang. Disebutkan dalam Kitab Nabi Zakariya alaihissalam 9: 9-10:

Bersorak-soraklah dengan nyaring, hai puteri Sion, bersorak-sorailah, hai puteri Yerusalem! Lihat, rajamu datang kepadamu; ia adil dan jaya. Ia lemah lembut dan mengendarai seekor keledai, seekor keledai beban yang muda. Ia akan melenyapkan kereta-kereta dari Efraim dan kuda-kuda dari Yerusalem; busur perang akan dilenyapkan, dan ia akan memberitakan damai  kepada bangsa-bangsa. Wilayah kekuasaannya akan terbentang dari laut sampai ke laut dan dari sungai Efrat sampai ke ujung-ujung bumi.”

Penjelasan:

Pertama: ucapan “Ia lemah lembut dan mengendarai seekor keledai, seekor keledai beban yang muda,” menunjukkan kendaraan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, yaitu keledai.

Anas bin Malik radhiyallahu anhu berkata:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَعُودُ ‌الْمَرِيضَ، وَيُشَيِّعُ الْجِنَازَةَ، وَيُجِيبُ دَعْوَةَ الْمَمْلُوكِ، وَيَرْكَبُ ‌الْحِمَارَ، وَكَانَ يَوْمَ قُرَيْظَةَ، وَالنَّضِيرِ عَلَى حِمَارٍ، وَيَوْمَ خَيْبَرَ عَلَى حِمَارٍ مَخْطُومٍ بِرَسَنٍ مِنْ لِيفٍ، وَتَحْتَهُ إِكَافٌ مِنْ لِيفٍ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah sosok orang yang suka menjenguk orang yang sakit, mengantarkan jenazah, memenuhi ajakan seorang hamba sahaya, dan menaiki seekor keledai. Ketika hari (pengusiran) Bani Quraizhah dan Nadhir beliau menaiki seekor keledai, dan ketika hari (penaklukan) Khaibar, beliau juga menaiki seekor keledai yang tali kekangnya dan pelananya terbuat dari kulit.” (HR. At-Tirmidzi: 1017 dan Ibnu Majah: 4178 dan ini redaksi Ibnu Majah. Di-shahih-kan oleh al-Hakim dalam Mustadraknya: 3734 (2/506) dan disepakati oleh adz-Dzahabi. Hadits ini lemah (dhaif) karena adanya Muslim al-A’war dan juga di-dhaif-kan oleh al-Albani dalam Dhaif Sunan at-Tirmidzi: 171).

Sedangkan riwayat yang shahih adalah dari Usamah bin Zaid radhiyallahu anhuma:

أَنّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَكِبَ عَلَى حِمَارٍ، عَلَى إِكَافٍ عَلَى قَطِيفَةٍ فَدَكِيَّة، وَأَرْدَفَ أُسَامَةَ وَرَاءَهُ، يَعُودُ سَعْدَ بْنَ عُبَادَةَ قَبْلَ وَقْعَةِ بَدْرٍ

“Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mengendarai keledai milik beliau, diatasnya ada pelana bersulam beludru Fadaki, sementara Usamah bin Zaid membonceng di belakang beliau ketika hendak menjenguk Sa’ad bin ‘Ubadah sebelum peristiwa Badar.” (HR. Al-Bukhari: 5339).

Kedua: ucapan “Lihat, rajamu datang kepadamu; ia adil dan jaya. Ia lemah lembut,” menunjukkan sifat dan ciri khas Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

Tentang keadilan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma berkata:

‌كَانَ ‌قُرَيْظَةُ ‌وَالنَّضِيرُ، ‌وَكَانَ ‌النَّضِيرُ ‌أَشْرَفَ ‌مِنْ ‌قُرَيْظَةَ، فَكَانَ إِذَا قَتَلَ رَجُلٌ مِنْ قُرَيْظَةَ رَجُلًا مِنَ النَّضِيرِ قُتِلَ بِهِ، وَإِذَا قَتَلَ رَجُلٌ مِنَ النَّضِيرِ رَجُلًا مِنْ قُرَيْظَةَ فُودِيَ بِمِائَةِ وَسْقٍ مِنْ تَمْرٍ، فَلَمَّا بُعِثَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَتَلَ رَجُلٌ مِنَ النَّضِيرِ رَجُلًا مِنْ قُرَيْظَةَ، فَقَالُوا: ادْفَعُوهُ إِلَيْنَا نَقْتُلُهُ، فَقَالُوا: بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَتَوْهُ، فَنَزَلَتْ: ” {وَإِنْ حَكَمْتَ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِالْقِسْطِ} [المائدة: 42]، وَالْقِسْطُ: النَّفْسُ بِالنَّفْسِ، ثُمَّ نَزَلَتْ: {أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ} (المائدة: 50).

“Antara Bani Quraizhah dan Bani Nadhir yang lebih mulia adalah Bani Nadhir. Jika seorang laki-laki bani Quraizhah membunuh laki-laki dari bani Nadhir maka harus diqishash, sementara jika seorang laki-laki dari bani Nadhir membunuh laki-laki dari Bani Quraizhah, cukup dengan memberikan tebusan seratus gantang kurma. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam diutus, lalu ada seorang laki-laki dari Bani Nadhir membunuh laki-laki dari Bani Quraizhah, maka orang-orang dari Bani Quraizhah berkata, “Berikan pembunuh itu kepada kami sehingga kami dapat membunuhnya.” Orang-orang Bani Nadhir kemudian berkata, “Antara kami dengan kalian ada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam!” mereka lalu mendatangi beliau. Kemudian Allah menurunkan ayat: ‘(Dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah perkara itu di antara mereka dengan adil..) ‘ (Al Maidah: 42). Al Qisth (adil) itu adalah jiwa dibalas dengan jiwa.” Kemudian setelah itu turun ayat: ‘(Apakah hukum Jahilliyah yang mereka kehendaki) ‘ (Al Maidah: 50).” (HR. Abu Dawud: 4494 dan an-Nasai: 4733. Di-shahih-kan oleh al-Albani dalam Shahih Sunan an-Nasai: 4410).

Tentang sifat lemah lembut Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, Allah ta’ala berfirman:

‌فَبِما ‌رَحْمَةٍ ‌مِنَ ‌اللَّهِ ‌لِنْتَ ‌لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (QS. Ali Imran: 159).

Ketiga: ucapan “Ia akan melenyapkan kereta-kereta dari Efraim dan kuda-kuda dari Yerusalem; busur perang akan dilenyapkan,” memberikan isyarat bahwa pasukan kaum muslimin yang dipimpin oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam akan menguasai wilayah Syam yang sedang dijajah oleh Kristen Romawi.

Dr. Abdul Wahhab al-Musairi menyatakan:

‌إفرايم» كلمة عبرية معناها «الثمار المضاعفة» . وهو اسم أحد أبناء يوسف وأسنات، وهو اسم إحدى القبائل العبرانية. أما المنطقة التي عُيِّنت نصيباً لهم فكانت تقع في القسم الأوسط غربي فلسطين، وكانت شيلوه من أهم مدن ‌إفرايم

“ Efraim, kata dalam bahasa Ibrani yang berarti buah-buahan yang melimpah. Efraim adalah nama salah satu dari anak Nabi Yusuf alaihissalam dengan Asenat. Efraim menjadi salah satu kabilah Ibrani. Adapun tempat yang ditentukan untuk kabilah ini, maka itu di wilayah bagian tengah sebelah barat Palestina. Dan kota Syaloh termasuk kota terpenting dari Efraim.” (Al-Mausu’ah al-Yahudi wa al-Yahudiyah wa ash-Shuhyuniyah: 10/386).

Setelah perang Tabuk, wilayah kekuasaan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sudah mencapai kota Aylah (Elat), Jarba dan Adzruh yang sudah masuk wilayah Syam dan Palestina.

Al-Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah (wafat tahun 751 H) rahimahullah berkata:

وَلَمَّا انْتَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى تَبُوكَ ‌أَتَاهُ ‌صَاحِبُ ‌أَيْلَةَ، ‌فَصَالَحَهُ ‌وَأَعْطَاهُ ‌الْجِزْيَةَ، وَأَتَاهُ أَهْلُ جَرْبَا وَأَذْرُحَ فَأَعْطَوْهُ الْجِزْيَةَ، وَكَتَبَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كِتَابًا فَهُوَ عِنْدَهُمْ، وَكَتَبَ لِصَاحِبِ أَيْلَةَ: «بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، هَذَا أَمَنَةٌ مِنَ اللَّهِ وَمُحَمَّدٍ النَّبِيِّ رَسُولِ اللَّهِ ليحنة بن رؤبة وَأَهْلِ أَيْلَةَ، سُفُنِهِمْ وَسَيَّارَتِهِمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ، لَهُمْ ذِمَّةُ اللَّهِ وَمُحَمَّدٍ النَّبِيِّ، وَمَنْ كَانَ مَعَهُمْ مِنْ أَهْلِ الشَّامِ وَأَهْلِ الْيَمَنِ وَأَهْلِ الْبَحْرِ، فَمَنْ أَحْدَثَ مِنْهُمْ حَدَثًا فَإِنَّهُ لَا يَحُولُ مَالُهُ دُونَ نَفْسِهِ، وَإِنَّهُ لِمَنْ أَخَذَهُ مِنَ النَّاسِ، وَإِنَّهُ لَا يَحِلُّ أَنْ يَمْنَعُوا مَاءً يَرِدُونَهُ، وَلَا طَرِيقًا يَرِدُونَهُ مِنْ بَحْرٍ أَوْ بَرٍّ

“Ketika Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah sampai di Tabuk, beliau didatangi oleh raja Aylah (Elat). Ia meminta berdamai dengan beliau dan bersedia membayar jizyah (upeti). Beliau juga didatangi oleh orang-orang Jarba dan orang-orang Adzruh. Mereka juga membayar jizyah (upeti) kepada beliau. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam juga menulis surat jaminan keamanan untuk mereka. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam juga menulis surat untuk Yuhanna bin Ru’bah (Raja Aylah) dan penduduknya: “Bismillahirrahmanirrahim. Ini adalah jaminan keamanan dari Allah dan dari Muhammad Nabi dan Rasulullah untuk Yuhhanna bin Ru’bah dan penduduk kota Elat, kapal-kapal dan kendaraan mereka, di darat dan di laut. Mereka mendapatkan jaminan dari Allah dan Nabi Muhammad, dan juga orang-orang yang bersama mereka dari kalangan penduduk Syam, Yaman dan Laut (pulau-pulau, pen). Barangsiapa membuat sesuatu kejadian (kekacauan, pen), maka tidak dihalangi untuk dirampas hartanya, bukan jiwanya, dan harta tersebut untuk orang yang mengambilnya. Dan mereka (orang Elat) tidak boleh menghalangi sumber air dan jalan yang didatangi oleh musafir, baik di laut maupun di darat.” (Zaadul Ma’ad fi Hadyi Khair al-Ibad: 3/470).

Tentang kota Aylah atau Elat, al-Allamah Yaqut al-Hamawi (wafat tahun 626 H) rahimahullah berkomentar:

‌‌‌أَيْلَة: بالفتح: مدينة على ساحل بحر القلزم مما يلي الشام، وقيل: هي آخر الحجاز وأول الشام، واشتقاقها قد ذكر في اشتقاق إيلياء بعده، قال أبو زيد: ‌أيلة مدينة صغيرة عامرة بها زرع يسير، وهي مدينة لليهود الذين حرّم الله عليهم صيد السمك يوم السبت فخالفوا فمسخوا قردة وخنازير

“Aylah (Elat) adalah suatu kota di tepi pantai Qulzum di bagian Syam. Ada yang menyatakan bahwa Aylah adalah akhir Hijaz dan permulaan Syam. Asal kata berasal dari Iliya’ setelah ini. Abu Zaid berkata: ‘Aylah adalah kota kecil yang ramai dan terdapat sedikit tanaman. Ia merupakan kota kaum Yahudi yang mana Allah mengharamkan berburu ikan atas mereka pada hari Sabtu. Lalu mereka menyelisihi perintah dan diubah menjadi monyet dan babi.” (Mu’jam al-Buldan: 1/292).

Adapun kota Jarba’, maka Yaqut berkata:

‌‌الجرْباءُ: كأنه تأنيث الأجرب: موضع من أعمال عمان بالبلقاء من أرض الشام قرب جبال السراة من ناحية الحجاز، وهي قرية من أذرح التي تقدم ذكرها

“Jarba’, bentuk muannats dari Ajrab, suatu tempat di wilayah Amman di Balqa’, termasuk wilayah Syam, dekat dengan pegunungan Sarah dari arah Hijaz. Ia termasuk desa dari wilayah Adzruh yang telah disebutkan tadi.” (Mu’jam al-Buldan: 2/118).

Keempat: ucapan “ia akan memberitakan damai kepada bangsa-bangsa,” menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menyebarkan agama al-Islam kepada bangsa-bangsa lain. Di antara makna ‘Islam’ adalah ‘Perdamaian’. Allah ta’ala berfirman:

يَأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam (as-Silm) keseluruhan,” (QS. Al-Baqarah: 208).

Al-Allamah Abul Hasan al-Wahidi (wafat tahun 468 H) rahimahullah menjelaskan tafsir ayat di atas:

والسلم بكسر السين: الإسلام، وهو اسم جعل بمنزلة المصدر، كالعطاء من أعطيت، والنبات من أنبت، والفتح لغة، ويجوز أن يكون بالفتح والكسر: الصلح، والمراد بالصلح: الإسلام، لأن الإسلام صلح، ألا ترى أن القتال من أهله موضوع، وأنهم أهل اعتقاد واحد ويد واحدة في نصرة بعضهم لبعض؟ فسمي الإسلام صلحا لما ذكرنا

“Kata ‘as-Silm’ dengan kasrah berarti al-Islam. Kata tersebut merupakan isim yang dijadikan kedudukan masdar, seperti kata ‘pemberian’ dari kata kerja ‘memberi’ ..dst. Boleh juga dibaca fathah, yaitu ‘as-Salm’ dalam suatu logat bahasa. Boleh dibaca kedua-duanya, fathah dan kasrah, maknanya adalah ‘perdamaian’. Yang dimaksud dengan ‘Perdamaian’ adalah ‘al-Islam’, karena Islam adalah agama perdamaian. Tidak tahukah kamu bahwa peperangan antara kaum muslimin itu ditiadakan dan bahwa mereka adalah pengikut keyakinan yang satu dan dengan tangan yang satu di dalam menolong sesama mereka? Oleh karena itu ‘al-Islam’ disebut juga dengan perdamaian sebagaimana keterangan di atas.” (Al-Wasith fi Tafsir al-Quran al-Majid: 1/313).

Kelima: ucapan “Bersorak-soraklah dengan nyaring, hai puteri Sion, bersorak-sorailah, hai puteri Yerusalem,” merupakan panggilan untuk para wanita Bani Israil agar menjadikan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sebagai sosok teladan dan kebanggaan atau lelaki idaman. Dan banyak wanita-wanita Ahlul Kitab yang akhirnya masuk agama Islam karena melihat sosok Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

Di antara wanita-wanita tersebut adalah Shafiyyah bintu Huyyai bin Akhthab radhiyallahu anha, Ummul Mukimin. Ja’far bin Mahmud rahimahullah berkata:

لمّا دخلت صفيّة على النبيّ، -صلى الله عليه وسلم-، قال لها: لم يزل أبوك من أشدّ يهود لى عداوة حتى قتله الله. فقالت: يا رسول الله إن الله يقول في كتابه {وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى} فقال لها رسول الله: اختارى، فإن اخترت ‌الإسلام أمسكتك لنفسى وإن اخترت اليهودية فعسى أن أعتقك فلتحقى بقومك. فقالت: يا رسول الله لقد هويت ‌الإسلام وصدّقت بك قبل أن تدعونى حيث صرت إلى رحلك وما لى في اليهوديّة أرب وما لى فيها والد ولا أخ، وخيّرتنى الكفر والإسلام فالله ورسوله أحبّ إليّ من العتق وأن أرجع إلى قومى. قال: فأمسكها رسول الله لنفسه

“Ketika Shafiyyah memasuki rumah Nabi shallallahu alaihi wasallam, beliau berkata kepadanya: “Ayahmu selalu menjadi orang Yahudi yang sangat memusuhiku sampai akhirnya Allah ta’ala membunuhnya.” Maka Shafiyyah menjawab: “Wahai Rasulullah! Sesungguhnya Allah berfirman dalam kitab-Nya: “Seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.” Maka Rasulullah berkata: “Silakan kamu memilih. Kalau kamu memilih al-Islam, maka aku tahan dirimu untukku (menjadi istriku, pen). Kalau kamu memilih Yahudi, maka aku akan memerdekakanmu sehingga kamu bisa bertemu dengan kaummu.” Maka Shafiyyah menjawab: “Wahai Rasulullah! Sungguh aku telah condong kepada al-Islam dan membenarkan engkau sejak aku dibawa dalam kendaraanmu. Dan di dalam Yahudi aku tidak mempunyai anggota atau keperluan. Aku juga tidak mempunyai orang tua dan juga saudara di kalangan Yahudi. Engkau telah memilihkan aku antara al-Islam dan kekafiran, maka Allah dan rasul-Nya lebih aku cintai daripada dimerdekakan dan kembali kepada kaumku.” Maka Rasulullah menjadikannya sebagai istri beliau.” (HR. Ibnu Sa’ad dalam ath-Thabaqat al-Kubra: 10/119).

Di antara wanita tersebut adalah Raihanah bintu Syam’un bin Zaid radhiyallahu anha. Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani (wafat tahun 852 H) rahimahullah berkata:

قال ابن إسحاق في «الكبرى» : كان رسول اللَّه صلّى اللَّه عليه وسلّم سباها فأبت إلا اليهودية، فوجد رسول اللَّه صلّى اللَّه عليه وسلّم في نفسه، فبينما هو مع أصحابه إذ سمع وقع نعلين خلفه، فقال: هذا ثعلبة بن سعية يبشرني بإسلام ‌ريحانة، فبشره وعرض عليها أن يعتقها ويتزوجها ويضرب عليها الحجاب، فقالت: يا رسول اللَّه، بل تتركني في ملكك، فهو أخف عليّ وعليك، فتركها. وماتت قبل وفاة رسول اللَّه صلّى اللَّه عليه وسلّم بستة عشر. وقيل لما رجع من حجة الوداع

“Ibnu Ishaq berkata dalam al-Kubra: “Adalah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjadikan Raihanah sebagai tawanan (dari Bani Nadhir, pen). Maka ia tidak mau menerima kecuali tetap menjadi wanita Yahudi. Maka hal itu yang menjadi ganjalan bagi Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Suatu ketika beliau bersama para sahabat beliau, tiba-tiba beliau mendengar ada suara gerakan sandal di belakang beliau. Maka beliau berkata: “Ini adalah Tsa’labah bin Sa’yah akan memberikan kabar gembira kepadaku dengan masuk Islamnya Raihanah.” Maka Tsa’labah akhirnya memberikan kabar gembira dengan keislaman Raihanah. Kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menawarkan kepadanya untuk dimerdekakan dan dijadikan sebagai istri beliau dan dipakaikan hijab atasnya. Maka Raihanah menjawab: “Wahai Rasulullah! Engkau biarkan aku menjadi budak milikmu itu lebih ringan bagimu dan bagiku.” Maka beliau pun menurutinya sebagai budak (milkul yamin) beliau. Raihanah wafat enam belas (16) hari sebelum wafatnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Ada yang menyatakan ia wafat ketika Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pulang dari haji Wada’.” (Al-Ishabah fi Tamyiz ash-Shahabah: 8/146).

Di antara wanita Ahlul Kitab (Kristen) yang masuk Islam adalah Mariyah al-Qibthiyah radhiyallahu anha. Abdullah bin Abdurrahman bin Sha’sha’ah berkata:

كان رسول اللَّه، -صلى اللَّه عليه وسلم-، يُعجَب بمارية ‌القبطية، وكانت بيضاء جَعْدة جميلة، فأنزلها رسول اللَّه، -صلى اللَّه عليه وسلم-، وأختها على أم سُلَيْم بنت مِلْحان، فدخل عليهما رسول اللَّه، -صلى اللَّه عليه وسلم-، فعرض عليهما الإِسلام فأسلمتا، فوطئ ‌مارية بالمِلك، وحوّلها إلى مال له بالعالية، كان من أموال بنى النضير، فكانت فيه فى الصيف وفى خُرافة النخل، فكان يأتيها هُناك، وكانت حسنة الدين، ووهب أختها سيرين لحسّان بن ثابت الشاعر، فولدت له عبد الرحمن. وولدت ‌مارية لرسول اللَّه، -صلى اللَّه عليه وسلم-، غُلامًا فسمّاه إبراهيم

“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sangat mengagumi Mariyah al-Qibthiyah. Ia sangat putih dan cantik. Maka Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menempatkan Mariyah dan saudarinya di rumah Ummu Sulaim bintu Milhan. Kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menemui keduanya dan menawarkan al-Islam kepada keduanya dan keduanya akhirnya masuk Islam. Mariyah dijadikan sebagai budak (milkul yamin) beliau dan dipindahkan ke tanah beliau di Aliyah -yang merupakan hasil rampasan dari Bani Nadhir-. Maka Mariyah berada di tempat tersebut ketika musim panas dan musim panen kurma. Maka beliau mendatanginya di tempat tersebut. Mariyah sangat bagus keislamannya. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memberikan Sirin, saudari Mariyah, kepada Hassan bin Tsabit Sang Penyair. Maka Sirin dan Hassan melahirkan anak bernama Abdurrahman sedangkan Mariyah melahirkan untuk Rasulullah shallallahu alaihi wasallam seorang anak laki-laki yang kemudian diberi nama Ibrahim.” (Atsar riwayat Ibnu Sa’ad dalam ath-Thabaqat al-Kubra: 1/112).

Penebus Dosa Bani Israil

Dalam Yesaya 59: 20 disebutkan:

Dan Ia akan datang sebagai Penebus untuk Sion dan untuk orang-orang Yakub yang bertobat dari pemberontakannya, demikianlah firman TUHAN.”

Penjelasan:

Pertama: ucapan “Ia akan datang sebagai Penebus untuk Sion dan untuk orang-orang Yakub yang bertobat dari pemberontakannya,” mempunyai maksud bahwa pertaubatan Bani Israil  dari pembangkangan tidak akan diterima oleh Allah ta’ala sampai mau beriman dan mengikuti Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sebagai nabi akhir jaman.

Allah ta’ala berfirman:

قالَ رَبِّ لَوْ شِئْتَ أَهْلَكْتَهُمْ مِنْ قَبْلُ وَإِيَّايَ أَتُهْلِكُنا بِما فَعَلَ السُّفَهاءُ مِنَّا إِنْ هِيَ إِلَاّ فِتْنَتُكَ تُضِلُّ بِها مَنْ تَشاءُ وَتَهْدِي مَنْ تَشاءُ أَنْتَ وَلِيُّنا فَاغْفِرْ لَنا وَارْحَمْنا وَأَنْتَ خَيْرُ الْغافِرِينَ () وَاكْتُبْ لَنا فِي هذِهِ الدُّنْيا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ إِنَّا هُدْنا إِلَيْكَ قالَ عَذابِي أُصِيبُ بِهِ مَنْ أَشاءُ وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ فَسَأَكْتُبُها لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ وَيُؤْتُونَ الزَّكاةَ وَالَّذِينَ هُمْ بِآياتِنا يُؤْمِنُونَ () الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الْأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوباً عِنْدَهُمْ فِي التَّوْراةِ وَالْإِنْجِيلِ

“Musa berkata: “Ya Tuhanku, kalau Engkau kehendaki, tentulah Engkau membinasakan mereka (Bani Israil) dan aku sebelum ini. Apakah Engkau membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang kurang akal di antara kami? Itu hanyalah cobaan dari Engkau, Engkau sesatkan dengan cobaan itu siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau beri petunjuk kepada siapa yang Engkau kehendaki. Engkaulah Yang memimpin kami, maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat dan Engkaulah Pemberi ampun yang sebaik-baiknya. Dan tetapkanlah untuk kami kebajikan di dunia ini dan di akhirat; sesungguhnya kami kembali (bertaubat) kepada Engkau.” Allah berfirman: “Siksa-Ku akan Kutimpakan kepada siapa yang Aku kehendaki dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami. (Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka,” (QS. Al-A’raf: 155-157).

Al-Hafizh Abul Fida’ Ibnu Katsir (wafat tahun 774 H) rahimahullah menjelaskan:

وَهَذِهِ صِفَةَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي كُتُبِ الْأَنْبِيَاءِ بَشَّرُوا أُمَمَهُمْ بِبَعْثِهِ وَأَمَرُوهُمْ بِمُتَابَعَتِهِ، وَلَمْ تَزَلْ صِفَاتُهُ مَوْجُودَةً فِي كُتُبِهِمْ يَعْرِفُهَا عُلَمَاؤُهُمْ وَأَحْبَارُهُمْ

“Ini adalah sifat Muhammad shallallahu alaihi wasallam dalam kitab-kitab para nabi. Mereka memberikan kabar gembira kepada umat mereka tentang diutusnya beliau dan memerintahkan mereka agar mengikuti beliau. Dan sifat dan ciri beliau selalu ditemukan dalam kitab-kitab mereka dan diketahui oleh ulama dan para rahib mereka.” (Tafsir al-Quran al-Azhim: 3/483).

Kedua: Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam akan melepaskan belenggu dan beban berat dari leher-leher Bani Israil yang menjadi pengikut beliau.

Allah ta’ala berfirman:

الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الْأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوباً عِنْدَهُمْ فِي التَّوْراةِ وَالْإِنْجِيلِ يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّباتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبائِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَالْأَغْلالَ الَّتِي كانَتْ عَلَيْهِمْ فَالَّذِينَ آمَنُوا بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُوا النُّورَ الَّذِي أُنْزِلَ مَعَهُ أُولئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

“(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang (melepaskan) dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-A’raf: 157).

Al-Allamah Abul Hasan al-Wahidi (wafat tahun 468 H) rahimahullah menjelaskan:

قال المفسرون: هي الشدائد التي كانت عليهم كقطع أثر البول، وقتل النفس في التوبة، وقطع الأعضاء الخاطئة، ووجوب القصاص دون الدية، وترك العمل بتة في السبت، فشبهت هذه الشدائد بالأغلال التي تجمع اليد إلى العنق تمثيلا

“Para pakar tafsir berkata: “Beban dan belenggu tersebut adalah beban berat yang ada pada mereka (Bani Israil, pen) seperti memotong pakaian yang terkena kencing, bunuh diri dalam bertaubat, memotong anggota badan yang berbuat salah, wajibnya melakukan qisas tanpa bisa diganti dengan diyat (denda), meninggalkan semua aktifitas pada hari Sabtu. Maka beban-beban berat ini diserupakan dengan belenggu yang mengikat tangan dengan leher sebagai bentuk permisalan.” (Al-Wasith fi Tafsir al-Quran al-Majid: 2/417).

Ketiga: Allah ta’ala telah menghilangkan beban dan belenggu itu dari umat Muhammad shallallahu alaihi wasallam. Allah ta’ala berfirman:

رَبَّنا لا تُؤاخِذْنا إِنْ نَسِينا أَوْ أَخْطَأْنا ‌رَبَّنا ‌وَلا ‌تَحْمِلْ ‌عَلَيْنا إِصْراً كَما حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنا رَبَّنا وَلا تُحَمِّلْنا مَا لا طاقَةَ لَنا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنا وَارْحَمْنا أَنْتَ مَوْلانا فَانْصُرْنا عَلَى الْقَوْمِ الْكافِرِينَ

“(Mereka berdoa): “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri ma’aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.” (QS. Al-Baqarah: 286).

Pengajar Yang Jujur

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam disebut sebagai orang yang membawa kejujuran dan kebenaran. Di dalam kitab Nabi Maleakhi alaihissalam 2: 6-7 disebutkan:

Pengajaran yang benar ada dalam mulutnya dan kecurangan tidak terdapat pada bibirnya. Dalam damai sejahtera dan kejujuran ia mengikuti  Aku dan banyak orang dibuatnya berbalik dari pada kesalahan. Sebab bibir seorang imam memelihara pengetahuan dan orang mencari pengajaran dari mulutnya, sebab dialah utusan TUHAN semesta alam.”

Penjelasan:

Pertama: ucapan Nabi Maleakhi “Pengajaran yang benar ada dalam mulutnya dan kecurangan tidak terdapat pada bibirnya. Dalam damai sejahtera dan kejujuran ia mengikuti  Aku,” dibenarkan oleh Allah ta’ala dalam firman-Nya:

وَالَّذِي ‌جَاءَ ‌بِالصِّدْقِ ‌وَصَدَّقَ ‌بِهِ أُولَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ

“Dan orang yang membawa kejujuran dan membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (QS. Az-Zumar: 33).

Al-Hafizh Abul Fida’ Ibnu Katsir (wafat tahun 774 H) rahimahullah berkata:

قَالَ مُجَاهِدٌ، وَقَتَادَةُ، وَالرَّبِيعُ بْنُ أَنَسٍ، وَابْنُ زَيْدٍ: {الَّذِي جَاءَ بِالصِّدْقِ} هُوَ الرَّسُولُ

“Menurut Mujahid, Qatadah, Rabi’ bin Anas dan Ibnu Zaid, orang yang membawa kejujuran” adalah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.” (Tafsir al-Quran al-Azhim: 7/99).

Kedua: ucapan “Pengajaran yang benar ada dalam mulutnya dan kecurangan tidak terdapat pada bibirnya,” menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berada dalam puncak kejujuran.

Banyak sahabat Nabi shallallahu alaihi wasallam yang memberikan sifat dan penamaan kepada beliau dengan ‘ash-Shadiq al-Mashduq’ (Orang yang jujur menyampaikan dan berita yang dibawanya adalah benar), ketika mengawali sebuah hadits.

Sebagai contohnya adalah Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu. Beliau berkata:

حَدَّثَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ ‌الصَّادِقُ ‌الْمَصْدُوقُ «إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا ثُمَّ يَكُونُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ يَكُونُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ

‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bercerita kepada kami, dan beliau adalah ‘ash-Shadiq al-Mashduq’ (orang yang jujur menyampaikan dan berita yang dibawanya adalah benar): ”Sesungguhnya salah seorang dari kalian dikumpulkan penciptaannya di dalam perut ibunya selama 40 hari berwujud nuthfah (mani), kemudian menjadi ‘alaqah (gumpalan darah) selama itu juga, kemudian menjadi mudghah (gumpalan daging) selama itu juga.” (HR. Al-Bukhari: 3332 dan Muslim: 2643).

Abu Hurairah radhiyallahu anhu juga berkata:

سَمِعْتُ ‌الصَّادِقَ ‌الْمَصْدُوقَ يَقُولُ «هَلَاكُ أُمَّتِي عَلَى يَدَيْ غِلْمَةٍ مِنْ قُرَيْشٍ فَقَالَ مَرْوَانُ غِلْمَةٌ قَالَ أَبُو ‌هُرَيْرَةَ إِنْ شِئْتَ أَنْ أُسَمِّيَهُمْ بَنِي فُلَانٍ وَبَنِي فُلَانٍ.

“Aku mendengar ash-Shadiq al-Mashduq (orang yang jujur menyampaikan dan berita yang dibawanya adalah benar), bersabda: “Ummatku (yang hidup pada zamanku ini) akan binasa di bawah (kekuasaan) anak kecil bangsa Quraisy.” Maka Marwan bertanya: “Anak kecil (yang mana)?” Abu Hurairah radliallahu ‘anhu menjawab: “Jika kamu mau, aku akan sebutkan nama mereka, dari Bani anu dan Bani anu.” (HR. Al-Bukhari: 3605).

Abu Dzarr al-Ghifari radhiyallahu anhu berkata:

حَدَّثَنَا ‌الصَّادِقُ ‌الْمَصْدُوقُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيمَا يَرْوِي عَنْ رَبِّهِ عَزَّ وَجَلَّ أَنَّهُ قَالَ: “‌الْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا أَوْ أَزِيدُ، وَالسَّيِّئَةُ بِوَاحِدَةٍ أَوْ أَغْفِرُ، وَلَوْ لَقِيتَنِي بِقُرَابِ الْأَرْضِ خَطَايَا، مَا لَمْ تُشْرِكْ بِي، لَقِيتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً

Ash-Shadiq al-Mashduq (orang yang jujur menyampaikan dan berita yang dibawanya adalah benar) shallallahu ‘alaihi wasallam menceritakan kepadaku sesuatu yang ia riwayatkan dari Rabbnya Azza Wa Jalla, Allah berfirman: “Satu kebaikan dibalas dengan sepuluh kebaikan yang semisal, atau akan Aku tambah lagi, dan satu keburukan dibalas dengan satu dosa, atau akan Aku ampuni. Jika kamu bertemu dengan-Ku membawa dosa sepenuh bumi selama tidak menyekutukan Aku, maka Aku akan datang kepadamu dengan ampunan sepenuh bumi pula.” (HR. Ahmad: 21315, ath-Thabrani dalam al-Ausath: 7375 (7/236) dan al-Hakim dalam al-Mustadrak: 7605 (4/269). Di-shahih-kan oleh al-Hakim dan disepakati oleh adz-Dzahabi. Isnad-nya di-hasan-kan oleh al-Albani dalam Silsilah ash-Shahihah: 128 (1/251)).

Al-Imam Abu Zakariya an-Nawawi (wafat tahun 676 H) rahimahullah berkata:

أَمَّا قَوْلُهُ ‌الصَّادِقُ ‌الْمَصْدُوقُ فَمَعْنَاهُ الصَّادِقُ فِي قَوْلِهِ الْمَصْدُوقُ فِيمَا يَأْتِي مِنَ الْوَحْيِ الكريم

“Adapun julukan untuk beliau ‘ash-Shadiq al-Mashduq’, maka artinya adalah orang yang jujur dalam perkataannya dan berita wahyu yang beliau bawa adalah dibenarkan.” (Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin al-Hajjaj: 16/190).

Ketiga: sebelum diangkat menjadi rasul, Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam dikenal dengan kejujurannya. Bahkan orang-orang kafir yang memusuhi beliau pun mengenal beliau sebagai sosok yang jujur.

Di antara pertanyaan raja Heraklius kepada Abu Sufyan yang ketika itu masih kafir:

وَسَأَلْتُكَ هَلْ كُنْتُمْ ‌تَتَّهِمُونَهُ ‌بِالْكَذِبِ قَبْلَ أَنْ يَقُولَ مَا قَالَ، فَذَكَرْتَ أَنْ لَا، فَقَدْ أَعْرِفُ أَنَّهُ لَمْ يَكُنْ لِيَذَرَ الْكَذِبَ عَلَى النَّاسِ وَيَكْذِبَ عَلَى اللَّهِ

“Dan aku tanyakan juga kepadamu (Abu Sufyan) apakah kalian (kaum kafir Quraisy, pen) pernah mendapatkan dia berdusta sebelum dia menyampaikan apa yang dikatakannya (diangkat menjadi nabi, pen), kamu menjawabnya tidak. Sungguh aku memahami, kalau kepada manusia saja dia tidak berani berdusta apalagi berdusta kepada Allah.” (HR. Al-Bukhari: 7 dan Muslim: 1773).

Menghapus Kekafiran

Kedatangan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam juga untuk menghapus kekafiran, kesyirikan, paganisme dan berbagai penyimpangan.

Di dalam kitab Nabi Maleakhi 3: 2 disebutkan:

“Siapakah yang dapat tahan akan hari kedatangannya? Dan siapakah yang dapat tetap berdiri, apabila dia menampakkan diri? Sebab dia seperti api tukang pemurni logam dan seperti sabun tukang penatu.”

Di dalam Maleakhi 3: 5 juga disebutkan:

Kemudian Aku akan menghampiri kamu untuk menghakimi. Dengan segera Aku akan bersaksi menentang juru-juru teluh, menentang orang-orang yang berzina, menentang orang-orang yang bersumpah dusta, menentang orang-orang yang memeras orang upahan, janda, dan anak yatim, serta menentang orang-orang yang memutarbalikkan hak para pendatang, tanpa rasa takut kepada-Ku,” demikianlah firman ALLAH, Tuhan semesta alam.”

Penjelasan:

Pertama: ucapan Nabi Maleakhi alaihissalam “dia seperti api tukang pemurni logam dan seperti sabun tukang penatu,” menunjukkan nama beliau ‘al-Mahi’, yakni orang yang menghapus dan membersihkan kekafiran.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ لِي خَمْسَة أَسْمَاءٍ ‌أَنَا مُحَمَّدٌ وَأَحْمَدُ وَأَنَا ‌الْمَاحِي الَّذِي يَمْحُو اللهُ بِي الْكُفْرَ وَأَنَا الْحَاشِرُ الَّذِي يُحْشَرُ النَّاسُ عَلَى قَدَمِي وَأَنَا الْعَاقِبُ (الَّذِي لَيْسَ بَعْدَهُ نَبِيٌّ).

“Aku mempunyai beberapa nama: (1) Aku bernama Muhammad. (2) Aku bernama Ahmad. (3) Aku bernama al-Mahi (penghapus), yang artinya Allah menghapus kekufuran denganku. (4) Aku bernama al-Hasyir (pengumpul) yang artinya Allah mengumpulkan manusia mengikuti langkahku. (5) Aku bernama al-‘Aqib, (yang artinya tidak ada seorang Nabi pun sesudahku). ” (HR. Al-Bukhari: 4896 tanpa tambahan dalam kurung, Muslim: 2354 dan at-Tirmidzi: 2840 dari Jubair bin Muth’im radhiyallahu anhu).

Kedua: ucapan “menentang juru-juru teluh (sihir), menentang orang-orang yang berzina, menentang orang-orang yang bersumpah dusta, menentang orang-orang yang memeras orang upahan, janda, dan anak yatim, serta menentang orang-orang yang memutarbalikkan hak para pendatang,” dibukti dengan ucapan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam di dalam menentang tujuh (7) dosa besar yang membinasakan.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

اجْتَنِبُوا ‌السَّبْعَ ‌الْمُوبِقَاتِ قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ وَمَا هُنَّ قَالَ: الشِّرْكُ بِاللهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلَاتِ

“Jauhilah tujuh (dosa besar) yang membinasakan. Mereka bertanya: “Wahai Rasulullah, apa saja (tujuh dosa besar yang membinasakan) itu?” Beliau menjawab: “Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang Allah haramkan tanpa alasan yang haq, memakan riba, memakan harta anak yatim, lari dari medan perang, dan menuduh wanita mukmin baik-baik yang lengah melakukan perzinaan.” (HR. Al-Bukhari: 2766, Muslim: 89, Abu Dawud: 7874 dan an-Nasai: 3671 dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu).

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam juga bersabda:

الْكَبَائِرُ الْإِشْرَاكُ بِاللهِ، وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ، وَقَتْلُ النَّفْسِ، ‌وَالْيَمِينُ ‌الْغَمُوسُ

“Diantara dosa besar adalah, menyekutukan Allah, durhaka kepada orang tua, bersumpah dusta.” (HR. Al-Bukhari: 6675 dari Abdullah bin Amr radhiyallahu anhuma).

Kabar Gembira dari Nabi Isa

Nabi Isa alaihissalam memberikan kabar gembira atas diutusnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

Di dalam Yohanes (versi al-Kitab Kabar Baik 1985) 14: 25-26:

“Semuanya itu Kukatakan kepadamu selama Aku masih bersama kalian. Tetapi Roh Allah, Penolong yang akan diutus Bapa atas nama-Ku, Dialah yang akan mengajar kalian segalanya dan mengingatkan kalian akan semua yang sudah Kuberitahukan kepadamu.”

Disebutkan dalam Yohanes (versi Terjemahan Baru 1974) 16: 7-8:

Namun benar yang Kukatakan ini kepadamu: Adalah lebih berguna bagi kamu, jika Aku pergi. Sebab jikalau Aku tidak pergi, Penghibur itu tidak akan datang kepadamu, tetapi jikalau Aku pergi, Aku akan mengutus dia kepadamu. Dan kalau ia datang, ia akan menginsafkan dunia  akan dosa, kebaikan dan penghakiman;”

Juga dalam Yohanes (versi WBTC) 12: 35-36:

“Kata Yesus kepada mereka: “Hanya tinggal sedikit waktu lagi akan ada ‘Terang’ di antara kamu. Selama ‘Terang’ itu ada padamu berjalanlah, supaya kegelapan jangan menguasai kamu; Orang yang berjalan dalam kegelapan, ia tidak tahu ke mana ia pergi. Percayalah kepada terang itu, selama ‘Terang’ itu ada padamu, supaya kamu menjadi anak-anak terang.” Sesudah berkata demikian, Yesus pergi bersembunyi dari antara mereka.”

Penjelasan:

Pertama: ucapan Nabi Isa alaihissalam Tetapi Roh Allah, Penolong yang akan diutus Bapa atas nama-Ku” dan juga ucapan “Sebab jikalau Aku tidak pergi, Penghibur itu tidak akan datang kepadamu, tetapi jikalau Aku pergi, Aku akan mengutus dia kepadamu.” menunjukkan bahwa kedatangan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam itu setelah diangkatnya Nabi Isa alaihissalam ke langit.

Allah ta’ala membenarkan keterangan di atas dalam firman-Nya:

وَإِذْ قالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ يَا بَنِي إِسْرائِيلَ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ مُصَدِّقاً لِما بَيْنَ يَدَيَّ مِنَ التَّوْراةِ وَمُبَشِّراً بِرَسُولٍ يَأْتِي ‌مِنْ ‌بَعْدِي ‌اسْمُهُ ‌أَحْمَدُ

“Dan (ingatlah) ketika Isa ibnu Maryam berkata: “Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad).” (QS. Ash-Shaff: 6).

Kedua: ucapan Nabi Isa “Sebab jikalau Aku tidak pergi, Penghibur itu tidak akan datang kepadamu,” menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam itulah sang Penghibur itu. Kemunculan sang Penghibur itu sudah menjadi ‘kabar gembira’ yang diberitakan melalui lesan Nabi Isa alaihissalam.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

يَا رَسُولَ اللهِ، مَا كَانَ بُدُوُّ أَمْرِكَ؟ فَقَالَ: «‌دَعْوَةُ ‌أَبِي ‌إِبْرَاهِيمَ، وَبُشْرَى عِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ، وَرَأَتْ أُمِّي أَنَّهُ خَرَجَ مِنْهَا نُورٌ أَضَاءَتْ لَهُ قُصُورُ الشَّامِ

“Wahai Rasulullah Allah! Bagaimana permulaan urusan tuan? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda; “Seruan ayahku, Ibrahim, kabar gembira dari Isa dan ibuku pernah melihat cahaya dari tubuhnya (saat kelahiranku), dan cahaya itu menyinari istana-istana Syam.” (HR. Ahmad: 22261 dan ath-Thabrani dalam al-Kabir: 7729 (8/175) dari Abu Umamah radhiyallahu anhu. Di-shahih-kan oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak: 4174 (2/652) dan disepakati oleh adz-Dzahabi. Di-shahih-kan karena jalannya oleh al-Albani dalam Shahih Mawarid: 1756 (2/305)).

Ketiga: ucapan “Hanya tinggal sedikit waktu lagi akan ada ‘Terang’ di antara kamu. Selama ‘Terang’ itu ada padamu berjalanlah, supaya kegelapan jangan menguasai kamu;” menunjukkan sifat Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam -yang dijadikan kabar gembira- adalah ‘Terang’ atau ‘Cahaya’ atau ‘Lentera’.

Allah ta’ala membenarkan keterangan di atas dalam firman-Nya:

يا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَرْسَلْناكَ شاهِداً وَمُبَشِّراً وَنَذِيراً () وَداعِياً إِلَى اللَّهِ بِإِذْنِهِ ‌وَسِراجاً ‌مُنِيراً

“Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk jadi saksi, dan pembawa kabar gemgira dan pemberi peringatan, dan untuk jadi penyeru kepada Agama Allah dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya (Terang) yang menerangi.” (QS. Al-Ahzab: 45-46).

Memuliakan Nabi Isa

Nabi Isa alaihissalam memberikan kabar gembira tentang diutusnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang memuliakan beliau.

Dalam Injil Yohanes 16:12-14 disebutkan ucapan Nabi Isa alaihissalam:

“Masih banyak hal yang harus kukatakan kepadamu, tetapi sekarang kamu belum dapat menanggungnya. Tetapi apabila ia datang, yaitu Roh Kebenaran, ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran, sebab ia tidak akan berkata-kata dari dirinya sendiri, tetapi segala sesuatu yang didengarnya itulah yang akan dikatakannya dan ia akan memberitakan kepadamu hal-hal yang akan datang. Ia akan memuliakan aku, sebab ia akan memberitakan kepadamu apa yang diterimanya dari padaku.

Penjelasan:

Pertama: ucapan Nabi Isa alaihissalam “sebab ia tidak akan berkata-kata dari dirinya sendiri, tetapi segala sesuatu yang didengarnya itulah yang akan dikatakannya,” menyerupai ucapan dari Nabi Musa alaihissalam dalam Ulangan 18: 19 “Aku akan menaruh firman-Ku dalam mulutnya, dan ia akan mengatakan kepada mereka segala yang Ku-perintahkan kepadanya”.

Penjelasan dari kedua nabi tersebut mengarah kepada satu sosok yang diagungkan, yaitu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Beliau tidak pernah berkata dari hawa nafsu beliau. Semua kata-kata beliau adalah wahyu dari Allah ta’ala. Allah ta’ala berfirman:

‌وَما ‌يَنْطِقُ عَنِ الْهَوى () إِنْ هُوَ إِلَاّ وَحْيٌ يُوحى

“Dan ia (Muhammad) tidak berkata menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (QS. An-Najm: 3-4).

Kedua: ucapan Nabi Isa alaihissalam “ia akan memberitakan kepadamu hal-hal yang akan datang,” mengisyaratkan pada khutbah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam siang hari setelah shalat Ashar.

Hudzaifah bin al-Yaman radhiyallahu anhu berkata:

قَامَ فِينَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَقَامًا، مَا تَرَكَ شَيْئًا يَكُونُ فِي مَقَامِهِ ذَلِكَ إِلَى قِيَامِ السَّاعَةِ إِلَّا حَدَّثَ بِهِ، ‌حَفِظَهُ ‌مَنْ ‌حَفِظَهُ، وَنَسِيَهُ مَنْ نَسِيَهُ، قَدْ عَلِمَهُ أَصْحَابِي هَؤُلَاءِ، وَإِنَّهُ لَيَكُونُ مِنْهُ الشَّيْءُ قَدْ نَسِيتُهُ، فَأَرَاهُ فَأَذْكُرُهُ كَمَا يَذْكُرُ الرَّجُلُ وَجْهَ الرَّجُلِ إِذَا غَابَ عَنْهُ ثُمَّ إِذَا رَآهُ عَرَفَهُ

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam berdiri di tengah-tengah kami, beliau memberitahukan kepada kami apa saja yang akan terjadi hingga hari kiamat, yang menghafalnya hafal dan yang melupakannya lupa. Para sahabatku mengetahuinya dan ada sesuatu yang terlupakan olehku, aku memikirkannya kemudian aku ingat seperti seseorang teringat pada wajah orang lain bila pergi meninggalkannya, bila ia melihatnya, ia mengenalinya.” (HR. Muslim: 2891 dan Abu Dawud: 4240).

Al-Imam Abu Zakariya an-Nawawi rahimahullah membuat judul Bab dalam Shahih Muslim:

‌‌بَابُ إِخْبَارِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيمَا يَكُونُ إِلَى قِيَامِ السَّاعَةِ

“Bab tentang Berita dari Nabi shallallahu alaihi wasallam tentang Segala Perkara yang akan terjadi hingga hari Kiamat.” (Shahih Muslim: 8/172).

Ketiga: ucapan Nabi Isa alaihissalam “Ia akan memuliakan aku,” dibenarkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Beliau bersabda:

أَنَا ‌أَوْلَى ‌النَّاسِ ‌بِعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ فِي الْأُولَى وَالْآخِرَةِ. قَالُوا: كَيْفَ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: الْأَنْبِيَاءُ إِخْوَةٌ مِنْ عَلَّاتٍ، وَأُمَّهَاتُهُمْ شَتَّى، وَدِينُهُمْ وَاحِدٌ، فَلَيْسَ بَيْنَنَا نَبِيٌّ

Aku adalah orang yang paling berhak atas diri Isa bin Maryam di dunia maupun di akhirat, para Nabi adalah satu saudara dari satu bapak (Adam), dan antara aku dengan Isa alaihissalam tidak ada seorang Nabi pun.” (HR. Al-Bukhari: 3443 dan  Muslim: 2365 dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu).

Al-Allamah al-Husain bin Mahmud al-Muzh-hiri (wafat tahun 727 H) rahimahullah berkata:

يعني: أنا أقربُ الناس بعيسى عليهما السلام في الدنيا والآخرة

“Maksudnya adalah: “Aku (Muhammad) adalah orang yang paling dekat dengan Isa alaihimassalam di dunia dan akhirat.” (Al-Mafatih Syarh al-Mashabih: 6/74).

Kebohongan Ajaran Paulus

Paulus sebelumnya bernama Saulus yang berbohong dan mengaku sebagai rasul dan mendapatkan wahyu untuk meneruskan ajaran Nabi Isa alaihissalam. Paulus inilah yang kemudian mengubah ajaran Nabi Isa alaihissalam yang semula di atas Tauhid atau agama al-Islam, menjadi agama Paganisme.

Tentang asal-usulnya Paulus mengaku sebagai Yahudi dalam Filipi 3: 5-6:

Disunat pada hari kedelapan, dari bangsa Israel, dari suku Benyamin, orang Ibrani asli, tentang pendirian terhadap hukum Taurat aku orang Farisi, tentang kegiatan aku penganiaya jemaat, tentang kebenaran dalam mentaati hukum Taurat aku tidak bercacat.”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (wafat tahun 728 H) rahimahullah menyatakan:

وَأَوَّلُ مَنْ ابْتَدَعَ الْقَوْلَ بِالْعِصْمَةِ لِعَلِيِّ وَبِالنَّصِّ عَلَيْهِ فِي الْخِلَافَةِ: هُوَ رَأْسُ هَؤُلَاءِ الْمُنَافِقِينَ ” عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَبَأٍ ” الَّذِي كَانَ يَهُودِيًّا فَأَظْهَرَ الْإِسْلَامَ وَأَرَادَ فَسَادَ دِينِ الْإِسْلَامِ ‌كَمَا ‌أَفْسَدَ ‌بولص دِينَ النَّصَارَى

“Orang yang pertama kali membuat bid’ah pendapat bahwa Ali adalah maksum (terjaga dari dosa) secara eksplisit kepada Ali dalam Khilafah adalah pentolan kaum munafikin, yaitu Abdullah bin Saba’ yang merupakan orang Yahudi kemudian ia menampakkan keislaman dengan tujuan merusak agama Islam sebagaimana Paulus merusak agama Nasrani (dengan cara berpura-pura memeluk agama nasrani, pen).” (Majmu’ al-Fatawa: 5/518).

Paulus mengaku secara dusta mendapatkan wahyu dalam Kisah Para Rasul 22: 6-10:

Tetapi dalam perjalananku ke sana, ketika aku sudah dekat Damsyik, yaitu waktu tengah hari, tiba-tiba memancarlah cahaya yang menyilaukan dari langit mengelilingi aku. Maka rebahlah aku ke tanah dan aku mendengar suatu suara yang berkata kepadaku: Saulus, Saulus, mengapakah engkau menganiaya Aku? Jawabku: Siapakah Engkau, Tuhan? Kata-Nya: Akulah Yesus, orang Nazaret, yang kau aniaya itu. Dan mereka yang menyertai aku, memang melihat cahaya itu, tetapi suara Dia, yang berkata kepadaku, tidak mereka dengar. Maka kataku: Tuhan, apakah yang harus kuperbuat? Kata Tuhan kepadaku: Bangkitlah dan pergilah ke Damsyik. Di sana akan diberitahukan kepadamu segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu.”

Sebelumnya Paulus termasuk orang-orang jahat. Disebutkan dalam Kisah Para Rasul 8: 13:

Saulus  juga setuju, bahwa Stefanus mati dibunuh. Pada waktu itu mulailah penganiayaan yang hebat terhadap jemaat di Yerusalem. Mereka semua, kecuali rasul-rasul, tersebar ke seluruh daerah Yudea dan Samaria. Orang-orang saleh menguburkan mayat Stefanus serta meratapinya dengan sangat. Tetapi Saulus berusaha membinasakan jemaat itu dan ia memasuki rumah demi rumah dan menyeret laki-laki dan perempuan ke luar dan menyerahkan mereka untuk dimasukkan ke dalam penjara.”

Paulus juga merupakan perampok dan pemalak seperti dalam 2 Korintus 11: 7-8:

Apakah aku berbuat salah, jika aku merendahkan diri untuk meninggikan kamu, karena aku memberitakan Injil Allah kepada kamu dengan cuma-cuma? Jemaat-jemaat lain telah kurampok dengan menerima tunjangan dari mereka, supaya aku dapat melayani kamu!”

Paulus juga seorang yang keji dan tukang menganiaya orang-orang baik. Di dalam Galatia 1: 13 disebutkan:

Sebab kamu telah mendengar tentang hidupku dahulu dalam agama Yahudi: tanpa batas aku menganiaya jemaat Allah dan berusaha membinasakannya.”

Dan Paulus mengajarkan agama palsu yang diaku-aku sebagai agama Nabi Isa alaihissalam. Disebutkan dalam Filipi 1: 18-19:

Tetapi tidak mengapa, sebab bagaimanapun juga, Kristus diberitakan, baik dengan maksud palsu maupun dengan jujur. Tentang hal itu aku bersukacita. Dan aku akan tetap bersukacita, karena aku tahu, bahwa kesudahan semuanya ini ialah keselamatanku oleh doamu dan pertolongan Roh Yesus Kristus.”

Pembahasan Kerasulan Paulus:

Di bawah ini ada beberapa poin pembahasan untuk menyingkap bahwa Paulus yang dianggap oleh kaum Kristen sebagai rasul dan orang suci itu ternyata Rasul Palsu.

Pertama: seseorang yang dikenal suka berdusta tidaklah pantas disebut sebagai rasul atau nabi atau utusan Nabi Isa alaihissalam, tetapi layak disebut sebagai ‘pendusta’. Sehingga layak bahwa Paulus disebut ‘Paulus Si Pendusta’.

Di antara bentuk kebohongannya adalah bahwa Paulus mengaku sebagai orang Yahudi, juga orang Rum dan juga orang Farisi. Ini adalah bentuk kedustaan dan kemunafikan.

Jika berbicara kepada orang Yahudi, maka Paulus mengaku dirinya orang Yahudi, sebagaimana dalam Kisah Para Rasul 21: 39: “Paulus menjawab: “Aku adalah orang Yahudi, dari Tarsus, warga dari kota yang terkenal di Kilikia; aku minta, supaya aku diperbolehkan berbicara kepada orang banyak itu.”

Jika berbicara kepada orang Rum, maka Paulus mengaku dirinya orang Rum, sebagaimana dalam Kisah Para Rasul 16: 37: “Tetapi kata Paulus kepada mereka itu, “Kami ini sudah dibalun di hadapan orang banyak dengan tiada keputusan hakim, meskipun kami orang Rum, dan dibuangkan ke dalam penjara; sekarang ini mereka itu hendak mengeluarkan kami dengan senyap? Tidak sekali-kali, biarlah mereka itu datang sendiri membawa kami ke luar.”

Kepada orang Farisi, Paulus mengaku sebagai orang Farisi sebagaimana dalam Kisah Para Rasul 23: 5-6: “Jawab Paulus: “Hai saudara-saudara, aku tidak tahu, bahwa ia adalah Imam Besar. Memang ada tertulis: Janganlah engkau berkata jahat tentang seorang pemimpin bangsamu! Dan karena ia tahu, bahwa sebagian dari mereka itu termasuk golongan orang Saduki dan sebagian termasuk golongan orang Farisi, ia berseru dalam Mahkamah Agama itu, katanya: “Hai saudara-saudaraku, aku adalah orang Farisi, keturunan orang Farisi; aku dihadapkan ke Mahkamah ini, karena aku mengharap akan kebangkitan orang mati.”

Ketiga ayat yang tercantum dalam Kisah Para Rasul menunjukkan bahwa Kisah Para Rasul bukanlah Injil tetapi tulisan-tulisan yang dikarang secara dusta oleh Paulus.

Al-Imam Ibnu Abil Izz al-Hanafi (wafat tahun 792 H) rahimahullah menegaskan:

فَإِنَّ النُّبُوَّةَ إِنَّمَا يَدَّعِيهَا أَصْدَقُ الصَّادِقِينَ أَوْ أَكْذَبُ الْكَاذِبِينَ، وَلَا يَلْتَبِسُ هَذَا بِهَذَا إِلَّا عَلَى أَجْهَلِ الْجَاهِلِينَ. بَلْ قَرَائِنُ أَحْوَالِهِمَا تُعْرِبُ عَنْهُمَا، وَتُعَرِّفُ بِهِمَا، وَالتَّمْيِيزُ بَيْنَ الصَّادِقِ وَالْكَاذِبِ لَهُ طُرُقٌ كَثِيرَةٌ فِيمَا دُونَ دَعْوَى النُّبُوَّةِ، فَكَيْفَ بِدَعْوَى النُّبُوَّةِ؟

“Sesungguhnya kenabian (juga kerasulan, pen) yang mengaku-aku mendapatkannya hanyalah orang yang paling jujur atau orang yang paling pendusta. Dan perkara ini tidaklah tersamarkan kecuali atas orang yang paling bodoh. Bahkan bukti dan keadaan dari keduanya mudah didefinisikan dan mudah diketahui. Membedakan antara orang jujur dan orang yang berdusta dapat dilakukan dengan banyak cara dalam hal yang bukan pengakuan kenabian atau kerasulan. Lalu bagaimana jika dalam hal kenabian (atau kerasulan, pen)?” (Syarh ath-Thahawiyah fi al-Aqidah as-Salafiyah: 109).

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

‌عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ، وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ صِدِّيقًا، وَإِيَّاكُمْ ‌وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ، وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كَذَّابًا

“Kalian harus berlaku jujur, karena kejujuran itu akan membimbing kepada kebaikan. Dan kebaikan itu akan membimbing ke surga. Seseorang yang senantiasa berlaku jujur dan memelihara kejujuran, maka ia akan dicatat sebagai orang yang jujur di sisi Allah. Dan hindarilah dusta, karena kedustaan itu akan menggiring kepada kejahatan dan kejahatan itu akan menjerumuskan ke neraka. Seseorang yang senantiasa berdusta dan memelihara kedustaan, maka ia akan dicatat sebagai pendusta di sisi Allah.” (HR. Muslim: 2607 dan at-Tirmidzi: 1971 dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu).

Dalam Yeremia 9: 5 disebutkan tentang orang-orang yang suka berdusta seperti Paulus dari Tarsus ini:

“Yang seorang menipu yang lain, dan tidak seorangpun berkata benar; mereka sudah membiasakan lidahnya untuk berkata dusta; mereka melakukan kesalahan dan malas untuk bertobat.”

Kedua: Paulus adalah orang yang penuh kelicikan, penuh tipu daya, perampok, pemalak dan mempunyai keyakinan yang bodoh. Ini tidak pantas bagi seorang nabi ataupun seorang rasul.

Di dalam 2 Korintus 12: 16, Paulus berkata:

Baiklah, aku sendiri tidak merupakan suatu beban bagi kamu, tetapi–kamu katakan–dalam kelicikanku aku telah menjerat kamu dengan tipu daya.”

Di dalam 2 Korintus 11: 17-18:

Apa yang aku katakan, aku mengatakannya bukan sebagai seorang yang berkata menurut firman Tuhan, melainkan sebagai seorang bodoh yang berkeyakinan, bahwa ia boleh bermegah. Karena banyak orang yang bermegah secara duniawi, aku mau bermegah juga.”

Maka sifat-sifat buruk yang ada pada diri Paulus seperti sifat pecundang, perampok, licik, pendusta, penuh tipu daya dan bodoh tidak pantas untuk dimiliki oleh seorang nabi atau rasul.

Para nabi dan rasul sudah mempunyai akhlak dan budi pekerti yang mulia di kalangan kaumnya sehingga layak untuk dipilih oleh Allah ta’ala.

Allah ta’ala berfirman tentang Nabi Shalih alaihissalam:

قالُوا ‌يَا ‌صالِحُ ‌قَدْ ‌كُنْتَ ‌فِينا ‌مَرْجُوًّا قَبْلَ هَذَا أَتَنْهانا أَنْ نَعْبُدَ مَا يَعْبُدُ آباؤُنا وَإِنَّنا لَفِي شَكٍّ مِمَّا تَدْعُونا إِلَيْهِ مُرِيبٍ

“Kaum Tsamud berkata: “Hai Shaleh, sesungguhnya kamu sebelum ini adalah seorang di antara kami yang kami harapkan, apakah kamu melarang kami untuk menyembah apa yang disembah oleh bapak-bapak kami ? dan sesungguhnya kami betul-betul dalam keraguan yang menggelisahkan terhadap agama yang kamu serukan kepada kami.” (QS. Hud: 62).

Al-Allamah Abdurrahman as-Sa’di (wafat tahun 1376 H) rahimahullah menjelaskan:

أي: قد كنا نرجوك ونؤمل فيك العقل والنفع، وهذا شهادة منهم، لنبيهم صالح، أنه ما زال معروفا بمكارم الأخلاق ومحاسن الشيم، وأنه من خيار قومه

“Maksudnya adalah kami (kaum Tsamud) mengharapkan dan mengidolakan kamu (Shalih) dengan adanya kelebihan akal dan manfaat. Ini adalah persaksian dari kaumnya kepada nabi mereka, Shalih bahwa beliau selalu dikenal dengan akhlak dan budi pekerti yang mulia dan bahwa beliau termasuk orang-orang terbaik di kalangan kaumnya.” (Taisir al-Karim ar-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan: 384).

Allah ta’ala berfirman tentang akhlak Nabi Musa alaihissalam:

قالَتْ إِحْداهُما يَا أَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ ‌الْقَوِيُّ ‌الْأَمِينُ

“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “Ya bapakku ambillah ia (Musa) sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.” (QS. Al-Qashash: 26).

Allah ta’ala juga memuji akhlak Nabi Ibrahim alaihissalam dalam firman-Nya:

إِنَّ إِبْراهِيمَ ‌لَحَلِيمٌ ‌أَوَّاهٌ مُنِيبٌ

“Sesungguhnya Ibrahim itu benar-benar seorang yang penyantun lagi penghiba (punya rasa belas kasihan, pen) dan suka kembali kepada Allah.” (QS. Hud: 75).

Dan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pun diperintahkan oleh Allah ta’ala untuk meneladani dan mencontoh akhlak mulia yang dimiliki oleh para nabi dan rasul sebelum beliau. Allah ta’ala berfirman:

أُولئِكَ الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ ‌فَبِهُداهُمُ اقْتَدِهْ

“Mereka (para nabi dan rasul) itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka.” (QS. Al-An’am: 90).

Ketiga: Paulus mengaku dirinya seorang rasul dengan berbagai mukjizat dan tanda keajaiban dalam 2 Korintus 12: 11-12:

“Sungguh aku telah menjadi bodoh; tetapi kamu yang memaksa aku. Sebenarnya aku harus kamu puji. Karena meskipun aku tidak berarti sedikitpun, namun di dalam segala hal aku tidak kalah terhadap rasul-rasul yang luar biasa itu. Segala sesuatu yang membuktikan, bahwa aku adalah seorang rasul, telah dilakukan di tengah-tengah kamu dengan segala kesabaran oleh tanda-tanda, mujizat-mujizat dan kuasa-kuasa.”

Maka jawabannya adalah bahwa mukjizat dan keajaiban yang dimiliki oleh seorang Pendusta seperti Paulus ini bukanlah dari Allah ta’ala, melainkan dari syetan. Disebutkan dalam 2 Tesalonika 2: 9:

“Kedatangan si pendurhaka itu adalah pekerjaan Iblis, dan akan disertai rupa-rupa perbuatan ajaib, tanda-tanda dan mujizat-mujizat palsu.”

Allah ta’ala juga berfirman:

هَلْ أُنَبِّئُكُمْ عَلى مَنْ تَنَزَّلُ الشَّياطِينُ () ‌تَنَزَّلُ ‌عَلى ‌كُلِّ ‌أَفَّاكٍ أَثِيمٍ () يُلْقُونَ السَّمْعَ وَأَكْثَرُهُمْ كاذِبُونَ

“Apakah akan Aku beritakan kepadamu, kepada siapa syaitan-syaitan itu turun? Mereka turun kepada tiap-tiap pendusta lagi yang banyak dosa, mereka menghadapkan pendengaran (kepada syaitan) itu, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang pendusta.” (QS. Asy-Syuara’: 221-223).

Al-Hafizh Abul Fida’ Ibnu Katsir (wafat tahun 774 H) rahimahullah menjelaskan:

وَهَذَا بِخِلَافِ الْأَنْبِيَاءِ، عَلَيْهِمُ السَّلَامُ، فَإِنَّهُمْ فِي غَايَةِ الْبِرِّ وَالصِّدْقِ وَالرُّشْدِ وَالِاسْتِقَامَةِ [وَالْعَدْلِ]  فِيمَا يَقُولُونَهُ وَيَفْعَلُونَهُ وَيَأْمُرُونَ بِهِ وَيَنْهَوْنَ عَنْهُ، مَعَ مَا يُؤَيِّدُونَ بِهِ مِنَ الْخَوَارِقِ لِلْعَادَاتِ، وَالْأَدِلَّةِ الْوَاضِحَاتِ، وَالْبَرَاهِينِ الْبَاهِرَاتِ، فَصَلَوَاتُ اللَّهِ وَسَلَامُهُ عَلَيْهِمْ دَائِمًا مستمرا ما دامت الأرض والسموات

“Ini berbeda dengan para nabi alaihimussalam. Mereka berada dalam puncak kebaikan, kejujuran, terbimbing, istiqamah, keadilan di dalam apa yang mereka ucapkan dan apa yang mereka perbuat, apa yang mereka perintahkan dan apa yang mereka larang, disertai perkara-perkara luar biasa yang memperkuat mereka, bukti-bukti yang jelas, dan dalil yang nyata. Semoga shalawat dan salam dari Allah tercurah kepada mereka selama-lamanya selama ada langit dan bumi.” (Tafsir al-Quran al-Azhim: 6/431).

Keempat: Paulus mengaku secara dusta bahwa dirinya dipilih oleh Allah ta’ala untuk meneruskan ajaran Nabi Isa alaihissalam.

Diantara contohnya adalah kebohongan yang dinyatakan oleh Paulus ini dalam Galatia 1: 14-15:

Tetapi waktu Ia (Yesus), yang telah memilih aku (Paulus) sejak kandungan ibuku dan memanggil aku oleh kasih karunia-Nya, berkenan menyatakan Anak-Nya di dalam aku, supaya aku memberitakan Dia di antara bangsa-bangsa bukan Yahudi, maka sesaat pun aku tidak minta pertimbangan kepada manusia,”

Paulus juga melakukan kebohongan atas nama Allah ta’ala sebagaimana dalam Roma 3: 7:

“Tetapi jika kebenaran Allah oleh dustaku semakin melimpah bagi kemuliaan-Nya, mengapa aku masih dihakimi lagi sebagai orang berdosa?

Paulus juga melakukan kedustaan atas nama Allah ta’ala dalam Filipi 1: 8:

“Sebab Allah adalah saksiku betapa aku dengan kasih mesra Kristus Yesus merindukan kamu sekalian.”

Paulus juga mengaku sebagai rasul untuk selain bangsa Yahudi dalam Roma 11: 13:

Aku (Paulus) berkata kepada kamu, hai bangsa-bangsa bukan Yahudi. Justru karena aku adalah rasul untuk bangsa-bangsa bukan Yahudi, aku menganggap hal itu kemuliaan pelayananku,”

Dan masih banyak lagi pernyataan kedustaan Paulus agar diakui sebagai nabi atau rasul penerus ajaran Nabi Isa alaihissalam.

Maka jawabannya adalah bahwa Allah ta’ala sangat murka dengan orang seperti Paulus ini. Allah ta’ala berfirman:

وَمَنْ ‌أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا أَوْ قَالَ ‌أُوحِيَ ‌إِلَيَّ وَلَمْ يُوحَ إِلَيْهِ شَيْءٌ وَمَنْ قَالَ سَأُنزلُ مِثْلَ مَا أَنزلَ اللَّهُ وَلَوْ تَرَى إِذِ الظَّالِمُونَ فِي غَمَرَاتِ الْمَوْتِ وَالْمَلَائِكَةُ بَاسِطُو أَيْدِيهِمْ أَخْرِجُوا أَنْفُسَكُمُ الْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُونِ بِمَا كُنْتُمْ تَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ غَيْرَ الْحَقِّ وَكُنْتُمْ عَنْ آيَاتِهِ تَسْتَكْبِرُونَ

“Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat kedustaan terhadap Allah atau yang berkata: “Telah diwahyukan kepada saya“, padahal tidak ada diwahyukan sesuatupun kepadanya, dan orang yang berkata: “Saya akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah.” Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim berada dalam tekanan sakratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): “Keluarkanlah nyawamu” Di hari ini kamu dibalas dengan siksa yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya.” (QS. Al-An’am: 93).

Al-Allamah Ala’uddin Abul Hasan al-Khazin (wafat tahun 741 H) rahimahullah menjelaskan tafsir ayat di atas:

قوله عز وجل: وَمَنْ أَظْلَمُ ‌مِمَّنِ ‌افْتَرى ‌عَلَى ‌اللَّهِ ‌كَذِباً يعني ومن أعظم خطأ وأجهل فعلا ممن اختلق على الله كذبا فزعم أن الله بعثه نبيا وهو في زعمه كذاب مبطل أَوْ قالَ ‌أُوحِيَ ‌إِلَيَّ ‌وَلَمْ ‌يُوحَ ‌إِلَيْهِ ‌شَيْءٌ

“Firman Allah ta’ala “Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat kedustaan terhadap Allah,” maksudnya adalah: “Siapa yang lebih besar kesalahannya dan lebih bodoh perbuatannya daripada orang yang membuat-buat kedustaan atas nama Allah sehingga ia menganggap bahwa Allah telah mengutusnya sebagai nabi (atau rasul, pen) padahal dia adalah seorang pembuat kebatilan dan pendusta di dalam pengakuan tersebut (seperti Musailimah, Paulus dari Tarsus dan lainnya, pen), atau “yang berkata:Telah diwahyukan kepada saya“, padahal tidak ada diwahyukan sesuatupun kepadanya,” (Lubab at-Ta’wil fi Ma’ani at-Tanzil (Tafsir al-Khazin): 2/135).

Al-Hafizh Abul Fida’ Ibnu Katsir (wafat tahun 774 H) rahimahullah juga menjelaskan hal sama:

أَيْ لَا أَحَدَ أَظْلَمُ، مِمَّنْ كَذَبَ عَلَى الله، فجعل له شركاء أَوْ وَلَدًا، أَوِ ادَّعَى أَنَّ اللَّهَ أَرْسَلَهُ إلى الناس ولم يرسله

“Maksudnya adalah bahwa tidak ada orang yang lebih zalim daripada orang yang berdusta atas nama Allah, lalu ia menjadikan sekutu atau anak bagi-Nya (seperi Paulus yang mengajarkan bahwa Nabi Isa alaihissalam itu anak Allah, pen), atau (orang yang) mengaku-aku bahwa Allah ta’ala telah mengutusnya untuk menjadi rasul bagi manusia, padahal Allah tidak mengutusnya (seperti Paulus, pen).” (Tafsir al-Quran al-Azhim: 3/270).

Nabi Isa alaihissalam juga berpesan agar berhati-hati dengan orang semisal Paulus ini dalam Matius 7: 15:

Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu yang datang kepadamu dengan menyamar seperti domba, tetapi sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas.”

Juga dalam Matius 24: 4-5 disebutkan:

“Jawab Yesus kepada mereka: “Waspadalah supaya jangan ada orang yang menyesatkan kamu! Sebab banyak orang akan datang dengan memakai nama-Ku dan berkata: Akulah Mesias, dan mereka akan menyesatkan banyak orang.”

Juga dalam Markus 13: 22:

“Sebab Mesias-mesias palsu dan nabi-nabi palsu akan muncul dan mereka akan mengadakan tanda-tanda dan mujizat-mujizat dengan maksud, sekiranya mungkin, menyesatkan orang-orang pilihan.”

Kelima: semua nabi dan rasul sudah diberitakan oleh nabi-nabi lainnya. Sedangkan si Paulus ini tidak ada seorang nabi pun yang memberitakannya atau menubuatkannya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:

وَكُلُّ مَنِ ادَّعَى النُّبُوَّةَ وَمَدَحَهُ الْأَنْبِيَاءُ وَأَثْنَوْا عَلَيْهِ، لَمْ يَكُنْ إِلَّا صَادِقًا فِي دَعْوَى النُّبُوَّةِ، إِذْ يَمْتَنِعُ أَنَّ الْأَنْبِيَاءَ يُثْنُونَ عَلَى مَنْ يَكْذِبُ فِي دَعْوَى النُّبُوَّةِ: {وَمَنْ أَظْلَمُ ‌مِمَّنِ ‌افْتَرَى ‌عَلَى ‌اللَّهِ ‌كَذِبًا أَوْ قَالَ ‌أُوحِيَ ‌إِلَيَّ ‌وَلَمْ ‌يُوحَ ‌إِلَيْهِ ‌شَيْءٌ} [الأنعام: 93] . وَهَذَا مِمَّا يُبَيِّنُ أَنَّهُ لَا بُدَّ أَنْ يَكُونَ الْأَنْبِيَاءُ ذَكَرُوهُ وَأَخْبَرُوا بِهِ، وَأَنَّهُمْ لَمْ يَذْكُرُوهُ إِلَّا بِالثَّنَاءِ وَالْمَدْحِ لَا بِالذَّمِّ وَالْعَيْبِ

“Setiap orang yang mengaku bahwa dirinya sebagai nabi (atau rasul) dan dipuji oleh nabi-nabi lainnya, maka tidak lain bahwa ia adalah seorang yang jujur sebagai nabi, “Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat kedustaan terhadap Allah atau yang berkata: “Telah diwahyukan kepada saya“, padahal tidak ada diwahyukan sesuatupun kepadanya,” (QS. Al-An’am: 93). Ini termasuk yang menjelaskan bahwa haruslah para nabi itu memberitakan dan menceritakan tentang nabi atau rasul tersebut dan bahwa mereka memberitakannya dengan pujian dan kebaikan, bukan dengan celaan dan aib.” (Al-Jawab ash-Shahih li Man Baddala Dien al-Masih: 5/191).

Sebagai contohnya adalah berita kenabian beberapa rasul dan nabi dalam firman Allah ta’ala:

‌وَوَهَبْنا ‌لَهُ إِسْحاقَ وَيَعْقُوبَ ‌كُلاًّ ‌هَدَيْنا وَنُوحاً هَدَيْنا مِنْ قَبْلُ وَمِنْ ذُرِّيَّتِهِ داوُدَ وَسُلَيْمانَ وَأَيُّوبَ وَيُوسُفَ وَمُوسى وَهارُونَ وَكَذلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ () وَزَكَرِيَّا وَيَحْيى وَعِيسى وَإِلْياسَ كُلٌّ مِنَ الصَّالِحِينَ () وَإِسْماعِيلَ وَالْيَسَعَ وَيُونُسَ وَلُوطاً وَكلاًّ فَضَّلْنا عَلَى الْعالَمِينَ () وَمِنْ آبائِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ وَإِخْوانِهِمْ وَاجْتَبَيْناهُمْ وَهَدَيْناهُمْ إِلى صِراطٍ مُسْتَقِيمٍ

“Dan Kami telah menganugerahkan Ishak dan Yaqub kepadanya (Ibrahim). Kepada keduanya masing-masing telah Kami beri petunjuk; dan kepada Nuh sebelum itu (juga) telah Kami beri petunjuk, dan kepada sebahagian dari keturunannya (Nuh) yaitu Daud, Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa dan Harun. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Dan Zakaria, Yahya, Isa dan Ilyas. Semuanya termasuk orang-orang yang shaleh. Dan Ismail, Alyasa’, Yunus dan Luth. Masing-masing Kami lebihkan derajatnya di atas umat (di masanya), Dan Kami lebihkan (pula) derajat sebahagian dari bapak-bapak mereka, keturunan dan saudara-saudara mereka. Dan Kami telah memilih mereka (untuk menjadi nabi-nabi dan rasul-rasul) dan Kami menunjuki mereka ke jalan yang lurus.” (QS. Al-An’am: 84-87).

Di dalam Yehezkiel 14: 13-14 disebutkan:

“Hai anak manusia, kalau sesuatu negeri berdosa kepada-Ku dengan berobah setia dan Aku mengacungkan tangan-Ku melawannya dengan memusnahkan persediaan makanannya dan mendatangkan kelaparan atasnya dan melenyapkan dari negeri itu manusia dan binatang, biarpun di tengah-tengahnya berada ketiga orang ini, yaitu Nuh, Daniel dan Ayub, mereka akan menyelamatkan hanya nyawanya sendiri karena kebenaran mereka, demikianlah firman Tuhan ALLAH.”

Di dalam Matius 11: 13-14:

Sebab semua nabi dan kitab Taurat bernubuat hingga tampilnya Yohanes (Yahya),  dan–jika kamu mau menerimanya–ialah Elia yang akan datang itu.”

Dan tidak ada seorang nabi pun yang memberitakan kenabian dan kerasulan Si Paulus ini.

Keenam: Paulus menghapus hukum-hukum Taurat. Sedangkan para nabi dan rasul berhukum dengan hukum Taurat.

Ini disebutkan dalam Roma 3: 28:

“Karena kami yakin, bahwa manusia dibenarkan karena iman, dan bukan karena ia melakukan hukum Taurat.”

Juga dalam Roma 7: 6 si Paulus berkata:

Tetapi sekarang kita telah dibebaskan dari hukum Taurat, sebab kita telah mati bagi dia, yang mengurung kita, sehingga kita sekarang melayani dalam keadaan baru menurut Roh dan bukan dalam keadaan lama menurut huruf hukum Taurat.”

Sebagai jawabannya adalah justru para nabi Bani Israil berhukum dengan Taurat, tidak seperti Paulus si rasul palsu itu. Allah ta’ala berfirman:

إِنَّا ‌أَنْزَلْنَا ‌التَّوْراةَ فِيها هُدىً وَنُورٌ يَحْكُمُ بِهَا ‌النَّبِيُّونَ الَّذِينَ أَسْلَمُوا لِلَّذِينَ هادُوا وَالرَّبَّانِيُّونَ وَالْأَحْبارُ بِمَا اسْتُحْفِظُوا مِنْ كِتابِ اللَّهِ وَكانُوا عَلَيْهِ شُهَداءَ فَلا تَخْشَوُا النَّاسَ وَاخْشَوْنِ وَلا تَشْتَرُوا بِآياتِي ثَمَناً قَلِيلاً وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِما أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولئِكَ هُمُ الْكافِرُونَ

“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan oleh nabi-nabi yang menyerahkan diri kepada Allah untuk perkara orang-orang Yahudi, juga (diputuskan) oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (QS. Al-Maidah: 44).

Al-Imam Ibnu Athiyyah al-Andalusi (wafat tahun 542 H) rahimahullah berkata:

والنَّبِيُّونَ الَّذِينَ أَسْلَمُوا هم من بعث من لدن موسى بن عمران إلى مدة محمد صلى الله عليه وسلم،

“Maksud “nabi-nabi yang menyerahkan diri kepada Allah,” adalah para nabi yang diutus semenjak masa Nabi Musa alaihissalam sampai masa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam (semuanya berhukum dengan Taurat, pen).” (Al-Muharrar al-Wajiz fi Tafsir al-Kitab al-Aziz: 2/195).

Bahkan Nabi Isa alaihissalam sendiri masih menggunakan hukum Taurat. Beliau berkata dalam Matius 5: 17-19:

Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya, karena Aku berkata kepadamu: “Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi. Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga.”

Bahkan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam masih menghukum orang Yahudi yang berbuat zina dengan hukuman rajam sesuai dengan hukum Taurat. Dari Ibnu Umar radhiyallahu anhuma:

أَنَّ ‌الْيَهُودَ جَاءُوا إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرُوا لَهُ أَنَّ رَجُلًا مِنْهُمْ وَامْرَأَةً زَنَيَا فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا تَجِدُونَ فِي ‌التَّوْرَاةِ فِي شَأْنِ ‌الرَّجْمِ فَقَالُوا نَفْضَحُهُمْ وَيُجْلَدُونَ فَقَالَ عَبْدُ اللهِ بْنُ سَلَامٍ كَذَبْتُمْ إِنَّ فِيهَا ‌الرَّجْمَ فَأَتَوْا بِالتَّوْرَاةِ فَنَشَرُوهَا فَوَضَعَ أَحَدُهُمْ يَدَهُ عَلَى آيَةِ ‌الرَّجْمِ فَقَرَأَ مَا قَبْلَهَا وَمَا بَعْدَهَا فَقَالَ لَهُ عَبْدُ اللهِ بْنُ سَلَامٍ ارْفَعْ يَدَكَ فَرَفَعَ يَدَهُ فَإِذَا فِيهَا آيَةُ ‌الرَّجْمِ فَقَالُوا صَدَقَ يَا مُحَمَّدُ فِيهَا آيَةُ ‌الرَّجْمِ فَأَمَرَ بِهِمَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرُجِمَا

“Bahwa orang-orang Yahudi mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lalu bercerita bahwa ada seseorang laki-laki dari kalangan mereka dan seorang wanita berzina. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepada mereka; “Apa yang kalian dapatkan dalam Kitab Taurah tentang permasalahan hukum rajam?“. Mereka menjawab; “Kami mempermalukan (membeberkan aib) mereka dan mencambuk mereka”. Maka Abdullah bin Salam berkata; “Kalian berdusta. Sesungguhnya di dalam Kitab Taurat ada hukuman rajam. Coba bawa kemari kitab Taurat. Maka mereka membacanya saecara seksama lalu salah seorang diantara mereka meletakkan tangannya pada ayat rajam, dan dia hanya membaca ayat sebelum dan sesudahnya. Kemudian Abdullah bin Salam berkata; “Coba kamu angkat tanganmu”. Maka orang itu mengangkat tangannya, dan ternyata ada ayat tentang rajam hingga akhirnya mereka berkata; “Dia benar, wahai Muhammad. Di dalam Taurat ada ayat tentang rajam”. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kedua orang yang berzina itu agar dirajam”. (HR. Al-Bukhari: 3635, Muslim: 1699 dan Abu Dawud: 4446).

Ketujuh: Paulus mengajak untuk mempertuhankan manusia seperti Nabi Isa alaihissalam sedangkan para nabi dan rasul mengajak kepada Tauhid (mengesakan Allah dalam ibadah).

Paulus mempertuhankan nabi Isa alaihissalam dalam Roma 8: 38-39:

Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.”

Juga dalam 2 Korintus 1: 3:

Terpujilah Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, Bapa yang penuh belas kasihan dan Allah sumber segala penghiburan,”

Paulus juga berkata dalam 2 Timotius 1: 2:

Kepada Timotius, anakku yang kekasih: kasih karunia, rahmat dan damai sejahtera dari Allah Bapa dan Kristus Yesus, Tuhan kita, menyertai engkau.”

Padahal para nabi dan rasul alaihimussalam semuanya mengajak umat mereka agar mentauhidkan (mengesakan) Allah ta’ala. Allah ta’ala berfirman:

وَما أَرْسَلْنا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَاّ ‌نُوحِي ‌إِلَيْهِ ‌أَنَّهُ لا إِلهَ إِلَاّ أَنَا فَاعْبُدُونِ

“Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku.” (QS. Al-Anbiya’: 25).

Allah ta’ala  juga berfirman:

‌وَلَقَدْ ‌بَعَثْنا ‌فِي ‌كُلِّ ‌أُمَّةٍ رَسُولاً أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

“Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu,” (QS. An-Nahl: 36).

Bahkan Nabi Isa alaihissalam juga menyatakan keesaan Allah ta’ala. Dalam Markus 12: 29 disebutkan:

Jawab Yesus: “Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa.”

Disebutkan juga dalam Markus 12: 32:

Lalu kata ahli Taurat itu kepada Yesus: “Tepat sekali, Guru, benar kata-Mu itu, bahwa Dia esa, dan bahwa tidak ada yang lain kecuali Dia.”

Kedelapan: Paulus mengajarkan dosa warisan, yaitu dosa yang dilakukan Adam diwariskan kepada semua anak keturunannya sedangkan para nabi dan rasul alaihimussalam mengajarkan bahwa dosa tidak bisa diwariskan.

Paulus berkata dalam Roma 5: 12-13:

Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa. Sebab sebelum hukum Taurat ada, telah ada dosa di dunia. Tetapi dosa itu tidak diperhitungkan kalau tidak ada hukum Taurat.”

Sedangkan para nabi dan rasul alaihimussalam mengajarkan bahwa seseorang bertanggug jawab atas dosanya sendiri. Allah ta’ala berfirman:

أَمْ لَمْ يُنَبَّأْ ‌بِما ‌فِي ‌صُحُفِ ‌مُوسى () وَإِبْراهِيمَ الَّذِي وَفَّى () أَلَاّ تَزِرُ وازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرى () وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسانِ إِلَاّ مَا سَعى ( ) وَأَنَّ سَعْيَهُ سَوْفَ يُرى () ثُمَّ يُجْزاهُ الْجَزاءَ الْأَوْفى

“Ataukah belum diberitakan kepadanya apa yang ada dalam lembaran- lembaran Musa? dan lembaran-lembaran Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji? (yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain, dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya, dan bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihat (kepadanya), kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna.” (QS. An-Najm: 36-41).

Allah ta’ala juga berfirman:

وَلا تَزِرُ وازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرى ‌وَإِنْ ‌تَدْعُ ‌مُثْقَلَةٌ ‌إِلى ‌حِمْلِها ‌لا ‌يُحْمَلْ ‌مِنْهُ ‌شَيْءٌ وَلَوْ كانَ ذَا قُرْبى

“Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Dan jika seseorang yang berat dosanya memanggil (orang lain) untuk memikul dosanya itu tiadalah akan dipikulkan untuknya sedikitpun meskipun (yang dipanggilnya itu) kaum kerabatnya.” (QS. Fathir: 18).

Di dalam kitab Nabi Yehezkiel alaihissalam 18: 20 disebutkan:

Orang yang berbuat dosa, itu yang harus mati. Anak tidak akan turut menanggung kesalahan ayahnya dan ayah tidak akan turut menanggung kesalahan anaknya. Orang benar akan menerima berkat kebenarannya, dan kefasikan orang fasik akan tertanggung atasnya.”

Penutup

Adanya ‘Bisyarah’ atau kabar gembira diutusnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjadikan banyak orang-orang Madinah memeluk al-Islam. Dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu:

أَنَّ ‌غُلَامًا ‌يَهُودِيًّا كَانَ ‌يَخْدُمُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَمَرِضَ فَأَتَاهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعُودُهُ، فَوَجَدَ أَبَاهُ عِنْدَ رَأْسِهِ يَقْرَأُ التَّوْرَاةِ، فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يَا يَهُودِيُّ! أَنْشُدُكَ بِاللهِ الَّذِي أَنْزلَ التَّوْرَاةَ عَلَى مُوسَى هَلْ تَجِدُ فِي التَّوْرَاةِ نَعْتِي وَصِفَتِي وَمَخْرَجِي؟ قَالَ: لَا. قَالَ الْفَتَى: يَا رَسُولَ اللهِ! إِنَّا نَجِدُ لَكَ فِي التَّوْرَاةِ نَعْتَكَ وَصِفَتَكَ وَمَخْرَجَكَ، وإِنِّي أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَنَّكَ رَسُولُ اللهِ. فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأَصْحَابِهِ: أَقِيمُوا هَذَا مِنْ عِنْدِ رَأْسِهِ وَلُوا أَخَاكُمْ

“Bahwa ada seorang bocah Yahudi bertugas melayani Nabi shallallahu alaihi wasallam. Kemudian ia jatuh sakit. Maka Nabi shallallahu alaihi wasallam datang untuk menjenguknya. Kemudian beliau mendapatkan ayah dari si bocah itu sedang membaca Taurat di sisi kepala si bocah. Maka Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bertanya kepada si ayah: “Wahai Yahudi! Aku sumpah engkau dengan Allah yang telah menurunkan Taurat kepada Musa. Apakah kamu mendapatkan dalam Taurat berita tentang ciri-ciri aku (Muhammad), sifat-sifatku dan tempat kemunculanku?” Ia menjawab: “Tidak ada.” Maka si bocah menjawab: “Wahai Rasulullah! Aku menemukan untukmu dalam Taurat berita tentang ciri-ciri engkau, sifat-sifat engkau dan tempat kemunculan engkau. Dan aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan bahwa engkau adalah utusan Allah.” Maka Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Suruh dia (ayahnya) agar pergi dari bocah ini dan urusilah saudara kalian ini.” (HR. Al-Baihaqi dalam Dalail an-Nubuwwah: 6/272. Isnad-nya di-shahih-kan oleh asy-Syaukani dalam al-Fath ar-Rabbani: 1/523).

Dalam riwayat lain Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkata kepada si bocah:

أَسْلِمْ. فَنَظَرَ إِلَى أَبِيهِ وَهُوَ عِنْدَهُ فَقَالَ لَهُ: ‌أَطِعْ ‌أَبَا ‌الْقَاسِمِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَسْلَمَ، فَخَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَقُولُ: الْحَمْدُ لِلهِ الَّذِي أَنْقَذَهُ مِنَ النَّارِ

“Masuklah Islam, maka bocah itu melihat ayahnya, dan ayahnya berkata kepadanya: “Ta’atilah Abu al-Qasim (Nabi Muhammad saw.), maka anak itu masuk Islam, kemudian Nabi keluar dan bersabda: “Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan anak itu dari api neraka.” (HR. Al-Bukhari; 1356 dan Abu Dawud: 3095).

Semoga Allah ta’ala memberikan kita keteguhan hati dan istiqamah di dalam mengikuti ajaran Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sampai akhir hayat kita. Aamiin.

‌اللَّهُمَّ ‌اجْعَلْ ‌صَلَواتِكَ وَرَحْمَتَكَ وَبَرَكَاتِكَ عَلَى سَيِّدِ الْمُرْسَلِينَ وَإِمَامِ الْمُتَّقِينَ وَخَاتَمِ النَّبِيِّينَ، مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَرَسُولِكَ إِمَامِ الْخَيْرِ، وَقَائِدِ الْخَيْرِ، وَرَسُولِ الرَّحْمَةِ، اللَّهُمَّ ابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا يَغْبِطُهُ بِهِ الْأَوَّلُونَ وَالْآخِرُونَ، اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وآلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وآلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

  1. Belum ada komentar.
  1. No trackbacks yet.

Tinggalkan komentar