Beranda > Motivasi Kaya > Menjadi Kaya, Siapa Takut?

Menjadi Kaya, Siapa Takut?


 

(Motivasi Islami untuk Menjadi Kaya)

Oleh: dr. M Faiq Sulaifi

Pendahuluan

Menjadi seorang salafy atau ahlus Sunnah yang kaya raya adalah sah-sah saja. Apalagi jika dengan niat yang benar, para Sahabat Nabi r pun ingin  dan iri terhadap orang kaya yang demikian.

Dari Abu Dzar  Al-Ghifari t:

أَنَّ نَاسًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوا لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا رَسُولَ اللَّهِ ذَهَبَ أَهْلُ الدُّثُورِ بِالْأُجُورِ يُصَلُّونَ كَمَا نُصَلِّي وَيَصُومُونَ كَمَا نَصُومُ وَيَتَصَدَّقُونَ بِفُضُولِ أَمْوَالِهِمْ

“Bahwa sebagian orang dari kalangan sahabat Nabi r berkata kepada Nabi r: “Wahai Rasulullah! Orang-orang kaya itu berangkat dengan membawa banyak pahala. Mereka melakukan shalat sebagaimana kami melakukan shalat. Mereka pun berpuasa sebagaimana kami berpuasa. Tetapi mereka mampu bersedekah dengan kelebihan harta mereka….dst.” (HR. Muslim: 1674, Abu Dawud: 1286, Ahmad: 20500).

Menjadi kaya juga memerlukan motivasi dari generasi terdahulu yang menjadi teladan dalam kebaikan. Dengan mencontoh mereka, kita berharap agar mempunyai tujuan yang benar di dalam mencari  kekayaan yang halal seperti menegakkan agama Islam, menyambung silaturrahim, menyantuni kaum fakir miskin, dan sebagainya.

Pengertian Kaya dan Batasannya

Secara bahasa, menurut Al-Allamah Murtadla Az-Zubaidi “Al-Ghina” (kaya) adalah lawan kata faqir. Beliau berkata:

وهو على ضربين أحدهما ارتفاع الحاجات وليس ذلك الا الله تعالى والثانى قلة الحاجات وهو المشار إليه بقوله تعالى ووجدك عائلا فاغنى

“Kata ‘kaya’ ada 2 macam arti: Pertama adalah hilangnya hajat (kebutuhan). Dan ini adalah hanyalah Allah U. Kedua adalah sedikitnya hajat (kebutuhan). Inilah yang diisyaratkan oleh firman Allah U: “Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan (kekayaan).” (QS. Adl-Dluha: 8).” (Tajul Arus: 8527).

Secara syariat, kaya memiliki 2 pengertian: pertama adalah kaya secara jiwa (batin) dan kedua adalah kaya secara ekonomi (lahir).

Tentang kaya secara jiwa, Rasulullah r bersabda:

لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ

“Bukannya kaya itu dari sebab banyaknya materi duniawi. Tetapi kaya adalah kayanya jiwa.” (HR. Al-Bukhari: 5965, Muslim: 1741, At-Tirmidzi: 2295 dan Ibnu Majah: 4127 dari Abu Hurairah t).

Sedangkan kaya secara ekonomi, Al-Allamah Ibnu Muflih Al-Hanbali berkata:

فَالْغَنِيُّ فِي بَابِ الزَّكَاةِ نَوْعَانِ: نَوْعٌ يُوجِبُهَا، وَنَوْعٌ يَمْنَعُهَا؛ لِأَنَّهُ عَلَيْهِ السَّلَامُ لَمْ يُنْكِرْ عَلَى السُّؤَالِ إذَا كَانُوا مِنْ أَهْلِهَا، وَلِكَثْرَةِ التَّأَذِّي بِتَكْرَارِ السُّؤَالِ.

“Maka orang kaya dalam Bab Zakat ada 2 macam:

pertama adalah kaya yang mewajibkan dipungut zakat dan,

kedua adalah kaya yang menghalangi dari menerima zakat. Karena Rasulullah r tidak mengingkari orang yang meminta-minta jika memang mereka termasuk orang-orang yang berhak (menerima zakat) dan karena rasa risih sebab berulangnya meminta-minta.” (Al-Furu’: 4/310).

Orang kaya yang diwajibkan membayar zakat adalah orang yang jumlah kekayaannya sudah sampai nishab zakat (seperti 20 dinar atau 200 dirham atau 40 ekor kambing dll).

Rasulullah r berpesan kepada Mu’adz bin Jabal t:

فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً فِي أَمْوَالِهِمْ تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ وَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ

“Jika mereka menaatimu dalam urusan shalat, maka beritahukan kepada mereka bahwa Allah mewajibkan kepada mereka zakat yang diambil dari orang-orang kaya mereka untuk dikembalikan kepada orang-orang faqir mereka.” (HR. Al-Bukhari: 1308, Muslim: 27, At-Tirmidzi: 567, An-Nasa’i: 2392, Abu Dawud: 1351 dan Ibnu Majah: 1773 dari Ibnu Abbas y).

Dari Ali bin Abi Thalib t bahwa Rasulullah r bersabda:

فَإِذَا كَانَتْ لَكَ مِائَتَا دِرْهَمٍ وَحَالَ عَلَيْهَا الْحَوْلُ فَفِيهَا خَمْسَةُ دَرَاهِمَ وَلَيْسَ عَلَيْكَ شَيْءٌ يَعْنِي فِي الذَّهَبِ حَتَّى يَكُونَ لَكَ عِشْرُونَ دِينَارًا فَإِذَا كَانَ لَكَ عِشْرُونَ دِينَارًا وَحَالَ عَلَيْهَا الْحَوْلُ فَفِيهَا نِصْفُ دِينَارٍ

“Jika kamu mempunyai uang 200 dirham dan mengendap 1 tahun maka wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 5 dirham. Dan tidak wajib atasmu mengeluarkan zakat emas sehingga uangmu mencapai 20 dinar dan mengendap 1 tahun, maka keluarkan zakatnya sebesar ½ dinar.” (HR. Abu Dawud: 1342 dan Al-Baihaqi dalam Al-Kubra: 7783 (4/137). Hadits ini di-hasan-kan oleh Az-Zaila’i dalam Nashbur Rayah: 2/328 dan isnadnya di-jayyid-kan oleh Al-Allamah Zakariya Al-Anshari dalam Asnal Mathalib Syarh Raudlatuth Thalib: 5/73).

Adapun orang kaya yang dilarang meminta-minta atau menerima zakat, maka terdapat beberapa nishab yang diterangkan oleh syariat.

Dari Sahl bin Al-Hanzhaliah t bahwa Rasulullah r bersabda:

مَنْ سَأَلَ وَعِنْدَهُ مَا يُغْنِيهِ فَإِنَّمَا يَسْتَكْثِرُ مِنْ النَّارِ فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْغِنَى الَّذِي لَا تَنْبَغِي مَعَهُ الْمَسْأَلَةُ قَالَ قَدْرُ مَا يُغَدِّيهِ وَيُعَشِّيهِ

“Barangsiapa meminta-minta, padahal ia masih mempunyai kekayaan yang mencukupinya, maka ia hanyalah memperbanyak api neraka.” Mereka bertanya: “Wahai Rasulullah! Berapakah kekayaan yang mencukupi dari meminta-minta?” Beliau menjawab: “Sekedar uang (atau makanan) untuk sarapan pagi dan makan sore baginya.” (HR. Abu Dawud: 1388 dan Ahmad: 16967. Di-shahih-kan oleh Al-Allamah Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud: 1441).

Dari Abu Sa’id Al-Khudri t bahwa Rasulullah r bersabda:

مَنْ سَأَلَ وَلَهُ قِيمَةُ أُوقِيَّةٍ فَقَدْ أَلْحَفَ

“Barangsiapa yang meminta-minta padahal ia masih mempunyai harta seharga 1 uqiyyah, maka ia telah meminta-minta dengan memaksa.” (HR. Abu Dawud: 1387, An-Nasa’i: 2548 dan Ahmad: 10622. Di-shahih-kan oleh Al-Allamah Al-Albani dalam Shahihul Jami’: 6027).

Dalam riwayat Abu Dawud:

زَادَ هِشَامٌ فِي حَدِيثِهِ وَكَانَتْ الْأُوقِيَّةُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرْبَعِينَ دِرْهَمًا

“Hisyam (bin Ammar) menambahkan dalam haditsnya: “1 uqiyyah di masa Rasulullah r adalah 40 dirham.” (HR. Abu Dawud: 1387).

Mana di antara ukuran nishab di atas yang bisa dipakai?

Al-Imam Al-Baghawi berkata:

وذهب الأكثرون إلى أن حده أن يكون عنده ما يكفيه وعياله، وهو قول مالك والشافعي، قال الشافعي: وقد يكون الرجل غنيا بالدرهم مع كسب، ولا يكون غنيا بألف لضعفه في نفسه، وكثرة عياله،

“Kebanyakan ulama berpendapat bahwa batasan kaya (yang diharamkan meminta-minta) adalah jika ia memiliki harta yang mencukupi dirinya dan keluarga yang ditanggungnya. Ini adalah pendapat Malik dan Asy-Syafi’i. Asy-Syafi’i berkata: “Kadang-kadang seseorang menjadi kaya dengan uang 1 dirham dengan usaha yang ia miliki. Dan kadang-kadang seseorang belum dianggap kaya dengan uang 1000 dirham, karena ia tidak mempunyai usaha dan memiliki banyak tanggungan.” (Syarhus Sunnah: 6/86).

Dan untuk perlu diketahui bahwa pada tanggal 01 Oktober 2011 (3 Dzulqa’dah 1432 H), 1 dinar (mata uang emas) setara dengan Rp. 2.177.000,-. Sedangkan 1 dirham (mata uang perak) setara dengan Rp. 53.000,-.

Sehingga nishab orang kaya yang diharamkan meminta-minta atau menerima zakat adalah 40 dirham yang setara dengan Rp. 2.120.000,-. Dan nishab orang kaya yang wajib zakat adalah 200 dirham (Rp. 10.600.000,-) atau 20 dinar (Rp. 43.540.000,-).

Motivasi Kaya dari Rasulullah r

Seorang muslim diperbolehkan bercita-cita menjadi orang kaya dengan niat untuk memperkuat agamanya.

Rasulullah r bersabda:

لَا بَأْسَ بِالْغِنَى لِمَنْ اتَّقَى وَالصِّحَّةُ لِمَنْ اتَّقَى خَيْرٌ مِنْ الْغِنَى وَطِيبُ النَّفْسِ مِنْ النَّعِيمِ

“Tidak ada masalah dengan kekayaan bagi orang yang bertaqwa. Kesehatan itu lebih baik daripada kekayaan bagi orang yang bertaqwa. Dan jiwa yang bagus merupakan kenikmatan.” (HR. Ibnu Majah: 2132, Ahmad: 22076 dari Ubaid bin Mu’adz t, di-shahih-kan oleh Al-Hakim dalam Mustadrak: 2131 (2/3) dan disepakati oleh Adz-Dzahabi. Di-shahih-kan oleh Al-Allamah Al-Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah: 174).

Rasulullah r juga pernah berkata kepada Amr bin Al-Ash t:

يَا عَمْرُو نَعِمَّا بِالْمَالِ الصَّالِحِ لِلرَّجُلِ الصَّالِحِ

“Wahai Amr! Alangkah beruntungnya jika harta yang baik dipunyai oleh orang yang shalih.” (HR. Ahmad: 17134, Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannafnya: 22627 (7/18) dan di-shahih-kan oleh Al-Hakim dalam Mustadraknya: 2130 (2/3) dan disepakati oleh Adz-Dzahabi. Dan di-shahih-kan pula oleh Al-Allamah Al-Albani dalam Takhrij Al-Misykat: 3756 (2/355)).

Dan orang yang paling beruntung adalah orang bisa mengumpulkan ilmu dan kekayaan. Rasulullah r bersabda:

إِنَّمَا الدُّنْيَا لِأَرْبَعَةِ نَفَرٍ عَبْدٍ رَزَقَهُ اللَّهُ مَالًا وَعِلْمًا فَهُوَ يَتَّقِي فِيهِ رَبَّهُ وَيَصِلُ فِيهِ رَحِمَهُ وَيَعْلَمُ لِلَّهِ فِيهِ حَقًّا فَهَذَا بِأَفْضَلِ الْمَنَازِلِ…الخ

“Dunia hanyalah untuk 4 kelompok orang; yaitu seorang hamba yang diberikan rejeki harta dan ilmu oleh Allah kemudian ia menggunakannya untuk bertaqwa kepada Rabbnya, menyambung sanak saudaranya dan ia mengetahui hak-hak Allah yang harus ditunaikan dari harta itu. Orang ini berada pada kedudukan yang paling tinggi; dan seorang hamba…..dst.” (Ahmad: 17339, At-Tirmidzi: 2247 dan di-shahih-kan olehnya dari Abu Kabsyah Al-Anmari t. Hadits ini di-shahih-kan oleh Al-Allamah Al-Albani dalam Shahihul Jami’: 3024).

Dan Rasulullah r berpesan kepada Sa’ad bin Abi Waqqash t:

إِنَّكَ أَنْ تَذَرَ وَرَثَتَكَ أَغْنِيَاءَ خَيْرٌ مِنْ أَنْ تَذَرَهُمْ عَالَةً يَتَكَفَّفُونَ النَّاسَ

“Sesungguhnya engkau meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya, maka itu lebih baik daripada engkau meninggalkan mereka dalam keadaan miskin dengan meminta-minta belas kasihan manusia.” (HR. Al-Bukhari: 1213, Muslim: 3076, At-Tirmidzi: 2042, Ibnu Majah: 2699).

Do’a agar Menjadi Kaya

Di antara do’a-do’a agar menjadi kaya adalah hadits Abu Hurairah t, ia berkata:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْفَقْرِ وَالْقِلَّةِ وَالذِّلَّةِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ أَنْ أَظْلِمَ أَوْ أُظْلَمَ

“Bahwa Nabi e berdo’a: “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kefaqiran, sedikit harta benda, dan kehinaan, dan aku berlindung kepada-Mu daripada menzhalimi orang lain atau dizhalimi.” (HR. Abu Dawud: 1320, An-Nasa’i: 5365, Ahmad: 7708 dan di-shahih-kan oleh Al-Albani dalam Shahihul Jami’: 1287).

Al-Allamah Abdur Ra’uf Al-Munawi berkata:

“Makna (sedikit harta) dengan kasrahnya huruf qaf, yaitu sedikitnya harta yang ditakutkan dapat menyebabkan terjadinya sedikit rasa sabar atas kekurangan dan penguasaan syetan dengan mengingatkan akan kenikmatan orang kaya atau sedikitnya jumlah dan bilangan harta.” (At-Taisir bi Syarhil Jami’ish Shaghir: 1/449).

Dari Abdullah bin Mas’ud t bahwa Rasulullah e berdo’a:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى

“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu petunjuk, ketakwaan, iffah (menjaga diri dari perkara haram), dan kekayaan.” (HR. Muslim: 4898, At-Tirmidzi: 3411 dan Ibnu Majah: 3822).

Motivasi Kaya dari Abu Bakar Ash-Shiddiq t

Beliau adalah  pengganti Rasulullah r di dalam kepemimpinan umat dan orang kedua setelah Rasulullah r dalam keutamaan. Beliau juga adalah pedagang yang paling mahir di kalangan kaum Quraisy.

Aisyah Ummul Mukminin t berkata:

كَانَ أَبُو بَكْرٍ أَتْجَرَ قُرَيْشٍ

“Abu Bakar adalah orang Quraisy yang paling ahli berdagang.” (Atsar riwayat Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannafnya: 22621 (7/16) dari Waki’ bin Jarrah dari Muhammad bin Syarik dari Abdullah bin Abi Mulaikah dari Aisyah. Mereka semua adalah orang-orang tsiqat).

Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq t berkata:

دينك لمعادك و درهمك لمعاشك و لا خير في أمر بلا درهم

“Agamamu adalah untuk akhiratmu dan uang dirhammu adalah untuk penghidupanmu. Dan tidak ada kebaikan di dalam suatu perkara tanpa uang dirham.” (Atsar riwayat Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman: 1254 (2/93) dan Abu Nu’aim dalam Akhbar Ashbahan: 1648 (8/441)).

Motivasi Kaya dari Al-Faruq Umar bin Al-Khaththab

Beliau adalah  pengganti Abu Bakar t di dalam kepemimpinan umat dan orang kedua setelah Abu Bakar t  dalam keutamaan. Beliau juga adalah pedagang yang dermawan.

Al-Harits bin Rabi’ Al-Adawi berkata:

سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ يَقُولُ: كُتِبَتْ عَلَيْكُمْ ثَلاَثَةُ أَسْفَارٍ: الْحَجُّ وَالْعُمْرَةُ وَالْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللهِ، وَالرَّجُلُ يَسْعَى بِمَالِهِ فِي وَجْهٍ مِنْ هَذِهِ الْوُجُوهِ، أَبْتَغِي بِمَالِي مِنْ فَضْلِ اللهِ أَحَبُّ إلَيَّ مِنْ أَنْ أَمُوتَ عَلَى فِرَاشِي، وَلَوْ قُلْتُ: إنَّهَا شَهَادَةٌ، لَرَأَيْت أَنَّهَا شَهَادَةٌ

“Aku telah mendengar Umar Ibnul Khaththab berkata: “Diwajibkan 3 safar (bepergian) atas kalian: (pertama adalah) haji dan umrah, (kedua adalah) jihad dan (ketiga adalah) seseorang (yang bepergian) untuk mencari harta dalam rangka melaksanakan salah satu dari ketiga di atas (haji, umrah dan jihad, pen). Dan jika aku mati dalam keadaan mencari keutamaan rejeki dari Allah, maka itu lebih aku sukai daripada aku mati di atas tempat tidurku. Dan  andaikan aku katakan bahwa mati dalam safar tersebut adalah mati syahid maka menurutku itu merupakan mati syahid.” (Atsar riwayat Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannafnya: 22626 (7/17) dari Waki’ bin Al-Jarrah dari Abu Na’amah Amr bin Isa dari Al-Harits bin Rabi’, dan juga diriwayatkan oleh Abu Bakar Al-Khallal dalam Al-Hatstsu alat Tijarah wash-Shina’ah: 61 (62). Para perawi Ibnu Abi Syaibah adalah orang-orang tsiqat).

Umar bin Al-Khaththab t juga pernah berkata:

ما جاءني أجلي في مكان ما عدا في سبيل الله عز و جل أحب إلي من أن يأتيني و أنا بين شعبتي رحلي أطلب من فضل الله

“Tidaklah kedatangan ajalku di suatu tempat selain medan perang di jalan Allah U, lebih aku cintai daripada kedatangan ajalku ketika aku sedang di antara kedua kaki untaku (bermusafir, pen) untuk mencari keutamaan Allah (dari berdagang, pen).” (Atsar riwayat Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman: 1256 (2/93). Dan juga diriwayatkan oleh Abdurrazzaq dalam Mushannafnya: 21018 (11/464) dari Ma’mar bin Rasyid dari Az-Zuhri dari Ubaidullah bin Abdullah bin Umar. Sedangkan Ubaidullah belum pernah bertemu dengan kakeknya).

Qurrah bin Khalid berkata:

سألنا الحسن: أوصى عمر بن الخطاب بثلث ماله أربعين ألفا؟ قال: لا والله لماله كان أيسر من أن يكون ثلثه أربعين ألفا، ولكنه لعله أوصى بأربعين ألفا فأجازوها.

“Kami bertanya kepada Al-Imam Al-Hasan Al-Bashri: “Benarkah Umar Ibnul Khaththab mewasiatkan 1/3 hartanya sebanyak 40.000 (dinar atau dirham)?” Beliau menjawab: “Tidak, demi Allah. Sungguh, 1/3 hartanya lebih banyak daripada 40.000. Tetapi mungkin beliau mewasiatkan 40.000 kemudian dilaksanakan oleh mereka (ahli waris beliau, pen).” (Al-Hafizh Ibnu Abdil Barr dalam Jami’ Bayanil Ilmi wa Fadhlih: 679 (2/31)).

Motivasi Kaya dari Utsman bin Affan t

Beliau adalah khalifah ketiga setelah Umar Ibnul Khaththab t. Beliau juga seorang saudagar yang dermawan.

Amirul Mukminin Utsman bin Affan t berkata kepada para Khawarij yang mengepung rumah beliau:

أَنْشُدُكُمْ بِاللَّهِ وَالْإِسْلَامِ هَلْ تَعْلَمُونَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدِمَ الْمَدِينَةَ وَلَيْسَ بِهَا مَاءٌ يُسْتَعْذَبُ غَيْرَ بِئْرِ رُومَةَ فَقَالَ مَنْ يَشْتَرِي بِئْرَ رُومَةَ فَيَجْعَلَ دَلْوَهُ مَعَ دِلَاءِ الْمُسْلِمِينَ بِخَيْرٍ لَهُ مِنْهَا فِي الْجَنَّةِ فَاشْتَرَيْتُهَا مِنْ صُلْبِ مَالِي فَأَنْتُمْ الْيَوْمَ تَمْنَعُونِي أَنْ أَشْرَبَ حَتَّى أَشْرَبَ مِنْ مَاءِ الْبَحْرِ

“Aku sumpah kalian dengan nama Allah dan Islam! Tahukah kalian bahwa Rasulullah r tiba di Madinah dan di Madinah tidak ada sumur yang berair tawar selain sumur Rumah. Beliau bersabda: “Siapa yang mau membeli sumur Rumah kemudian ia menjadikan timbanya bersama timba kaum muslimin (ia wakafkan, pen) dengan baik maka ia akan mendapat bagiannya di surga?” Maka aku (Utsman) membelinya dengan uangku sendiri dan kalian (Khawarij) hari ini menghalangiku untuk meminum airnya sehingga aku minum air laut.” (HR. At-Tirmidzi: 3636 dan di-hasan-kan olehnya, An-Nasa’i: 3551, Ahmad: 524 dan di-hasan-kan oleh Al-Allamah Al-Albani dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi: 2921).

Ibrahim Al-Harbi berkata:

واشترى بئر رومة بعشرين ألف درهم

“Utsman membeli sumur Rumah seharga 20.000 dirham.” (Tarikh Damsyiq: 39/20, Tahdzibul Asma’ wal Lughat: 454).

Abdurrahman bin Samurah t berkata:

جاء عثمان بن عفان رضي الله عنه إلى النبي صلى الله عليه وسلم في غزوة تبوك، وفي كمه ألف دينار، فصبها في حجر النبي صلى الله عليه وسلم ثم ولى قال عبد الرحمن: فرأيت النبي صلى الله عليه وسلم يقلبها بيده في حجره ويقول: « ما ضر عثمان ما فعل بعدها أبدا»

“Ketika perang Tabuk, Utsman bin Affan t datang kepada Nabi r. Di lengan bajunya terdapat uang 1.000 dinar. Kemudian ia menuangkannya di pangkuan Nabi r dan berpaling (pulang).” Abdurrahman berkata: “Maka aku melihat Rasulullah r menerima uang tersebut di pangkuan beliau dengan tangan beliau sendiri dan berkata: “Tidak akan berbahaya apa yang dilakukan oleh Utsman setelah ini.” (HR. Al-Ajurri dalam Asy-Syariah: 1371 (4/55) dan ini adalah redaksinya, At-Tirmidzi: 3634 dan ia berkata: “Hadits hasan gharib.” Di-shahih-kan oleh Al-Hakim dalam Mustadraknya: 4553 (3/110) dan disepakati oleh Adz-Dzahabi).

Ubaidullah bin Utbah berkata:

كان لعثمان عند خازنه يوم قتل، ثلاثون ألف ألف درهم وخمسمائة ألف درهم، ومائة ألف دينار ، فانتهبت وذهبت، وترك ألف بعير بالربذة، وترك صدقات كان تصدق بها، بئر أريس، وخيبر، ووادي القرى، فيه مائتا ألف دينار.

“Ketika terbunuh, Utsman masih mempunyai harta yang disimpan penjaga gudangnya, yaitu: uang 30.500.000 dirham, uang 100.000 dinar. Kemudian uang tersebut dirampas (oleh para khawarij, pen) dan hilang. Beliau juga meninggalkan 1.000 unta di Rabadzh. Beliau juga meninggalkan beberapa shadaqah yang mana beliau bersedekah dengannya; sumur Aris, Khaibar, Wadil Qura yang di dalamnya terdapat uang 200.000 dinar.” (Al-Bidayah wan Nihayah: 7/214).

Abu Ja’far Muhammad bin Ali bin Husain berkata:

ما قتل ابن عفان حتى بلغت غلة نخله علي مائة ألف

“Tidaklah Utsman bin Affan terbunuh kecuali hasil panen kebun kurmanya sudah sampai 100.000 (dinar).” (Atsar riwayat Abu Bakar Al-Khallal dalam Al-Hatstsu alat Tijarah wash Shina’ah: 47 (48) dan Yahya bin Adam dalam Al-Kharaj: 255 (233)).

Motivasi Kaya dari Thalhah bin Ubaidillah t

Beliau adalah seorang shahabat Nabi r yang kaya dan dermawan selain berilmu dan menjadi 10 shahabat yang dijamin masuk surga. Beliau adalah contoh seorang manager yang berhasil mengelola kekayaannya untuk jalan Allah.

Amr bin Dinar berkata:

أخبرني مولى لطلحة قال: كانت غلة طلحة كل يوم ألف واف

“Telah menceritakan kepadaku Maula Thalhah bahwa penghasilan Thalhah tiap hari adalah 1000 (dinar) tepat.” (Siyar A’lamin Nubala’: 1/33).

Ibrahim At-Taimi berkata:

كان طلحة يغل بالعراق أربع مائة ألف، ويغل بالسراة عشرة آلاف دينار أو  أقل أو  أكثر،  وبالاعراض  له غلات وكان لا يدع أحدا من بني تيم عائلا إلا كفاه، وقضى دينه، ولقد كان يرسل إلى عائشة  إذا جاءت غلته  كل سنة بعشرة آلاف، ولقد قضى عن فلان  التيمي ثلاثين ألفا

“Adalah Thalhah mendapatkan penghasilan di Iraq 400.000 (dinar), mendapatkan penghasilan di Sarah 10.000 dinar atau kurang atau lebih, di A’radl juga mendapatkan penghasilan. Dan beliau tidaklah meninggalkan orang miskin dari Bani Taim pun kecuali beliau telah mencukupinya dan membayarkan hutangnya. Dan beliau –ketika penghasilannya datang- mengirimkan setiap tahun 10.000 (dinar) untuk Ibunda Aisyah. Dan beliau telah membayarkan hutang Fulan At-Taimi 30.000 (dinar).” (Siyar A’lamin Nubala’: 1/33).

Musa bin Thalhah berkata:

ترك ألفي ألف درهم ومئتي ألف درهم، ومن الذهب مئتي ألف دينار،

“Beliau meninggal dunia dengan meninggalkan 2.200.000 dirham dan uang emas sebanyak 200.000 dinar.” (Siyar A’lamin Nubala’: 1/33).

Lihatlah! Beliau tidaklah mengumpulkan kekayaan untuk diri-sendiri tetapi untuk menyantuni orang-orang faqir miskin.

Motivasi Kaya dari Abdurrahman bin Auf t

Beliau adalah seorang shahabat Nabi r yang kaya dan dermawan selain berilmu dan menjadi 10 shahabat yang dijamin masuk surga. Beliau adalah contoh seorang manager yang berhasil mengelola kekayaannya untuk jalan Allah.

Beliau memulai hidup di Madinah dalam keadaan faqir dan mencari kekayaan dari nol. Beliau juga tidak mau menjadi beban kaum muslimin yang lainnya.

Al-Imam Adz-Dzahabi berkata:

ولما هاجر إلى المدينة كان فقيرا لا شئ له،

“Ketika berhijrah ke Madinah, Abdurrahman bin Auf menjadi orang faqir yang tidak mempunyai apa-apa.” (Siyar A’lamin Nubala’: 1/91).

Anas bin Malik t berkata:

قَدِمَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ فَآخَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ سَعْدِ بْنِ الرَّبِيعِ الْأَنْصَارِيِّ وَعِنْدَ الْأَنْصَارِيِّ امْرَأَتَانِ فَعَرَضَ عَلَيْهِ أَنْ يُنَاصِفَهُ أَهْلَهُ وَمَالَهُ فَقَالَ بَارَكَ اللَّهُ لَكَ فِي أَهْلِكَ وَمَالِكَ دُلُّونِي عَلَى السُّوقِ فَأَتَى السُّوقَ فَرَبِحَ شَيْئًا مِنْ أَقِطٍ وَشَيْئًا مِنْ سَمْنٍ فَرَآهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعْدَ أَيَّامٍ وَعَلَيْهِ وَضَرٌ مِنْ صُفْرَةٍ فَقَالَ مَهْيَمْ يَا عَبْدَ الرَّحْمَنِ فَقَالَ تَزَوَّجْتُ أَنْصَارِيَّةً قَالَ فَمَا سُقْتَ إِلَيْهَا قَالَ وَزْنَ نَوَاةٍ مِنْ ذَهَبٍ قَالَ أَوْلِمْ وَلَوْ بِشَاةٍ

“Abdurrahman bin Auf tiba di Madinah dan dipersaudarakan oleh Rasulullah r dengan Sa’id bin Rabi’ Al-Anshari. Sa’id memiliki 2 istri dan menawarkan kepada Abdurrahman untuk membagi 2 harta dan istrinya. Abdurrahman berkata: “Semoga Allah memberikan barakah kepadamu pada istri dan hartamu. Tunjukkan aku kepada pasar!” Kemudian Abdurrahman berangkat ke pasar (dan berdagang). Kemudian ia mendapatkan laba berupa sedikit aqith (sejenis bubur) dan minyak samin. Beberapa hari kemudian Rasulullah r melihat padanya bekas minyak wangi berwarna kuning (yang digunakan pada hari pernikahan, pen). Beliau berkata: “Bagaimana kabarmu, Wahai Abdurrahman?” Maka Abdurrahman menjawab: “Aku telah menikah dengan seorang wanita Anshar.” Beliau bertanya: “Berapa mahar yang kamu berikan untuknya?” Abdurrahman menjawab: “Emas seberat koin 5 dirham.” Maka beliau berkata: “Adakan walimah meskipun dengan seekor kambing.” (HR. Al-Bukhari: 3644, At-Tirmidzi: 1856).

Al-Imam Az-Zuhri berkata:

تصدق عبد الرحمن بن عوف على عهد رسول الله صلى الله عليه و سلم بشطر ماله ثم تصدق بعد بأربعين ألف دينار ثم حمل على خمسمائة فرس في سبيل الله وخمسمائة راحلة وكان أكثر ماله من التجارة

“Abdurrahman bin Auf mengeluarkan shadaqah pada masa Rasulullah r dari setengah hartanya, kemudian beliau mengeluarkan shadaqah 40.000 dinar setelahnya, kemudian beliau mengeluarkan shadaqah 500 ekor kuda dan 500 ekor unta di jalan Allah. Dan kebanyakan hartanya berasal dari perdagangan.” (Al-Ishabah fi Tamyizish Shahabah: 4/347).

Ummu Bakar bintu Miswar berkata:

ان عبد الرحمن باع أرضا له من عثمان بأربعين ألف دينار، فقسمه في فقراء بني زهرة، وفي المهاجرين، وأمهات المؤمنين.

“Bahwa Abdurrahman bin Auf membeli sebidang tanah dari Utsman seharga 40.000 dinar. Kemudian  beliau membagi-bagikan tanah tersebut untuk orang-orang faqir dari Bani Zuhrah, kaum Muhajirin, dan istri-istri Rasulullah r.” (Siyar A’lamin Nubala’: 1/86).

Dari Abu Salmah bin Abdurrahman bin Auf bahwa Aisyah Ummul Mukminin t berkata:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ إِنَّ أَمْرَكُنَّ مِمَّا يُهِمُّنِي بَعْدِي وَلَنْ يَصْبِرَ عَلَيْكُنَّ إِلَّا الصَّابِرُونَ قَالَ ثُمَّ تَقُولُ عَائِشَةُ فَسَقَى اللَّهُ أَبَاكَ مِنْ سَلْسَبِيلِ الْجَنَّةِ تُرِيدُ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ عَوْفٍ وَكَانَ قَدْ وَصَلَ أَزْوَاجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَالٍ يُقَالُ بِيعَتْ بِأَرْبَعِينَ أَلْفًا

“Sesungguhnya Rasulullah r bersabda: “Sesungguhnya urusan kalian (istri-istri Nabi) termasuk menjadi perhatianku setelahku. Dan tidak akan bersabar mengurusi kalian kecuali orang-orang yang bersabar.” Kemudian Aisyah berkata: “Semoga Allah memberikan minuman untuk ayahmu dari mata air Salsabil di surga, yakni Abdurrahman bin Auf. Ia telah menyambung (baca: menyantuni, pen) istri-istri Nabi r dengan harta yang dapat dijual senilai 40.000 dinar.” (HR. At-Tirmidzi: 3682 dan di-shahih-kan olehnya dan di-hasan-kan oleh Al-Allamah Al-Albani dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi: 2948).

Thalhah bin Abdirrahman bin Auf berkata:

كان أهل المدينة عيالا على عبد الرحمن بن عوف: ثلث يقرضهم ماله، وثلث يقضي دينهم، ويصل ثلثا.

“Adalah penduduk Madinah menjadi tanggungan atas Abdurrahman bin Auf; sepertiga dari mereka diberi pinjaman oleh Abdurrahman dari hartanya, sepertiga dari mereka dibayarkan hutang mereka olehnya dan sepertiganya disambung olehnya.” (Siyar A’lamin Nubala’:  1/88).

Al-Imam Az-Zuhri berkata:

أوصى عبد الرحمن بن عوف لكل من شهد بدرا بأربعمائة دينار فكانوا مائة رجل

“Abdurrahman bin Auf pernah berwasiat untuk (untuk membagikan dari hartanya sepeninggalnya, pen) kepada setiap orang yang ikut perang Badar dengan 400 dinar. Mereka berjumlah 100 orang.” (Al-Ishabah fi Tamyizish Shahabah: 4/349).

Dari Ayyub (As-Sakhtiyani) dari Muhammad (bin Sirin):

أن عبد الرحمن بن عوف توفي وكان فيما ترك ذهب قطع بالفؤوس حتى مجلت أيدي الرجال منه وترك أربع نسوة فأخرجت امرأة من ثمنها بثلاثين ألفا

“Bahwa Abdurrahman bin Auf wafat. Di antara harta yang ditinggalkannya adalah emas yang dipotong-potong dengan kapak yang menyebabkan tangan-tangan orang yang memotongnya bengkak karenanya. Beliau meninggalkan 4 istri. Seorang istri mendapatkan dari 1/8 warisan sebesar 30.000 (dinar).” (Shifatush Shafwah: 1/355, Usudul Ghabah: 1/711).

Lihatlah! Beliau  tidaklah mengumpulkan kekayaan untuk diri-sendiri tetapi untuk menyantuni orang-orang faqir miskin, berjihad di jalan Allah, menghidupi istri-istri Nabi r dan menyambung silaturahim.

Motivasi Kaya dari Az-Zubair bin Al-Awwam t

Al-Hafizh Abu Umar Ibnu Abdil Barr berkata:

كان الزبير تاجراً مجدوداً في التجارة، فقيل: بما أدركت في التجارة؟ قال: لأني لم أشتر معيبا، ولم أرد ربحا والله يبارك لمن يشاء.

“Adalah Az-Zubair seorang pedagang yang sukses (dermawan) dalam perniagaannya. Ditanyakan kepadanya: “Dengan sebab apa kamu mendapati (kesuksesan) dalam perdagangan?” Ia menjawab: “Karena aku tidak pernah membeli (menjual) barang yang cacat. Aku tidak menolak keuntungan. Dan Allahlah yang memberikan barakah kepada orang yang dikehendaki oleh-Nya.” (Ar-Riyadlun Nadlrah fii Manaqibil Asyrah: 310, Al-Isti’ab: 152).

Ummu Durrah berkata:

بعث الزبير إلى عائشة بغرارتين تبلغ ثمانين ومائة ألف درهم.

“Az-Zubair pernah mengirimkan 2 karung untuk Aisyah (Ummul Mukminin) yang mencapai 180.000 dirham.” (Ar-Riyadlun Nadlrah fii Manaqibil Asyrah: 310).

Motivasi Kaya dari Sa’ad bin Abi Waqqash t

Beliau termasuk 10 shahabat yang dijamin masuk surga. Beliau termasuk sahabat Nabi r yang menjauhi fitnah semenjak terbunuhnya Utsman t. Beliau juga tidak mengikuti pertempuran Jamal dan juga Shiffin. Untuk menghindari fitnah tersebut, beliau menyibukkan diri dengan berternak unta dan kambing.

Amir putra Sa’ad bin Abi Waqqash berkata:

كَانَ سَعْدُ بْنُ أَبِي وَقَّاصٍ فِي إِبِلِهِ فَجَاءَهُ ابْنُهُ عُمَرُ فَلَمَّا رَآهُ سَعْدٌ قَالَ أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شَرِّ هَذَا الرَّاكِبِ فَنَزَلَ فَقَالَ لَهُ أَنَزَلْتَ فِي إِبِلِكَ وَغَنَمِكَ وَتَرَكْتَ النَّاسَ يَتَنَازَعُونَ الْمُلْكَ بَيْنَهُمْ فَضَرَبَ سَعْدٌ فِي صَدْرِهِ فَقَالَ اسْكُتْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْعَبْدَ التَّقِيَّ الْغَنِيَّ الْخَفِيَّ

“Adalah Sa’ad bin Abi Waqqash sedang sibuk mengurusi untanya. Kemudian Umar, salah satu putranya mendatanginya. Ketika Sa’ad melihatnya maka ia berkata: “Aku berlindung kepada Allah dari kejelekan penunggang ini.” Kemudian ia turun dan berkata kepadanya: “Engkau (wahai Sa’ad) sibuk mengurusi untamu dan kambingmu dan engkau tinggalkan manusia berselisih tentang kekuasaan di antara mereka?” Maka Sa’ad memukul dadanya dan berkata: “Diamlah (wahai Anakku)! Aku telah mendengar Rasulullah r bersabda: “Sesungguhnya Allah mencintai hamba yang bertakwa, yang kaya dan yang menyendiri.” (HR. Muslim: 5266, Ahmad: 1364).

Aisyah bintu Sa’ad bin Abi Waqqash berkata:

أرسل أبي إلى مروان بزكاته خمسة آلاف، وترك يوم مات مائتي ألف وخمسين ألف درهم

“Ayahku mengirimkan zakat mal-nya kepada Khalifah Marwan sebesar 5.000 dirham. Dan beliau ketika wafat meninggalkan harta sebesar 250.000 dirham.” (Siyar A’lamin Nubala’: 1/123).

Motivasi Kaya dari Qais bin Ashim t

Beliau adalah Qais bin Ashim bin Sinan At-Tamimi t, salah seorang sahabat Nabi r. Beliau datang kepada Rasulullah r bersama utusan Bani Tamim pada tahun 9 H. (Al-Isti’ab: 400).

Di antara wasiat beliau kepada anak-anak beliau adalah:

وعَليْكُم بالمَال واصطِنَاعِه فَإنَّهُ مَنبَهَةٌ للكَرِيم ويُستَغنَى بِه عَن اللئِيم ، وإِياكُم ومَسأَلة النَّاس فَإنَّها مِن آخر كَسبِ الرَّجُل

“Wajib bagi kalian untuk memiliki harta dan mata pencahariannya! Karena ia (harta dan mata pencahariannya) adalah kemuliaan bagi orang yang mulia dan bisa melindungi diri dari orang-orang yang curang. Hindarilah meminta-minta manusia! Karena ia adalah pekerjaan terakhir seseorang.” (HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad: 381 (132) dan isnadnya di-hasan-kan oleh Al-Allamah Al-Albani dalam Shahih Al-Adabil Mufrad: 277).

Motivasi Kaya dari Abdullah bin Umar bin Al-Khathathab y

Al-Imam Abdullah bin Umar y berkata:

مَا أُبَالِي لَوْ كَانَ لِي أُحُدٌ ذَهَبًا أَعْلَمُ عَدَدَهُ وَأُزَكِّيهِ وَأَعْمَلُ فِيهِ بِطَاعَةِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ

“Aku tidak peduli, seandainya aku mempunyai segunung Uhud emas yang mana aku mengetahui jumlahnya dan aku mengeluarkan zakatnya dan aku menggunakannya untuk menaati Allah U.” (Atsar riwayat Ibnu Majah: 1777, Al-Baihaqi dalam Al-Kubra: 7021 (4/82) dan di-shahih-kan oleh Al-Allamah Al-Albani dalam Shahih Sunan Ibni Majah: 1446).

Al-Imam Nafi’ berkata:

ان ابنا لعمر باع ميراثه من ابن عمر بمائة ألف درهم

“Bahwa salah seorang putra Umar menjual harta warisnya kepada Ibnu Umar seharga 100.000 dirham.” (Al-Hafizh Ibnu Abdil Barr dalam Jami’ Bayanil Ilmi wa Fadhlih: 677 (2/30)).

Motivasi Kaya dari Abdullah bin Mas’ud t

Al-Imam Abdullah bin Mas’ud berkata:

والله الذي لا اله غيره ما يضر عبدا يصبح على الاسلام ويمسى عليه ما أصابه من الدنيا

“Demi Allah yang mana tiada ilah yang berhak disembah dengan haq selain-Nya, tidak akan membahayakan seorang hamba yang telah berada di atas Al-Islam di waktu pagi dan sore, seberapa pun harta dunia yang ia peroleh.” (Atsar riwayat Ahmad dalam Az-Zuhd: 159, Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannafnya: 35676 (13/291) dan Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman: 1257 (2/94)).

Al-Imam Zurr bin Hubaisy Al-Kufi (ulama tabi’in) berkata:

مات عبد الله بن مسعود وترك سبعين ألف درهم

“Abdullah bin Mas’ud t meninggal dunia dan meninggalkan uang 70.000 dirham (uang perak).” (Al-Hafizh Ibnu Abdil Barr dalam Jami’ Bayanil Ilmi wa Fadhlih: 679 (2/31)).

Motivasi Kaya dari Hakim bin Hizam bin Khuwailid t

Beliau adalah sahabat Nabi r yang masuk Islam ketika tahun Fathu Makkah dan islamnya menjadi baik. (Siyar A’lamin Nubala’: 3/44).

Hakim bin Hizam t berkata:

كنت تاجرا أخرج إلى اليمن وآتي الشام، فكنت أربح أرباحا كثيرة، فأعود على فقراء قومي. وابتعت بسوق عكاظ زيد بن حارثة لعمتي بست مائة درهم، فلما تزوج بها رسول الله صلى الله عليه وسلم، وهبته زيدا، فأعتقه.

“Aku adalah pedagang yang keluar ke Yaman dan datang ke Syam. Dan aku mendapatkan laba yang banyak. Kemudian aku menjenguk orang-orang fakir dari kalangan kaumku. Dan aku membelikan untuk bibiku (Khadijah bintu Khuwailid t) di pasar Ukkazh seorang budak yaitu Zaid bin Haritsah. Ketika bibiku dinikahi oleh Rasulullah r maka aku hibahkan Zaid kepada beliau, kemudian beliau memerdekakannya.” (Siyar A’lamin Nubala’: 3/47).

Dan Hakim bin Hizam t adalah seorang pedagang yang dermawan baik ketika masih kafir maupun sesudah menjadi muslim.

Hakim bin Hizam bertanya kepada Rasulullah r:

يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ أُمُورًا كُنْتُ أَتَحَنَّثُ أَوْ أَتَحَنَّتُ بِهَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ مِنْ صِلَةٍ وَعَتَاقَةٍ وَصَدَقَةٍ هَلْ لِي فِيهَا أَجْرٌ قَالَ حَكِيمٌ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَسْلَمْتَ عَلَى مَا سَلَفَ لَكَ مِنْ خَيْرٍ

“Wahai Rasulullah! Bagaimana menurutmu, perbuatanku yang aku lakukan ketika masih jahiliyyah dengan niat ibadah yang berupa shadaqah, memerdekakan budak, silaturrahim, apakah ada pahala untukku di dalamnya?”  Rasulullah r menjawab: “Kamu masuk Islam dengan membawa (pahala) kebaikan yang telah kamu lakukan pada masa lampau (jahiliyyah).” (HR. Al-Bukhari: 1346, Muslim: 175 dan Ahmad: 14779).

Urwah bin Az-Zubair berkata:

أَنَّ حَكِيمَ بْنَ حِزَامٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَعْتَقَ فِي الْجَاهِلِيَّةِ مِائَةَ رَقَبَةٍ وَحَمَلَ عَلَى مِائَةِ بَعِيرٍ فَلَمَّا أَسْلَمَ حَمَلَ عَلَى مِائَةِ بَعِيرٍ وَأَعْتَقَ مِائَةَ رَقَبَة

“Bahwa ketika masih jahiliyyah Hakim bin Hizam t telah memerdekakan 100 budak dan menyedekahkan 100 unta. Ketika setelah masuk Islam, ia masih menyedekahkan 100 unta dan memerdekakan 100 budak.” (HR. Al-Bukhari: 2353, Muslim: 177).

Abu Hazim berkata:

ما بلغنا أنه كان بالمدينة أكثر حملا في سبيل الله من حكيم.

“Menurut berita yang sampai kepada kami, tidak ada seseorang yang paling banyak shadaqahnya untuk jalan Allah selain Hakim bin Hizam.” (Siyar A’lamin Nubala’: 3/50).

Said dan Urwah berkata: “Adalah Hakim bin Hizam t tidak mau menerima pemberian uang dari siapa pun sampai ia meninggal. Bahkan Umar t berkata -ketika Hakim bin Hizam menolak pemberian jatah uang dari baitul mal-:

اللهم إني أشهدك على حكيم أني أدعوه لحقه وهو يأبى.

“Ya Allah! Aku jadikan Engkau saksi atas Hakim (bin Hizam). Sesungguhnya aku telah menyerunya agar menerima haknya tetapi ia menolaknya.”

Said dan Urwah berkata:

فمات حين مات، وإنه لمن أكثر قريش مالا.

“Maka Hakim wafat di hari wafatnya dalam keadaan ia menjadi orang Quraisy yang paling banyak hartanya.” (Siyar A’lamin Nubala’: 3/48).

Al-Hafizh Ibnu Abdil Barr berkata:

وكان عاقلا سريا فاضلا تقيا سيدا بماله غنيا

“Adalah Hakim bin Hizam seorang yang berakal, dermawan, mulia, bertakwa, menjadi manajer atas hartanya dan kaya.” (Al-Isti’ab: 107).

Motivasi Kaya dari Al-Imam Sa’id bin Al-Musayyib

Al-Imam Sa’id bin Al-Musayyib (ulama tabi’in) berkata:

لا خير فيمن لا يجمع المال، فيكف به وجهه، ويؤدي به أمانته، ويصل به رحمه.

“Tidak ada kebaikan bagi orang yang tidak mengumpulkan harta, kemudian ia menahan wajahnya dengan harta itu (dari perkara haram dan syubhat, pen), ia juga menunaikan amanatnya dengan harta itu dan ia juga bisa menyambung sanak saudaranya dengan harta itu.” (Atsar riwayat Abu Bakar Ad-Dainuri dalam Al-Mujalasah: 2211 (5/336), Abu Bakar Al-Khallal dalam Al-Hatstsu alat Tijarah wash-Shina’ah: 51 (52) dan Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah: 14/291).

Yahya bin Sa’id Al-Anshari berkata:

عن سعيد بن المسيب، أنه ترك أربعمائة دينار. وقال: إني والله ما تركتها إلا لأصون بها عرضي أو وجهي

“Dari Al-Imam Sa’id bin Al-Musayyib, bahwa ketika mendekati ajal, beliau meninggalkan uang 400 dinar (mata uang emas) dan berkata: “Demi Allah, sesungguhnya saya tidaklah meninggalkan harta itu kecuali hanya untuk menjaga kehormatanku atau wajahku.” (Atsar riwayat Abu Bakar Ad-Dainuri dalam Al-Mujalasah: 2211 (5/336), Abu Bakar Al-Khallal dalam Al-Hatstsu alat Tijarah wash-Shina’ah: 51 (52) dan Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah: 14/291).

Motivasi Kaya dari Al-Imam Al-Hasan Al-Bashri

Seseorang bertanya kepada Al-Imam Al-Hasan Al-Bashri:

يا أبا سعيد أفتح مصحفي فاقرأه حتى أمسي قال الحسن :  اقرأه بالغداة و اقرأه بالعشي وكن سائر نهارك في منفعتك و ما يصلحك

“Wahai Aba Sa’id (Al-Hasan Al-Bashri)! Apakah aku harus membuka mush-hafku kemudian aku membacanya sampai sore?” Maka beliau menjawab: “Bacalah mush-hafmu pada waktu pagi dan bacalah pada waktu sore! Jadikan sepanjang siangmu untuk mencari manfaatmu (baca: rejeki, pen) dan untuk perkara yang memperbaikimu (dalam duniamu, pen)!” (Atsar riwayat Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman: 1259 (2/94)).

Motivasi Kaya dari Al-Imam Sufyan Ats-Tsauri

Al-Imam Sufyan Ats-Tsauri berkata:

كان المال فيما مضى يكره، فأما اليوم، فهو ترس المؤمن، وقال: لولا هذه الدنانير لتمندل بنا هؤلاء الملوك.وقال: من كان في يده من هذه شيء، فليصلحه، فإنه زمان إن احتاج، كان أول من يبذل دينه، وقال: الحلال لا يحتمل السرف.

“Adalah harta pada masa lalu merupakan perkara yang dibenci. Adapun hari ini, maka ia merupakan perisai seorang mukmin.” Beliau berkata: “Seandainya tidak ada dinar-dinar ini (uang emas), maka para raja akan menjadikan kami seperti handuk (sapu tangan).” Beliau juga berkata: “Barangsiapa yang  memiliki sedikit perkara ini (dinar, pen), maka hendaknya ia memperbaiki cara mencarinya. Karena sekarang adalah jaman yang mana jika seseorang membutuhkan (harta) manusia, maka pertama kali yang ia serahkan adalah agamanya.” Beliau juga berkata: “Harta yang halal tidak untuk dihambur-hamburkan.” (Atsar riwayat Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliya’: 6/381 dan Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah: 14/291).

Al-Allamah Mulla Ali Al-Qari berkata: “Makna “menjadikan kami seperti handuk (sapu tangan)” adalah menjadikan kami sebagai obyek pembersih kotoran mereka dengan pemberian hadiah dan sadaqah dari para raja.” (Mirqatul Mafatih: 15/202).

Al-Imam Sufyan Ats-Tsauri berkata:

إذا أردت أن تتعبد فانظر فإن كان في البيت بر فتعبد و إلا فاطلب البر أولا ثم تعبد

“Jika kamu hendak beribadah maka lihatlah dulu! Jika di rumahmu terdapat gandum burr maka silakan beribadah! Jika tidak ada, maka carilah gandum burr dulu kemudian silakan beribadah.” (Atsar riwayat Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman: 1269 (2/96)).

Al-Imam Muhammad bin Tsaur berkata:

كان سفيان الثوري يمر بنا ونحن جلوس في المسجد الحرام، فيقول «ما يجلسكم؟» فنقول: فما نصنع؟ قال: « اطلبوا من فضل الله، ولا تكونوا عيالا على المسلمين»

“Adalah Sufyan Ats-Tsauri melewati kami yang sedang duduk-duduk di Masjidil Haram. Beliau berkata: “Untuk apa kalian duduk-duduk?” Maka kami bertanya: “(Kalau begitu) kami harus berbuat apa?” Maka beliau berkata: “Carilah dari rejeki Allah dan janganlah kalian menjadi beban bagi kaum muslimin.” (Atsar riwayat Abu Bakar Al-Khallal dalam Al-Hatstsu alat Tijarah wash Shina’ah: 22 (23)).

Al-Imam Sufyan Ats-Tsauri berkata:

لان أخلف عشرة آلاف درهم، يحاسبني الله عليها أحب إلي من أن أحتاج إلى الناس.

“Jika aku mati meninggalkan uang 10.000 dirham yang akan dihisab oleh Allah atasnya, maka itu lebih aku sukai daripada aku membutuhkan manusia.” (Siyar A’lamin Nubala’: 7/241, Hilyatul Auliya’: 6/381).

Yusuf bin Asbath berkata:

مات سفيان الثوري وخلف مائتي دينار

“Sufyan Ats-Tsauri meninggal dunia dengan meninggalkan uang 200 dinar.” (Atsar riwayat Abu Bakar Al-Khallal dalam Al-Hatstsu alat Tijarah wash-Shina’ah: 18 (19)).

Motivasi Kaya dari Al-Imam Sufyan bin Uyainah

Abul Hasan Az-Zahid berkata:

قال رجل لسفيان بن عيينة : يكون الرجل زاهدا وعنده مئة دينار؟ قال: « نعم » ، قال : وكيف ذلك ؟ قال: «إن نقصت لم يغتم، وإن زادت لم يفرح، ولا يكره الموت لفراقها»

“Seseorang bertanya kepada Sufyan bin Uyainah: “Apakah seseorang disebut zuhud padahal ia mempunyai uang 100 dinar?” Beliau menjawab: “Ya.” Ia bertanya: “Bagaimana bisa?” Beliau menjelaskan: “Jika uang tersebut berkurang maka ia tidak merasa sedih, jika bertambah maka ia tidak merasa senang dan ia tidak membenci kematian karena takut berpisah dengan uang itu.” (Atsar riwayat Abu Bakar Al-Khallal dalam Al-Hatstsu alat Tijarah wash-Shina’ah: 19 (20)).

Motivasi Kaya dari Al-Imam Abdullah bin Al-Mubarak

Al-Abbas bin Mush’ab berkata:

جمع عبد الله الحديث، والفقه، والعربية، وأيام الناس، والشجاعة، والسخاء، والتجارة، والمحبة عند الفرق.

“Abdullah (bin Al-Mubarak) telah mengumpulkan Al-Hadits, ilmu fikih, bahasa Arab, hari-hari manusia (ilmu sejarah, pen), keberanian, sifat dermawan, perdagangan dan rasa cinta ketika berpisah.” (Siyar A’lamin Nubala’: 8/383).

Al-Imam Fudlail bin Iyadl bertanya kepada guru beliau yaitu Al-Imam Abdullah bin Al-Mubarak:

أنت تأمرنا بالزهد والتقلل، والبلغة، ونراك تأتي بالبضائع، كيف ذا ؟ قال: يا أبا علي، إنما أفعل ذا لاصون وجهي، وأكرم عرضي، وأستعين به على طاعة ربي.

“Engkau memerintahkan kami untuk berzuhud, mempersedikit harta dan bekal. Tetapi kami melihatmu datang dengan membawa banyak barang dagangan, bagaimana ini?” Abdullah bin Al-Mubarak berkata: “Wahai Abu Ali (Fudlail)! Saya melakukan seperti ini dalam rangka menjaga wajahku, memuliakan kehormatanku dan memperkuat diriku dengannya untuk menaati Rabbku.” (Siyar A’lamin Nubala’: 8/287).

Muhammad bin Ali bin Hasan bin Syaqiq berkata:

قال أبي وبلغنا أنه قال للفضيل بن عياض لولاك وأصحابك ما اتجرت قال أبي وكان ينفق على الفقراء في كل سنة مائة ألف درهم

“Ayahku berkata: “Telah sampai kepadaku bahwa Abdullah bin Al-Mubarak berkata kepada Fudlail bin Iyadl: “Seandainya tidak ada kamu dan teman-temanmu (para penuntut ilmu, pen), niscaya saya tidak akan berdagang.” Ayahku juga berkata: “Adalah Abdullah bin Al-Mubarak ber-infaq kepada orang-orang faqir setiap tahun 100.000 dirham.” (Tahdzibul Kamal fi Asma’ir Rijal: 16/22, Siyar A’lamin Nubala’: 8/386).

Hibban bin Musa berkata:

عوتب ابن المبارك فيما يفرق من المال في البلدان دون بلده، قال: إني أعرف مكان قوم لهم فضل وصدق، طلبوا الحديث، فأحسنوا طلبه لحاجة الناس إليهم، احتاجوا، فإن تركناهم، ضاع علمهم، وإن أغناهم، بثوا العلم لامة محمد صلى الله عليه وسلم، لا أعلم بعد النبوة أفضل من بث العلم

“Ibnul Mubarak pernah dicela karena hartanya yang dibagi-bagikan olehnya di negeri-negeri lain selain negerinya. Beliau berkata: “Sesungguhnya aku mengetahui tempat kaum yang mempunyai keutamaan dan kejujuran (yakni para ulama dan penuntut ilmu, pen). Mereka mencari hadits dan telah berbuat baik dalam mencarinya karena manusia sangat membutuhkan mereka. Mereka sangat membutuhkan (bantuan nafkah, pen). Apabila kita membiarkan mereka maka hilanglah ilmu mereka. Dan jika kita menjadikan mereka kaya (dengan nafkah tersebut, pen), mereka akan mampu menyebarkan ilmu untuk ummat Muhammad r. Aku tidak mengetahui ada keutamaan setelah kenabian yang lebih utama daripada menyebarkan ilmu.” (Siyar A’lamin Nubala’: 8/387).

Al-Imam Adz-Dzahabi berkata:

وكان عبد الله غنيا شاكرا، رأس ماله نحو الاربع مئة ألف.

“Abdullah bin Al-Mubarak adalah seorang kaya yang bersyukur. Adalah jumlah modalnya sekitar 400-an ribu (dinar atau dirham).” (Siyar A’lamin Nubala’: 8/409).

Motivasi Kaya dari Al-Imam Abu Qilabah Abdullah bin Zaid Al-Jurmi

Al-Imam Ayyub As-Sakhtiyani berkata:

بعث إلي أبو قلابة بكتاب فيه الزم سوقك واعلم أن الغنى معافاة

“Al-Imam Abu Qilabah mengirimkan surat kepadaku. Di antara isinya adalah: “Tetaplah berada di pasarmu! Dan ketahuilah bahwa kekayaan itu keselamatan.” (Atsar riwayat Abdurrazzaq dalam Mushannafnya: 21021 (11/465), Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman: 1261 (2/95)).

Al-Imam Ayyub As-Sakhtiyani berkata:

الزم سوقك فإن فيه غنى عن الناس و صلاحا في الدين

“Tetaplah berada di pasarmu! Karena di dalamnya terdapat kekayaan dari (bergantung kepada) manusia dan kebaikan dalam urusan agama.” (Atsar riwayat Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman: 1260 (2/94)).

Al-Imam Abu Qilabah berkata:

أي رجل أعظم أجرا من رجل ينفق على عيال له صغار يعفهم الله به ويغنيهم

“Lelaki mana yang lebih besar pahalanya daripada seorang laki-laki yang ber-infaq untuk keluarganya yang masih kecil-kecil yang dengannya Allah menjadikan mereka menjaga diri (dari meminta-minta) dan menjadikan mereka kaya?” (Shifatus Shafwah: 3/238).

Motivasi Kaya dari Al-Imam Ahmad bin Hanbal

Abu Bakar Al-Khallal berkata:

سمعت رجلا ، يقول لأبي عبد الله رحمه الله : إني في كفاية ، فقال : « الزم السوق تصل به الرحم وتعود به »

“Aku pernah mendengar seseorang berkata kepada Al-Imam Ahmad: “Sesungguhnya aku sudah dalam kecukupan hidup.” Maka beliau berkata: “Tetaplah berada di pasar (berdagang, pen)! Kamu bisa menyambung kerabatmu dan menjenguk orang sakit dengan hasil itu.” (Atsar riwayat Abu Bakar Al-Khallal dalam Al-Hatstsu alat Tijarah wash Shina’ah: 1 (2)).

Abu Bakar Al-Khallal berkata:

قال رجل لأبي عبد الله رحمه الله من أصحاب ابن أسلم: ترى أن أعمل؟ قال : نعم، وتصدق بالفضل على قرابتك

“Seseorang dari sahabat Ibnu Aslam bertanya kepada Al-Imam Ahmad: “Apakah menurutmu aku harus bekerja?” Beliau menjawab: “Ya, dan sedekahkanlah kelebihan hasilnya kepada kerabatmu!” (Atsar riwayat Abu Bakar Al-Khallal dalam Al-Hatstsu alat Tijarah wash Shina’ah: 2 (3)).

Al-Imam Ahmad bin Hanbal berkata:

قد أمرتهم يعني لولده أن يختلفوا إلى السوق، وأن يتعرضوا للتجارة

“Aku memerintahkan mereka (yaitu: anak-anak beliau) untuk mondar-mandir ke pasar dan melakukan perdagangan.” (Atsar riwayat Abu Bakar Al-Khallal dalam Al-Hatstsu alat Tijarah wash Shina’ah: 3 (4)).

Penutup

Demikian motivasi dari mereka agar kita dapat meneladaninya sehingga Allah menjadikan kita orang kaya yang bersyukur. Amien.

  1. Belum ada komentar.
  1. Desember 7, 2011 pukul 10:27 am
  2. Februari 3, 2013 pukul 6:23 pm

Tinggalkan komentar