Arsip

Archive for the ‘Aqidah’ Category

Nabi Muhammad Dalam Bible

                            


Daftar Isi

Daftar Isi 1

Pendahuluan. 2

Mencari Bisyarah Kenabian. 5

Tangan Perubahan. 8

Saudara Bani Israil 9

Pembukaan Kota Makkah. 13

Kepribadian (Syamail) Nabi 18

Aku Tidak Bisa Membaca. 27

Bangsa Ummiyun. 28

Kekuasaan Umat Islam.. 30

Penyempurna Batu Bangunan. 32

Hijrah ke Madinah dan Perang Badar. 34

Kisah Isra’ dan Mi’raj 38

Kitab Baru dan Syariat Baru. 42

Dari Kegelapan Menuju Cahaya. 45

Perpindahan Kiblat. 48

Ibadah Haji ke Makkah. 50

Sang Nabi Pilihan. 52

Keutamaan Negeri Yaman. 55

Pembela Kaum Lemah. 56

Menerima Hadiah dan Upeti 59

Berjihad dan Mendapatkan Rampasan. 63

Raja Hijaz dan Permaisurinya. 65

Raja Yang Berkuda. 70

Penebus Dosa Bani Israil 77

Pengajar Yang Jujur. 79

Menghapus Kekafiran. 81

Kabar Gembira dari Nabi Isa alaihissalam.. 83

Memuliakan Nabi Isa alaihissalam.. 84

Kebohongan Ajaran Paulus. 86

Penutup. 99

Pendahuluan

الحمد لله الذي أَرْسَل رسوله بالهدى ودين الحقِّ ليظهره على الدين كلِّه وكَفَى بالله شهيدًا، وأشهد أنْ لا إله إلا الله وحْدَه لا شريك له إقرارًا به وتوحيدًا، وأشهد أنَّ محمدًا عبده ورسوله صلَّى الله عليه وسلَّم تسليمًا مزيدًا.

أمَّا بعدُ:

Agama Islam adalah agama penyempurna bagi agama-agama sebelumnya. Dan kedatangannya pun sudah diberitakan dalam kitab-kitab terdahulu seperti Taurat, Zabur dan Injil.

Allah ta’ala berfirman:

وَإِنَّهُ ‌لَفِي ‌زُبُرِ ‌الْأَوَّلِينَ

“Dan sesungguhnya Al-Quran itu benar-benar (tersebut) dalam Kitab-kitab orang yang dahulu.” (QS. Asy-Syuara: 196).

Al-Imam Abu Ishaq Ibrahim az-Zajjaj (wafat tahun 311 H) rahimahullah berkata:

تأويله واللَّه أعلم أن ذِكرَ مُحمدٍ عليه السلام وذكر القرآن في زبُر الأولين، والزُّبُر الكُتب، زَبور وَزبُر مثل قولك رَسول وَرُسل

“Tafsirnya -wallahu a’lam- adalah bahwa berita tentang Muhammad shallallahu alaihi wasallam dan al-Quran sudah disebutkan dalam kitab-kitab orang terdahulu. Makna ‘zubur’ adalah ‘kutub’ (kitab-kitab, pen). Kata ‘zabur dan zubur’ itu seperti kata ‘rasul dan rusul’ (rasul-rasul, pen).” (Ma’ani al-Quran wa I’rabuh: 4/100).

Adanya ayat di atas dan ayat-ayat lain yang semisal, memberikan konsekuensi bahwa seorang Ahlul Kitab, baik itu seorang Yahudi ataukah seorang Nasrani atau Kristen, ketika mendengar berita diutusnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, maka wajib dan harus baginya untuk beriman kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan agama beliau, yaitu al-Islam.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لَا يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ ‌يَهُودِيٌّ، وَلَا ‌نَصْرَانِيٌّ، ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ، إِلَّا كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ

“Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, tidaklah seseorang dari umat ini baik Yahudi dan Nashrani mendengar tentangku, kemudian dia meninggal dan tidak beriman dengan agama yang aku diutus dengannya, kecuali dia pasti termasuk penghuni neraka.” (HR. Muslim: 153 dan an-Nasai dalam al-Kubra: 11177 (10/126) dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu).

Al-Imam al-Wazir Abul Muzhaffar Ibnu Hubairah al-Hanbali (wafat tahun 560 H) rahimahullah berkata:

في هذا الحديث من الفقه وجوب اتباعه – صلى الله عليه وسلم -، ونسخ جميع الشرائع بشرعه، فمن كفر به؛ لم ينفعه إيمانه بغيره من الأنبياء صلوات الله عليهم أجميعن

“Di dalam hadits ini terdapat pelajaran fikih, yaitu tentang wajibnya mengikuti Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan dihapusnya syariat-syariat terdahulu dengan syariat beliau. Barangsiapa yang kufur (yakni: mengingkari, pen) kerasulan beliau, maka tidak bermanfaat baginya keimanannya kepada para nabi selain beliau alaihimussalam.” (Al-Ifshah fi Ma’ani ash-Shahhah: 8/192).

Maka di dalam risalah dan tulisan ini akan dipaparkan tentang sisa-sisa berita dalam Taurat, Zabur, Injil dan kitab para nabi -yang masih belum mengalami perubahan oleh tangan yang usil- tentang diutusnya Rasulullah Muhammad shallallahu alaihi wasallam. Yang demikian karena Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً، ‌وَحَدِّثُوا ‌عَنْ ‌بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلَا حَرَجَ، وَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا، فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ

“Sampaikan dariku sekalipun satu ayat dan ceritakanlah (apa yang kalian dengar) dari Bani Isra’il dan itu tidak apa-apa (dosa). Dan barang siapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja maka bersiap-siaplah menempati tempat duduknya di neraka.” (HR. Al-Bukhari: 3461 dan at-Tirmidzi: 2669 dari Abdullah bin Amr radhiyallahu anhuma).

Al-Allamah al-Qadhi Nashiruddin al-Baidhawi asy-Syafi’i (wafat tahun 685 H) rahimahullah berkata:

وقوله ” حدثوا عن بني إسرائيل ” تجويز وإباحة للتحدث عنهم ، ولا حرج بفرقة بين الأمرين ،فإن قول القائل: “افعل هذا ولا حرج”  يفيد الإباحة عرفا ورفع الحرج المفهوم من قوله: (‌أمتهوكون أنتم؟) ونحوه. وإنما يجوز التحدث عنهم إذا لم ير كذب ما قاله علما أو ظنا ، لقوله عليه السلام:” من حدث بحديث يرى أنه كذب فهو أحد الكاذبين

“Sabda beliau “ceritakanlah (apa yang kalian dengar) dari Bani Isra’il dan itu tidak apa-apa (dosa),” merupakan bentuk pembolehan atau perkara mubah untuk menukil berita dari Ahlul Kitab. Kata ‘Tiada dosa’ itu berada di antara dua (2) perkara (yakni: larangan dan perintah, pen). Ini karena ucapan seseorang: “Lakukanlah dan tiada dosa,” memberikan faedah pembolehan atau perkara mubah secara kebiasaan dan juga menunjukkan dihapusnya larangan yang dipahami dari hadits Nabi shallallahu alaihi wasallam yang melarang Umar membaca Taurat dan bersabda: “Apakah engkau termasuk orang yang bingung, wahai Ibnul Khattab?” dan hadits lainnya. Pembolehan menukilkan berita dari mereka hanyalah jika tidak diketahui kedustaan ucapan mereka secara ilmiah dan persangkaan, karena ada sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam: “Barangsiapa yang memberitakan suatu hadits atau berita yang diketahui bahwa itu adalah kedustaan, maka ia termasuk salah satu dari kedua pendusta.” (Tuhfah al-Abrar Syarh Mashabih as-Sunnah: 1/146).

Kemudian al-Hafizh Abul Fida’ Imaduddin Ibnu Katsir (wafat tahun 774 H) rahimahullah mengingatkan:

إِذَا تَقَرَّرَ جَوَازُ الرِّوَايَةِ عَنْهُمْ فَهُوَ مَحْمُولٌ عَلَى مَا يُمْكِنُ أَنْ يَكُونَ صَحِيحًا فَأَمَّا مَا يُعْلَمُ أَوْ يُظَنُّ بُطْلَانُهُ، لِمُخَالَفَتِهِ الْحَقَّ الَّذِي بِأَيْدِينَا عَنِ الْمَعْصُومِ فَذَاكَ مَتْرُوكٌ مَرْدُودٌ لَا يُعَرَّجُ عَلَيْهِ، ثُمَّ مَعَ هَذَا كُلِّهِ، لَا يَلْزَمُ مِنْ جَوَازِ رِوَايَتِهِ أَنْ تَعْتَقِدَ صِحَّتَهُ

“Jika telah jelas bolehnya meriwayatkan dari Bani Israil, maka itu dipahami atas riwayat yang mempunyai kemungkinan shahih. Adapun riwayat yang diketahui atau diduga kuat kebatilannya karena menyelisihi kebenaran yang ada di sisi kita (kaum Muslimin, pen) dari Sang Maksum (yakni Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, pen) maka riwayat tersebut harus ditolak, ditinggalkan dan tidak boleh ditoleh. Kemudian dengan keadaan ini semua, bolehnya meriwayatkan dari mereka tidaklah mengharuskan untuk meyakini kesahihannya.” (Al-Bidayah wa an-Nihayah: 3/34).

Dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu anhuma:

أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ، أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكِتَابٍ أَصَابَهُ مِنْ بَعْضِ أَهْلِ الْكُتُبِ  ، فَقَرَأَهُ عَلَى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَغَضِبَ وَقَالَ: ” ‌أَمُتَهَوِّكُونَ ‌فِيهَا ‌يَا ‌ابْنَ ‌الْخَطَّابِ، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَقَدْ جِئْتُكُمْ بِهَا بَيْضَاءَ نَقِيَّةً، لَا تَسْأَلُوهُمْ عَنْ شَيْءٍ فَيُخْبِرُوكُمْ بِحَقٍّ فَتُكَذِّبُوا بِهِ، أَوْ بِبَاطِلٍ فَتُصَدِّقُوا بِهِ، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ مُوسَى كَانَ حَيًّا، مَا وَسِعَهُ إِلَّا أَنْ يَتَّبِعَنِي

“Bahwa Umar bin Khattab datang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dengan membawa tulisan yang ia dapat dari Ahli Kitab. Kemudian Umar membacanya di depan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka beliau marah seraya bersabda: “Apakah engkau termasuk orang yang bingung, wahai Ibnul Khattab? Demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, aku datang kepada kalian dengan membawa cahaya yang terang. Janganlah kalian bertanya kepada mereka tentang sesuatu. Bagaimana jika mereka mengabari kalian kebenaran lalu kalian mendustakannya atau (mengabari) kebatilan lalu kalian membenarkannya? Demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya Musa alaihis salam hidup maka tak ada jalan lain selain ia mengikutiku.” (HR. Ahmad: 15156. Ibnu Katsir berkata bahwa Ahmad bersendirian dengan hadits ini dan sanadnya shahih sesuai kriteria Muslim. Lihat al-Bidayah wa an-Nihayah: 3/35).

Dalam tulisan ini akan dijelaskan keterangan dari kitab-kitab umat terdahulu seperti Taurat, Injil, Zabur serta kitab-kitab para nabi alaihimussalam -yang masih ada sampai sekarang, meskipun sudah mengalami perubahan- tentang adanya ‘Bisyarah’ (kabar gembira) diutusnya Rasulullah Muhammad shallallahu alaihi wasallam. Dan setiap berita Israiliyat tersebut, akan disertai konfirmasi atau pembenar dari al-Quran dan as-Sunnah. Insyaa Allah.

Akhirnya semoga tulisan ini bermanfaat bagi kaum muslimin dan orang-orang yang membacanya dan Allah ta’ala berkenan menjadikannya sebagai timbangan amal shalih dan sebab mendapat syafaat dari Baginda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Aamiin.

Modo Lamongan, 8 Rajab 1444 atau 30 Januari 2023

Dr. M. Faiq Sulaifi

Baca selengkapnya…

Karma Islami, Adakah?

Oktober 30, 2012 2 komentar

Karma Islami, Adakah?

(untuk Salafiyyin yang Suka Latah)

Oleh: dr. M Faiq Sulaifi

Pendahuluan

Akhir-akhir ini kita dihebohkan oleh fatwa-fatwa yang membingungkan umat. Di antara fatwa tersebut adalah bahwa “Di dalam agama Al-Islam juga dapat berlaku hukum Karma”. Tidak tanggung-tanggung, yang mengeluarkan fatwa itu adalah orang yang dianggap ‘ustadz besar’ atau salafy atau penganjur dakwah salaf. Baca selengkapnya…

Perdukunan dan Astrologi, Bolehkah?

Januari 21, 2010 1 komentar

Perdukunan dan Astrologi, Bolehkah?

Oleh: dr. M Faiq Sulaifi

Sesuatu yang menyedihkan adalah tersebarnya praktik perdukunan dan perbintangan di kalangan masyarakat yang katanya adalah termasuk kaum muslimin. Dalam berbagai media cetak ataupun elektronik perdukunan menyebar dan merata. Di media ponsel tawaran untuk konsultasi dengan dukun semisal Ketik: REG…. Dsb. Bahkan ada yang berkedok pengobatan alternatif.

Pengertian Dukun

Di dalam praktik perdukunan dikenal beberapa istilah. Yaitu kahin atau dukun, arraf atau paranormal dan munajjim (ahli nujum atau astrolog). Baca selengkapnya…

ASYURA, DI ANTARA KEDUA SIKAP EKSTRIM

ASYURA, DI ANTARA KEDUA SIKAP EKSTRIM

oleh: dr. M Faiq Sulaifi

Agama islam adalah agama yang tengah-tengah di antara agama yang ada. Ahlus sunnah adalah ajaran yang tengah- tengah di antara berbagai sekte yang ada. Allah U berfirman:

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا

“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang tengah-tegah (adil dan pilihan) agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.” (QS. Al-Baqarah: 143).

Para ahli tafsir menjelaskan bahwa makna “tengah-tengah” adalah adil atau keadilan.  Sehingga maknanya adalah bahwa umat Islam itu adalah umat yang adil. (Fathul Qadir: 1/192, Tafsir Al-Qurthubi: 2/153, Tafsir Al-Baghawi: 1/158). Bahkan penafsiran ini langsung berasal dari lisan Rasulullah r sendiri seperti apa yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dari Abu Sa’id Al-Khudri t dalam shahihnya hadits: 3091,  4127 dan  6803).

Baca selengkapnya…

BOLEHKAH SEORANG MUSLIM IKUT MERAYAKAN HARI NATAL?

Desember 23, 2009 3 komentar

BOLEHKAH SEORANG MUSLIM IKUT MERAYAKAN HARI NATAL?

Oleh: dr. M Faiq Sulaifi

Di tengah-tengah seruan toleransi antar umat beragama banyak di antara orang-orang yang mengaku muslim ikut menghadiri hari raya agama lain seperti hari natal dengan alasan toleransi.

Benarkah alasan itu? Serta bagaimana petunjuk syariat ini?

Banyak ayat Al-Quran dan hadits nabi yang menjelaskan larangan bagi seorang muslim untuk menghadiri hari raya orang-orang kafir termasuk hari natal.

Di antaranya adalah firman Allah U:

وَالَّذِينَ لا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَاماً

Dan orang-orang yang tidak menyaksikan Az-Zuur (kepalsuan), dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.” (QS. Al-Furqan: 72).

Baca selengkapnya…

Tentang Bencana Alam

Desember 20, 2009 2 komentar

HIKMAH DARI MUSIBAH BENCANA ALAM

Oleh: dr. M Faiq Sulaifi

Bangsa ini sudah masuk dalam tahap yang memprihatinkan. Semenjak terjadinya reformasi, bangsa Indonesia selalu dirundung musibah yang tiada henti-hentinya. Ada tsunami, gunung meletus, gempa bumi, banjir, kelaparan dan terror.

Allah U berfirman:

وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا قَرْيَةً كَانَتْ آَمِنَةً مُطْمَئِنَّةً يَأْتِيهَا رِزْقُهَا رَغَدًا مِنْ كُلِّ مَكَانٍ فَكَفَرَتْ بِأَنْعُمِ اللَّهِ فَأَذَاقَهَا اللَّهُ لِبَاسَ الْجُوعِ وَالْخَوْفِ بِمَا كَانُوا يَصْنَعُونَ

“Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat.”  (QS. An-Nahl: 112)

Negeri manakah yang dimaksud oleh Allah U dalam ayat di atas?

Para ahli tafsir berbeda pendapat menjadi 2 kelompok:

  • Ada yang menyatakan bahwa negeri tersebut adalah Makkah. Ini pendapat kebanyakan ulama.
  • Ada yang menyatakan bahwa selain Makkah juga negeri-negeri lainnya yang berbuat serupa. Ini dikuatkan oleh Al-Imam Asy-Syaukani. (Lihat Fathul Qadir: 4/271)

Berbagai sikap masyarakat atas bencana yang menimpa mereka

Baca selengkapnya…